KPK Belum Kantongi Izin Periksa Bekas Bos PLN

Tuntaskan Perkara Korupsi Proyek PLTU Tarahan

Kamis, 13 September 2012, 10:07 WIB
KPK Belum Kantongi Izin Periksa Bekas Bos PLN
Eddie Widiono

rmol news logo KPK kesulitan memeriksa bekas Direktur Utama PLN Eddie Widiono sebagai saksi perkara dugaan korupsi proyek PLTU Tarahan. Soalnya, KPK belum mengantongi surat izin pemeriksaan dari Dirjen Lembaga Pemasyarakatan. Izin pemeriksaan diperlukan karena Edi merupakan terpidana kasus lain.

Belum adanya izin pemerik­sa­an untuk Eddie, membuat KPK ter­paksa menunda jadwal pe­me­rik­saan. Kata Kepala Bagian In­formasi dan Pemberitaan KPK Priharsa Nugraha, agenda peme­riksaan Eddie pada Selasa (11/9) terpaksa ditunda.

Tapi, dia belum bisa me­ma­s­ti­kan sampai kapan penundaan pe­meriksaan tersebut. Menurutnya, penundaan pemeriksaan ter­sang­ka sama sekali tidak mengganggu agenda penyidik menyelesaikan kasus dugaan korupsi ini.

Jadi, walapun sampai Rabu (12/9), penyidik belum menerima surat izin pemeriksaan Eddie, toh hal itu tidak menjadi kendala bagi Ko­misi Pemberantasan Korupsi. “Pengusutan kasus ini tetap berjalan,” ujarnya, kemarin.

Priharsa yang dikonfirmasi sejauhmana pengusutan perkara ini berjalan, tidak mau bicara pan­jang lebar. Menurutnya, agenda pemeriksaan Eddie ditujukan untuk melengkapi berkas perkara tersangka Emir Moeis, anggota DPR dari Fraksi PDIP. “Ketera­nganya untuk tersangka Emir Moeis,” ujarnya.

Menjawab pertanyaan seputar keberatan tim kuasa hukum Eddie, dia menyatakan, hal ter­sebut lum­rah. Yang pasti, kendati peme­riksaan Eddie belum ter­lak­sana, pada Selasa lalu, KPK telah me­meriksa dua saksi lain, yakni Oli­via Pinkan, bekas karyawan Bank Mutiara dan Nyoman Suk­reni, karyawan Bank Mutiara.

Ia menolak merinci detil peme­riksaan kedua saksi tersebut. Tapi, dia tidak menepis bahwa sak­si tersebut diperiksa terkait du­gaan transaksi di rekening tersangka Emir Moeis di bank tersebut.

Kepala Biro Humas KPK Jo­han Budi Sapto Prabowo me­nam­bahkan, pengusutan kasus ini berlanjut. KPK tidak terpengaruh keberatan dari pihak Eddie. “Pe­nyidik bekerja sesuai prosedur yang berlaku,” tandasnya.

Menurut Wakil Ketua KPK Bambang Widjayanto, Eddie di­duga mengetahui kasus yang me­nyeret Emir Moeis sebagai ter­sangka ini. Soalnya, kasus ini ter­ungkap lewat pengembangan per­kara korupsi proyek Outsourcing roll out Customer Information Sys­tem-Rencana Induk Sistem Informasi (CIS-RISI)  PLN Dis­tribusi Jakarta Raya (Disjaya)-Ta­ngerang. Makanya, Edi akan di­mintai keterangan sebagai saksi.

Kuasa hukum Eddie, Maqdir Is­mail membantah bahwa klien­nya terlibat skandal PLTU Tara­han. Dia bilang, perkara Tarahan tidak terkait dengan proyek CIS-RISI. Pa­salnya, dalam peme­rik­saan kasus CIS-RISI, KPK sama sekali ti­dak pernah men­g­kon­fir­masi ka­sus itu dengan kasus Ta­rahan.

“Tidak ada hubungan antara proyek Tarahan dengan CIS RISI,” ujarnya. Proyek CIS RISI itu berlangsung sejak awal 1990-an. Sementara, sambung­nya, pro­yek Tarahan dimulai awal tahun 2000-an.

Dia juga mengatakan, sampai kemarin petang belum menerima pemberitahuan dari Dirjen Lapas terkait izin pemeriksaan kliennya. “Belum ada izin pemeriksaan dari Dirjen Lapas,” katanya.

Pada perkara CIS-RISI di PLN Distribusi Jakarta Raya Tange­rang, bekas Dirut PLN Eddie Wi­diono Suwondo telah divonis ber­salah. Dia divonis hukuman lima tahun penjara. Dia didakwa me­nyalahgunakan kewenangan se­ba­gaimana diatur Pasal 3 UU Pem­berantasan Korupsi. Eddie juga didakwa memerintahkan penunjukan langsung kepada PT Netway Utama untuk melak­sa­nakan proyek CIS-RISI senilai Rp 92,27 miliar.

REKA ULANG

Emir Moeis Jadi Tersangka Dan Dicegah Ke Luar Negeri

Ketua Komisi XI DPR, Ize­de­rik Emir Moeis, resmi ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan pe­nerimaan hadiah atau janji, ter­kait proyek pembangunan Pem­bangkit Listrik Tenaga Uap Ta­ra­han (PLTU) Lampung tahun 2004 sejak 20 Juli 2012.

Penetapan status tersangka di­laksanakan seiring dengan pe­ner­bitan surat perintah penyidikan ber­nomor Sprin.Dik-36/01/07/2012.

Isi surat tersebut menerangkan status tersangka Emir pasca permintaan keterangan sejumlah saksi. Surat tersebut juga ditin­daklanjuti dengan permintaan agar Dirjen Imigrasi Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia untuk mencegah politisi PDIP itu bepergian ke luar negeri.

Surat permintaan cekal dikirim ke Dirjen Imigrasi tanggal 23 Juli lalu. Namun saat itu, Emir me­ngaku belum mengetahui tu­du­han yang disangkakan kepa­da­nya. Dia juga mengaku heran jika disebut menerima suap terkait tender boiler PLTU Tarahan yang dimenangi PT Alstom.

Ia menyebutkan, pada saat ten­der tersebut, dia tak lagi berada di Komisi Energi DPR, tetapi su­dah masuk ke Komisi Keuangan DPR. Saat itu, dia juga mengaku, tak tahu menahu perihal pen­ce­ga­han dirinya oleh pihak imig­rasi. Pasalnya, sekalipun waktu itu statusnya sudah menjadi ter­sangka, dia belum pernah di­pe­riksa KPK. “Aku belum tahu, be­lum pernah dipanggil oleh KPK. Kita tunggu saja,” ucapnya, Selasa (24/7).

Ketika disinggung kasus pro­yek pembangunan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) di Ta­ra­han, Lampung, yang ditangani KPK, Emir kembali mengaku tak tahu menahu kasus itu. Dia bi­lang, urusan tersebut bukan men­jadi urusan komisinya (Komisi Keuangan DPR). “Saya nggak tahu. Karena itu bukan domain saya,” katanya.

Sejauh ini, nama Emir sering disebut dalam beberapa kasus yang ditangani Komisi Pem­be­ran­tasan Korupsi. Selain kasus PLTU Tarahan, nama Emir juga disebut-sebut dalam kasus suap pe­milihan Deputi Gubernur Se­nior Bank Indonesia Miranda Goeltom.

Menurut Wakil Ketua KPK Bam­bang Widjojanto, Emir di­sangka menerima suap terkait pro­yek pembangunan Pem­bang­kit Listrik Tenaga Uap (PLTU) di Tarahan, Lampung, tahun 2004. Suap  sebesar 300 ribu Dolar Ame­rika itu, diduga  berasal dari PT Alstom Indonesia. Emir di­sangka melanggar Pasal 5 ayat (2) atau Pasal 12 huruf a dan hu­ruf b atau Pasal 11 atau Pasal 12B UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor. Anca­man pidana maksimal selama 20 tahun penjara dan pidana denda paling banyak Rp 1 miliar. Na­mun, Emir membantah keras bah­wa dirinya menerima uang terkait proyek tersebut.

Minta Koordinasi Ditingkatkan

Hifdzil Alim, Peneliti Pukat UGM

Aktivis Pusat Kajian Anti Ko­rupsi Universitas Gajah Mada (Pukat-UGM) Hifdzil Alim mengapresiasi langkah KPK yang ingin mengorek kete­ra­ngan bekas Dirut PLN, Eddie Widiono dalam kasus proyek PLTU Tarahan, Lampung.

Tapi, menurutnya, agenda pe­meriksaan yang sempat ter­tunda hendaknya diatasi secara cepat. “Hal ini menjadi catatan penting, agar kasus tersebut menjadi terbuka atau terang-benderang,” ujarnya.

Disampaikan, intensitas koor­dinasi KPK dengan Ditjen Lapas harus bisa ditingkatkan. Kedua lembaga tersebut me­ngemban tugas yang penting.  Apalagi, pemeriksaan-peme­rik­saan oleh penyidik KPK kerap terkait dengan saksi yang ber­status sebagai narapidana.

Jangan sampai, lanjutnya, preseden batalnya pemeriksaan saksi yang berstatus terpidana seperti Eddie Widiono terulang. Soalnya, hal tersebut  bisa meng­hambat proses pengung­kapan suatu perkara. Terlebih lagi, sebelumnya KPK secara resmi telah melansir agenda pemeriksaan Eddie Widiono kepada pers.

Dia menyampaikan duku­ngan atas ketegasan KPK me­nin­dak elit politik seperti Emir Moeis. Dia meminta, ketegasan dan keberanian sikap KPK ter­cermin di kasus-kasus yang lain­nya.  “Jadi tidak ada istilah te­bang-tebang pilih dalam me­nangani kasus yang melibatkan politisi atau pihak yang dekat dengan kekuasaan,” ucapnya.

Selama pengusutan perkara dilakukan secara proporsional dan profesional, maka sam­bungnya, KPK akan mendapat dukungan dari masyarakat. De­ngan kata lain, dia mengatakan, KPK tidak perlu ragu menindak siapa pun yang terbukti mela­kukan pelanggaran hukum atau korupsi. “Buktikan bahwa KPK mempunyai komitmen dan in­tegritas dalam menangani kasus korupsi,” ucapnya.

Dia mengharap, begitu surat izin pemeriksaan Eddie Wi­diono keluar, KPK bisa segera memanfaatkan kesempatan un­tuk memeriksa yang ber­sang­kutan. Dengan begitu, kasus ter­sebut menjadi jelas.

Jangan Sampai KPK Diintervensi

Daday Hudaya, Anggota Komisi III DPR

Politisi Partai Demokrat Da­day Hudaya menyatakan, pe­nyi­dik KPK memiliki kewe­nangan menentukan jalannya penyelidikan, penyidikan dan penuntutan.

Sepanjang bukti-bukti yang ada memenuhi unsur tindak pi­dana,  maka KPK bisa mene­tap­kan siapa pun sebagai tersangka kasus korupsi proyek pem­ba­ngu­nan PLTU Tarahan, La­m­pung. “KPK mempunyai kewe­nangan penuh menentukan ja­lannya proses penyidikan kasus ini,” ujarnya.

Dia berharap, pengusutan kasus ini dituntaskan secara pro­fesional. Artinya, jangan sampai KPK diintervensi pihak mana­pun. Atau sebaliknya, justru me­manfaatkan momen­tum pe­ngusutan perkara untuk mencari popularitas semata-mata.

Dia menambahkan, pene­ta­pan status tersangka mesti di­da­sari bukti-bukti yang kuat.  Jika sejauh ini masih ada se­jumlah bantahan dari tersangka maupun saksi, hendaknya hal ini disampaikan secara pro­por­sional. Dengan begitu, pe­nyi­dikan perkara menjadi tidak ter­ganggu.

Lebih jauh dia menyatakan, siapa pun yang diduga terlibat kasus hukum, idealnya mau me­ngikuti prosedur yang ada. Dari situ, harap dia, kualitas pe­negakan dan kesadaran hukum di masyarakat menjadi terg­am­b­ar dengan jelas. “Bukan malah sebaliknya menghindari proses hukum dengan cara-cara m­e­lawan hukum pula,” katanya.

Politisi asal Bandung ini me­ngingatkan, hukum tidak pan­dang bulu. Politisi pun tidak ke­bal hukum. Jika memang ter­bukti atau memenuhi unsur pelanggaran hukum, maka tetap harus ditindak sesuai ketentuan.  Yang paling pokok, alat bukti yang menyeret seseorang dalam suatu perkara hukum cukup.

Disinggung mengenai pe­me­riksaan terhadap Eddie Widiono yang gagal, Daday meminta KPK lebih fokus dalam me­na­ngani perkara.  Izin untuk meng­hadirkan seorang terpidana tentunya harus diberikan Dirjen Lapas.

“Di situ masih terlihat adanya kelemahan koordinasi antara KPK dan Ditjen Lapas. Prese­den gagalnya pemeriksaan se­perti ini hendaknya bisa di­antipasi jauh-jauh hari,” tan­dasnya. [Harian Rakyat Merdeka]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA