Demikian disampaikan pengamat perminyakan yang juga Ketua Center for Petroleum and Energy Economics Studies (CPEES), Dr Kurtubi, saat mengadukan harian
Kompas ke Dewan Pers di Jalan Kebon Sirih, Jakarta Pusat (Selasa, 11/9).
"Itu (iklan UU Migas) memutarbalikkan fakta. Iklan Migas menyebutkan jika UU-nya tidak bertentangan dengan UUD 45, itu salah! (Mahkamah Konstitusi) MK sudah mencabut empat pasal dari UU migas. Pasal pokok pula yang dicabut yaitu 12 ayat 3 karena jelas dinilai bertentangan dengan konstitusi," jelas Kurtubi.
Kurtubi pun menilai bila iklan yang menyatakan UU migas tidak menghilangkan kedaulatan negara bertolak belakang dengan keadaan sebenarnya. Faktanya, BP Migas yang dibentuk pemerintah sebagai kuasa tambang yang diserahi tugas untuk tanda tangan kontrak dengan investor, ternyata tidak punya aset.
"Pemerintah menjadi pihak yang berkontrak, dan tidak berdaulat. Iklan ini juga bohong tentang kedaulatan," tegasnya.
Sebagaimana diketahui, pada tanggal 9 Agustus lalu, di halaman 21 Harian
Kompas, ada iklan kaleng berbentuk opini. Tidak jelas siapa penulis opini dengan judul besar
Ramai-Ramai Menggugat UU Migas yang menghabiskan setengah halaman ini. Namun yang pasti, di sebelah kanan atas, tertulis tulisan iklan.
Tulisan setengah halaman ini juga ingin menegaskan bahwa gugatan ke MK soal UU Nomor 22/2001 tentang Minyak dan Gas (Migas) itu keliru. Tulisan ini juga menyimpulkan bahwa UU Migas tidak bertentangan dengan UUD 1945, tidak menghilangkan kedaulatan negara, dan tidak merugikan negara.
[ysa]
BERITA TERKAIT: