Kejagung Periksa Pejabat BP Migas Terkait Chevron

BPKP Belum Tuntas Hitung Kerugian Negara

Rabu, 12 September 2012, 09:26 WIB
Kejagung Periksa Pejabat BP Migas Terkait Chevron
PT Chevron Pasific Indonesia (CPI)
rmol news logo Kejaksaan Agung masih menelisik keterlibatan sejumlah pihak dalam kasus dugaan korupsi proyek Bioremediasi fiktif PT Chevron Pasific Indonesia (CPI). Selain memeriksa tersangka, penyidik juga memeriksa sejumlah saksi baik dari Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) dan BP Migas.

“Hari ini, dilakukan pemerik­sa­an terhadap Saksi M Hatta Fil­sa­wan, Kadis Pengendalian pada Divisi Pengendalian Program dan Anggaran BP Migas,” ujar Ka­puspenkum Kejaksaan Agung Adi Toegarisman, kemarin.

Saksi diperiksa sejak pukul 10.00 WIB. Namun Adi belum mau menjabarkan materi peme­rik­saan. Dia memastikan, pe­me­rik­saan ditujukan untuk menggali bukti-bukti tambahan.  “Pe­me­rik­saan saksi dilakukan untuk me­leng­kapi berkas perkara ters­ang­ka. Di luar itu juga ditujukan guna mem­pelajari kemungkinan keter­li­batan pihak lainnya,” ucapnya.

Sehubungan dengan upaya menggali fakta-fakta dalam kasus ini, Direktur Penyidikan pada Jak­sa Agung Muda Bidang Pida­na Khusus (Dirdik-Jampidsus) Ke­­jagung Arnold Angkow me­nam­bah­kan, penyidik memer­lu­kan be­berapa alat bukti tambahan untuk memperkuat memori tuntutan.

Diinformasikan, sejauh ini pi­haknya sudah hampir masuk ta­hap penuntutan. Oleh karenanya, pemeriksaan saksi tambahan di­geber guna mencocokkan selu­ruh bukti-bukti yang ada.

“Saksi dipe­rik­sa untuk tersang­ka,” tan­dasnya. Senada dengan Adi, dia bilang, pemeriksaan sak­si tam­bahan dilaksanakan untuk me­nambah alat bukti.

Alat bukti vital yang saat ini ma­sih perlu dilengkapi, menu­rut­nya, meliputi dokumen data-data transaksi dan dokumen  pen­du­kung lainnya. Bekas Kepala Ke­jaksaan Tinggi (Kajati) Sulut ini optimis, jajarannya mampu me­nye­lesaikan perkara yang sudah lama ditangani kejaksaan.

Tapi saat disinggung mengenai total kerugian negara akibat kasus ini, Arnold belum bisa menj­e­las­kan secara gamblang. Masa­lah­nya, hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (BPKP) belum tuntas.

“Nilai ke­rugian negara terkait perkara Chev­ron masih dihitung. Masih diproses BPKP,” tuturnya. Untuk membantu mengetahui total ke­rugian negara tersebut, maka Kejagung melakukan se­rang­kaian pemeriksaan tambahan pada saksi-saksi. Termasuk m­e­me­riksa saksi M Hatta Filsawan.

Lebih jauh, Arnold mema­s­ti­kan, begitu berkas penuntutan ma­suk ke pengadilan, pihaknya akan menahan para tersangka. Untuk kepentingan memantau per­gerakan tersangka kasus ini, pi­haknya telah ber­koor­dinasi de­ngan jajaran Jamintel Kejagung. Dia meyakinkan, ke­be­radaan ter­sangka Alexiat Tir­tawijaya di Ame­rika Serikat pun tak luput dari pantauan timnya.

Dikatakan, PT CPI telah mem­beri garansi atau jaminan pada jak­sa. Isinya menyatakan bahwa ter­­sangka Alexiat tetap akan mem­­p­ertanggungjawabkan tin­dakannya sesuai hukum yang ber­laku. “Dia tidak akan melarikan diri atau menghilangkan barang bukti,” jelasnya. Dikemukakan, kepentingan tersangka berada di Amerika ditujukan untuk mene­mani suaminya yang sakit.

Koordinasi untuk memantau tersangka, sebutnya, dilakukan oleh utusan dari Kedutaan Besar In­donesia di Amerika Serikat. Ke­jagung pun telah meminta oto­ritas Amerika untuk memasukan nama tersangka dalam daftar orang yang bermasalah dengan hukum Indonesia. “Ada tim yang senantiasa mengawasi tersangka di sana.”

Arnold menepis anggapan bah­wa Kejagung tak serius me­ng­garap perkara ini. Buktinya, kata dia lagi, selain memfokuskan pe­ngusutan pada PT CPI, pihak­nya juga mengembangkan penyi­di­kan pada BP Migas dan Ke­men­terian Lingkungan Hidup.  Sebe­lum pemeriksaan saksi M Hatta Filsawan, penyidik juga me­me­riksa dua saksi lain pada Selasa, 14 Agustus 2012. Dua saksi itu adalah seorang teknisi lapangan dari PT Sumigita Jaya bernama Syafrul dan Direktur PT Sumigita Jaya bernama Herland.

Dalam kasus ini, Herlan su­dah ditetapkan sebagai ter­sang­ka. Pada pemeriksaan tersebut, Her­lan diperiksa dalam kapa­sitas se­ba­gai saksi untuk ter­sang­ka lain. Diketahui, Keja­gung sudah me­ne­tapkan tujuh te­rsangka kasus ini.

Ketujuh tersangka itu antara lain, dua berasal dari pihak KSO, yakni Dirut PT Sumigita Jaya, Her­lan dan Ricksy Prematuri dari PT Green Planet Indonesia. Lima tersangka lain yaitu Endah Ru­biyanti, Widodo, Kukuh dan Bach­tiar Abdul Fatah, dan Ale­xiat. Kelima tersangka tersebut berasal dari PT CPI.

Kasus ini berawal dari proyek pemulihan lahan bekas eksplorasi di Duri, Riau sejak 2003 - 2011. Proyek senilai 270 juta dolar AS ini diduga fiktif. Namun de­mi­ki­an, Kementerian Lingkungan Hi­dup tetap memberikan rekomen­dasi pada BP Migas untuk mem­bayar proyek bioremediasi yang dikerjakan CPI dan dua KSO. Aki­batnya negara diduga dirugi­kan sekitar Rp 200 miliar.

REKA ULANG

5 Anggota Dewan Pakar KLH Bisa Tersangka

Pada pemeriksaan terdahulu, penyidik Kejaksaan Agung sempat menggarap lima anggota Dewan Pakar Kementerian Ling­kungan Hidup (KLH). Kelima De­wan Pakar KLH yang juga tim ahli PT Chevron dimintai kete­ra­ngan­nya sebagai saksi.  Pertim­ba­ngannya, mereka dinilai me­ngetahui sejumlah dugaan re­ka­yasa dalam proyek bioremediasi fiktif ini.

“Pemeriksaan terhadap dewan pakar dari KLH itu terkait reko­mendasi dan pemberian ijin bio­re­mediasi serta pemberian peng­hargaan pada PT CPI,” ujar Ka­pus­penkum Kejagung Adi M Toe­garisman, Senin, 18 Juni 2012. De­wan pakar KLH itu ada­lah Chandra Setiadi, Edwan Kardena, Yayat Dhahiyat,  Herry Y Hadi­kusumah dan Suwarno. Me­nurut Adi, pihaknya masih terus men­da­lami dan me­ngem­bangkan pe­nyidikan terhadap mereka.

Bahkan, bekas Kajati  Kepri itu me­nyampaikan, tak tertutup ke­mungkinan kelima orang itu di­tetapkan sebagai tersangka. “Kita harus melihat hasil pemeriksaan se­cara keseluruhan lebih dulu. Ja­ngan terlalu terburu-buru, kalau me­mang ditemukan alat bukti yang cukup ya tidak tertutup ke­mungkinan akan ditetapkan se­bagai tersangka,” jelasnya.

Kasus proyek fiktif pemulihan lingkungan ini, berawal dari per­jan­jian antara Badan Pelaksana Usa­ha Hulu Minyak dan Gas Bumi (BP Migas) dan Chevron. Sa­lah satu poin perjanjian, me­ngatur ten­tang biaya untuk me­la­kukan­ pe­mulihan lingkungan (cost reco­very) dengan cara bio­remediasi.

Bioremediasi adalah teknik pe­normalan tanah setelah terkena lim­bah minyak. Kegiatan biore­mediasi ini seharusnya dilakukan sejak 2003 sampai 2011. CPI te­lah menunjuk dua perusahaan lain untuk melakukan bio­re­me­dia­si, yaitu PT Green Planet Indo­nesia (GPI) dan PT Sumigita Jaya (SJ).

Namun kegiatan bioremediasi yang seharusnya dilakukan se­la­ma perjanjian berlangsung, tidak di­laksanakan GPI dan SJ.  Pa­da­hal untuk melakukan bio­re­me­diasi, anggaran sebesar 270 juta Dolar Amerika telah diajukan ke BP Migas dan telah dicairkan. Ka­renanya, program bior­e­med­ia­si itu diduga fiktif. Akibatnya, ne­gara dirugikan 270 juta dolar Ame­rika atau sekitar Rp 200 miliar.

Kejagung menduga, kasus ko­rupsi proyek bioremediasi di Riau ini, melibatkan Kementerian Ling­kungan Hidup (KLH).  Ka­rena itu, kejaksaan me­mper­ta­nya­kan peran KLH yang memberi rekomendasi pada BP Migas agar membayar klaim proyek bio­remediasi.

Jaksa Agung Muda Pidana Khu­sus (JAmpidus) Kejagung Andhi Nirwanto mengatakan, ke­terlibatan pihak KLH dan BP Mi­gas akan didalami. Namun, prio­ritas utama saat ini adalah uji la­bo­ratorium terhadap 20 sampel tanah hasil bioremediasi di Riau. “Justru itu kita dalami lebih lanjut setelah kita mendapatkan hasil yang pasti dari uji laboratorium tersebut,” kata Andhi, Jumat (16/6). Dia menambahkan, bila uji laboratorium di kejaksaan selesai, maka penyidik akan menentukan langkah-langkah selanjutnya dalam mengusut kasus ini.

Secara terpisah, Direktur Pe­nyi­dikan (Dirdik) pada Jam­pid­sus Arnold Angkouw men­je­las­kan, seharusnya uji laboratorium dilakukan tertutup. Karena m­e­ru­pakan bagian dari penyidikan. Tetapi, untuk menghindari ke­cu­ri­gaan, maka uji sampel dila­ku­kan dengan melibatkan pihak-pi­hak terkait, seperti pihak KLH, Ba­ppedalda, PT Chevron Pacific In­donesia dan juga para ter­sangka.

Jangan Cari Celah Melokalisir Kasus

Taslim Chaniago, Anggota Komisi III DPR

Anggota Komisi III DPR Tas­lim Chaniago menyatakan, kasus bioremediasi fiktif oleh PT Chevron Pasific Indonesia atau CPI ini termasuk kasus yang sudah lama disidik kejak­saan. Di luar itu, kasus ini juga me­nim­bul­kan kerugian negara dalam jumlah besar. Karena itu,  aneh bila kasus ini tak kun­jung tuntas.

“Memang agak aneh saja, ke­napa sudah ada tujuh tersangka kok belum ada penahanan sama sekali. Mmasyarakat kecil saja yang mencuri dengan jumlah sangat kecil begitu cepatnya jadi tersangka dan ditahan,” ujar Taslim, kemarin.

Politisi PAN itu juga mem­pertanyakan, dasar kejaksaan menetapkan status tersangka yang masih berasal dari pihak swasta saja. Menurutnya, bila bukti-bukti yang ada sudah men­cukupi, idealnya kejaksaan juga proporsional menindak pihak dari BP Migas maupun KLH.

Terlebih, katanya, kasus ko­rupsi ini terjadi setelah adanya persekongkolan antara kedua belah pihak. Baik pihak swasta maupun institusi pemerintah. Lebih jauh, dia menilai, belum ada­nya penahanan terhadap para tersangka, berpeluang mem­buat kasus ini dianggap kecil.

“Masih berkeliarannya para tersangka ini akan mem­berikan peluang mereka untuk menga­bur­kan kasus ini secara bersa­ma. Hal-hal atau tindakan ter­sang­ka yang berpotensi meng­hilangkan barang bukti ini harus dicermati oleh jaksa,” katanya.

Dia curiga, sikap jaksa yang tak menahan tersangka kasus ini justru dijadikan celah bagi jaksa untuk ikut dalam per­mai­nan menyesatkan tersebut. Dia menduga, jangan-jangan para koruptor di kasus ini sudah ber­hasil mempengaruhi jaksa agar secara sengaja meng­hi­langkan barang bukti. Sehingga dengan be­gitu,  kasus ini tidak bisa di­tin­daklanjuti atau ditutup de­ngan alasan tidak cukup bukti.

Dia khawatir, kinerja kejak­saan yang kurang transparan dan progresif menangani kasus ini akan menguntungkan para tersangka. Jika hal itu yang ter­jadi, dia yakin, citra kejaksaan pun akan terpuruk.

“Mudah-mu­dahan kecuriga­an saya terkait cara-cara jaksa men­cari celah untuk melo­ka­lisir kasus ini salah,” ujarnya. Dia meng­ha­rapkan, jaksa lebih pro­gresif me­nangani kasus ini. Se­tidaknya, se­cara kontinyu mau menya­m­pai­kan apa hasil penyi­di­kan yang ada pada publik.

Bukan Zamannya Mengumbar Janji

Alex Sato Bya, Bekas Jaksa Agung Muda

Bekas Jaksa Agung Muda Perdata dan tata Usaha Negara (Jamdatun) Alex Sato Bya me­nyampaikan, kasus korupsi pe­ngadaan bioremediasi fiktif oleh PT Chevron Pasific In­do­ne­sia atau CPI ini bukanlah ka­sus kecil. Kasus inipun sudah me­njadi sorotan publik. Karena itu, dia berharap, penyidik Ke­ja­gung, mesti segera melakukan pembuk­tian perkara di pengadilan.

“Saya kira kasus ini sekarang sudah ditunggu masyarakat. Apalagi Kejaksaan Agung sudah memberi sinyal bahwa kasus ini akan naik penuntutan. Itu harus bisa segera dikong­kri­tkan,” ujarnya, kemarin.

Bekas Ketua Umum Kesa­tuan Aksi Pemuda Pelajar In­do­nesia (Kappi) Sumatera Selatan 66 itu mengingatkan, Kejagung hendaknya memproses penyi­di­kan secara proporsional alias ti­d­ak berbelit-belit. Maksudnya, per­kara besar seperti kasus ini hendaknya tidak digantung ter­lalu lama. “Perkara-perkara yang menonjol seperti Chevron ini jangan dibuat berlarut-larut.”

Apalagi, lanjut lelaki asal Go­rontalo itu, saat ini masya­rakat tengah menunggu gebrakan nyata Kejaksaan Agung dalam me­nuntaskan kasus-kasus ko­rupsi besar. Jadi sambungnya, ma­syarakat sekarang tidak tu­tup mata melihat penanganan ka­sus seperti yang terjadi pada proyek fiktif bioremediasi PT Chevron Pasific Indonesia ini.

“Ingat, ini bukan perkara ke­cil. Dan dugaan kerugian ne­ga­ra­n­ya pun tidak sedikit. Ma­sya­rakat pasti tidak akan tutup mata,” tambahnya. Alex ber­ha­rap, dalam satu atau dua pekan ke depan, Kejagung dapat mem­buktikan janjinya, segera menaikkan perkara ini ke tahap penuntutan.

Tepatnya janji penyidik ke­jaksaan tersebut, tentu akan diapresiasi masyarakat secara po­­sitif.  Dia menggaris bawahi, jika sekedar mengumbar janji-janji saja, hal tersebut akan mem­buat masyarakat makin muak dengan kejaksaan.

 â€œSaat ini sudah bukan za­mannya lagi mengumbar janji-janji yang tak diikuti bukti yang kongkrit,” tegasnya. [Harian Rakyat Merdeka]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA