KPK kesulitan memeriksa bekas Direktur Utama PLN Eddie Widiono sebagai saksi perkara dugaan korupsi proyek PLTU Tarahan. Soalnya, KPK belum mengantongi surat izin pemeriksaan dari Dirjen Lembaga Pemasyarakatan. Izin pemeriksaan diperlukan karena Edi merupakan terpidana kasus lain.
Belum adanya izin pemerikÂsaÂan untuk Eddie, membuat KPK terÂpaksa menunda jadwal peÂmeÂrikÂsaan. Kata Kepala Bagian InÂformasi dan Pemberitaan KPK Priharsa Nugraha, agenda pemeÂriksaan Eddie pada Selasa (11/9) terpaksa ditunda.
Tapi, dia belum bisa meÂmaÂsÂtiÂkan sampai kapan penundaan peÂmeriksaan tersebut. Menurutnya, penundaan pemeriksaan terÂsangÂka sama sekali tidak mengganggu agenda penyidik menyelesaikan kasus dugaan korupsi ini.
Jadi, walapun sampai Rabu (12/9), penyidik belum menerima surat izin pemeriksaan Eddie, toh hal itu tidak menjadi kendala bagi KoÂmisi Pemberantasan Korupsi. “Pengusutan kasus ini tetap berjalan,†ujarnya, kemarin.
Priharsa yang dikonfirmasi sejauhmana pengusutan perkara ini berjalan, tidak mau bicara panÂjang lebar. Menurutnya, agenda pemeriksaan Eddie ditujukan untuk melengkapi berkas perkara tersangka Emir Moeis, anggota DPR dari Fraksi PDIP. “KeteraÂnganya untuk tersangka Emir Moeis,†ujarnya.
Menjawab pertanyaan seputar keberatan tim kuasa hukum Eddie, dia menyatakan, hal terÂsebut lumÂrah. Yang pasti, kendati pemeÂriksaan Eddie belum terÂlakÂsana, pada Selasa lalu, KPK telah meÂmeriksa dua saksi lain, yakni OliÂvia Pinkan, bekas karyawan Bank Mutiara dan Nyoman SukÂreni, karyawan Bank Mutiara.
Ia menolak merinci detil pemeÂriksaan kedua saksi tersebut. Tapi, dia tidak menepis bahwa sakÂsi tersebut diperiksa terkait duÂgaan transaksi di rekening tersangka Emir Moeis di bank tersebut.
Kepala Biro Humas KPK JoÂhan Budi Sapto Prabowo meÂnamÂbahkan, pengusutan kasus ini berlanjut. KPK tidak terpengaruh keberatan dari pihak Eddie. “PeÂnyidik bekerja sesuai prosedur yang berlaku,†tandasnya.
Menurut Wakil Ketua KPK Bambang Widjayanto, Eddie diÂduga mengetahui kasus yang meÂnyeret Emir Moeis sebagai terÂsangka ini. Soalnya, kasus ini terÂungkap lewat pengembangan perÂkara korupsi proyek Outsourcing roll out Customer Information SysÂtem-Rencana Induk Sistem Informasi (CIS-RISI) PLN DisÂtribusi Jakarta Raya (Disjaya)-TaÂngerang. Makanya, Edi akan diÂmintai keterangan sebagai saksi.
Kuasa hukum Eddie, Maqdir IsÂmail membantah bahwa klienÂnya terlibat skandal PLTU TaraÂhan. Dia bilang, perkara Tarahan tidak terkait dengan proyek CIS-RISI. PaÂsalnya, dalam pemeÂrikÂsaan kasus CIS-RISI, KPK sama sekali tiÂdak pernah menÂgÂkonÂfirÂmasi kaÂsus itu dengan kasus TaÂrahan.
“Tidak ada hubungan antara proyek Tarahan dengan CIS RISI,†ujarnya. Proyek CIS RISI itu berlangsung sejak awal 1990-an. Sementara, sambungÂnya, proÂyek Tarahan dimulai awal tahun 2000-an.
Dia juga mengatakan, sampai kemarin petang belum menerima pemberitahuan dari Dirjen Lapas terkait izin pemeriksaan kliennya. “Belum ada izin pemeriksaan dari Dirjen Lapas,†katanya.
Pada perkara CIS-RISI di PLN Distribusi Jakarta Raya TangeÂrang, bekas Dirut PLN Eddie WiÂdiono Suwondo telah divonis berÂsalah. Dia divonis hukuman lima tahun penjara. Dia didakwa meÂnyalahgunakan kewenangan seÂbaÂgaimana diatur Pasal 3 UU PemÂberantasan Korupsi. Eddie juga didakwa memerintahkan penunjukan langsung kepada PT Netway Utama untuk melakÂsaÂnakan proyek CIS-RISI senilai Rp 92,27 miliar.
REKA ULANG
Emir Moeis Jadi Tersangka Dan Dicegah Ke Luar Negeri
Ketua Komisi XI DPR, IzeÂdeÂrik Emir Moeis, resmi ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan peÂnerimaan hadiah atau janji, terÂkait proyek pembangunan PemÂbangkit Listrik Tenaga Uap TaÂraÂhan (PLTU) Lampung tahun 2004 sejak 20 Juli 2012.
Penetapan status tersangka diÂlaksanakan seiring dengan peÂnerÂbitan surat perintah penyidikan berÂnomor Sprin.Dik-36/01/07/2012.
Isi surat tersebut menerangkan status tersangka Emir pasca permintaan keterangan sejumlah saksi. Surat tersebut juga ditinÂdaklanjuti dengan permintaan agar Dirjen Imigrasi Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia untuk mencegah politisi PDIP itu bepergian ke luar negeri.
Surat permintaan cekal dikirim ke Dirjen Imigrasi tanggal 23 Juli lalu. Namun saat itu, Emir meÂngaku belum mengetahui tuÂduÂhan yang disangkakan kepaÂdaÂnya. Dia juga mengaku heran jika disebut menerima suap terkait tender boiler PLTU Tarahan yang dimenangi PT Alstom.
Ia menyebutkan, pada saat tenÂder tersebut, dia tak lagi berada di Komisi Energi DPR, tetapi suÂdah masuk ke Komisi Keuangan DPR. Saat itu, dia juga mengaku, tak tahu menahu perihal penÂceÂgaÂhan dirinya oleh pihak imigÂrasi. Pasalnya, sekalipun waktu itu statusnya sudah menjadi terÂsangka, dia belum pernah diÂpeÂriksa KPK. “Aku belum tahu, beÂlum pernah dipanggil oleh KPK. Kita tunggu saja,†ucapnya, Selasa (24/7).
Ketika disinggung kasus proÂyek pembangunan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) di TaÂraÂhan, Lampung, yang ditangani KPK, Emir kembali mengaku tak tahu menahu kasus itu. Dia biÂlang, urusan tersebut bukan menÂjadi urusan komisinya (Komisi Keuangan DPR). “Saya nggak tahu. Karena itu bukan domain saya,†katanya.
Sejauh ini, nama Emir sering disebut dalam beberapa kasus yang ditangani Komisi PemÂbeÂranÂtasan Korupsi. Selain kasus PLTU Tarahan, nama Emir juga disebut-sebut dalam kasus suap peÂmilihan Deputi Gubernur SeÂnior Bank Indonesia Miranda Goeltom.
Menurut Wakil Ketua KPK BamÂbang Widjojanto, Emir diÂsangka menerima suap terkait proÂyek pembangunan PemÂbangÂkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) di Tarahan, Lampung, tahun 2004. Suap sebesar 300 ribu Dolar AmeÂrika itu, diduga berasal dari PT Alstom Indonesia. Emir diÂsangka melanggar Pasal 5 ayat (2) atau Pasal 12 huruf a dan huÂruf b atau Pasal 11 atau Pasal 12B UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor. AncaÂman pidana maksimal selama 20 tahun penjara dan pidana denda paling banyak Rp 1 miliar. NaÂmun, Emir membantah keras bahÂwa dirinya menerima uang terkait proyek tersebut.
Minta Koordinasi Ditingkatkan
Hifdzil Alim, Peneliti Pukat UGM
Aktivis Pusat Kajian Anti KoÂrupsi Universitas Gajah Mada (Pukat-UGM) Hifdzil Alim mengapresiasi langkah KPK yang ingin mengorek keteÂraÂngan bekas Dirut PLN, Eddie Widiono dalam kasus proyek PLTU Tarahan, Lampung.
Tapi, menurutnya, agenda peÂmeriksaan yang sempat terÂtunda hendaknya diatasi secara cepat. “Hal ini menjadi catatan penting, agar kasus tersebut menjadi terbuka atau terang-benderang,†ujarnya.
Disampaikan, intensitas koorÂdinasi KPK dengan Ditjen Lapas harus bisa ditingkatkan. Kedua lembaga tersebut meÂngemban tugas yang penting. Apalagi, pemeriksaan-pemeÂrikÂsaan oleh penyidik KPK kerap terkait dengan saksi yang berÂstatus sebagai narapidana.
Jangan sampai, lanjutnya, preseden batalnya pemeriksaan saksi yang berstatus terpidana seperti Eddie Widiono terulang. Soalnya, hal tersebut bisa mengÂhambat proses pengungÂkapan suatu perkara. Terlebih lagi, sebelumnya KPK secara resmi telah melansir agenda pemeriksaan Eddie Widiono kepada pers.
Dia menyampaikan dukuÂngan atas ketegasan KPK meÂninÂdak elit politik seperti Emir Moeis. Dia meminta, ketegasan dan keberanian sikap KPK terÂcermin di kasus-kasus yang lainÂnya. “Jadi tidak ada istilah teÂbang-tebang pilih dalam meÂnangani kasus yang melibatkan politisi atau pihak yang dekat dengan kekuasaan,†ucapnya.
Selama pengusutan perkara dilakukan secara proporsional dan profesional, maka samÂbungnya, KPK akan mendapat dukungan dari masyarakat. DeÂngan kata lain, dia mengatakan, KPK tidak perlu ragu menindak siapa pun yang terbukti melaÂkukan pelanggaran hukum atau korupsi. “Buktikan bahwa KPK mempunyai komitmen dan inÂtegritas dalam menangani kasus korupsi,†ucapnya.
Dia mengharap, begitu surat izin pemeriksaan Eddie WiÂdiono keluar, KPK bisa segera memanfaatkan kesempatan unÂtuk memeriksa yang berÂsangÂkutan. Dengan begitu, kasus terÂsebut menjadi jelas.
Jangan Sampai KPK Diintervensi
Daday Hudaya, Anggota Komisi III DPR
Politisi Partai Demokrat DaÂday Hudaya menyatakan, peÂnyiÂdik KPK memiliki keweÂnangan menentukan jalannya penyelidikan, penyidikan dan penuntutan.
Sepanjang bukti-bukti yang ada memenuhi unsur tindak piÂdana, maka KPK bisa meneÂtapÂkan siapa pun sebagai tersangka kasus korupsi proyek pemÂbaÂnguÂnan PLTU Tarahan, LaÂmÂpung. “KPK mempunyai keweÂnangan penuh menentukan jaÂlannya proses penyidikan kasus ini,†ujarnya.
Dia berharap, pengusutan kasus ini dituntaskan secara proÂfesional. Artinya, jangan sampai KPK diintervensi pihak manaÂpun. Atau sebaliknya, justru meÂmanfaatkan momenÂtum peÂngusutan perkara untuk mencari popularitas semata-mata.
Dia menambahkan, peneÂtaÂpan status tersangka mesti diÂdaÂsari bukti-bukti yang kuat. Jika sejauh ini masih ada seÂjumlah bantahan dari tersangka maupun saksi, hendaknya hal ini disampaikan secara proÂporÂsional. Dengan begitu, peÂnyiÂdikan perkara menjadi tidak terÂganggu.
Lebih jauh dia menyatakan, siapa pun yang diduga terlibat kasus hukum, idealnya mau meÂngikuti prosedur yang ada. Dari situ, harap dia, kualitas peÂnegakan dan kesadaran hukum di masyarakat menjadi tergÂamÂbÂar dengan jelas. “Bukan malah sebaliknya menghindari proses hukum dengan cara-cara mÂeÂlawan hukum pula,†katanya.
Politisi asal Bandung ini meÂngingatkan, hukum tidak panÂdang bulu. Politisi pun tidak keÂbal hukum. Jika memang terÂbukti atau memenuhi unsur pelanggaran hukum, maka tetap harus ditindak sesuai ketentuan. Yang paling pokok, alat bukti yang menyeret seseorang dalam suatu perkara hukum cukup.
Disinggung mengenai peÂmeÂriksaan terhadap Eddie Widiono yang gagal, Daday meminta KPK lebih fokus dalam meÂnaÂngani perkara. Izin untuk mengÂhadirkan seorang terpidana tentunya harus diberikan Dirjen Lapas.
“Di situ masih terlihat adanya kelemahan koordinasi antara KPK dan Ditjen Lapas. PreseÂden gagalnya pemeriksaan seÂperti ini hendaknya bisa diÂantipasi jauh-jauh hari,†tanÂdasnya. [Harian Rakyat Merdeka]
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: