Bekas Bos Kartini Marpaung Masuk Radar Penyidik KPK

Perkara Suap Terhadap Hakim Tipikor Semarang

Rabu, 29 Agustus 2012, 10:10 WIB
Bekas Bos Kartini Marpaung Masuk Radar Penyidik KPK
KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI

rmol news logo KPK menelisik dugaan keterlibatan hakim lain dalam perkara suap terhadap hakim Pengadilan Tipikor Kartini Juliana Marpaung dan Heru Kusbandono.

“Sepanjang bukti-bukti dan keterangan yang kami peroleh men­dukung, kami akan me­ngem­bangkannya ke arah sana,” ujar Wakil Ketua KPK Busyro Mu­qoddas di Gedung KPK, Jalan Ra­suna Said, Kuningan, Jakarta Se­latan, kemarin.

Kartini ditetapkan sebagai ter­sangka karena diduga menerima suap Rp 150 juta terkait pe­na­nga­nan perkara korupsi peme­li­ha­raan mobil dinas DPRD Kabu­pa­ten Grobogan, Jawa Tengah di Pe­ngadilan Tipikor Semarang. Salah seorang terdakwa kasus ini adalah Ketua DPRD Grobogan Muhammad Yaeni. Dalam per­kara ini, Kartini bertindak sebagai salah satu hakim anggota.

Kartini ditangkap petugas KPK di halaman Pengadilan Negeri Semarang seusai upacara pe­ringatan HUT Kemerdekaan RI. KPK juga menangkap rekan Kar­tini, hakim Pengadilan Ti­pikor Pontianak Heru Kis­bandono dan pe­ngusaha Sri Dar­tuti yang di­sangka sebagai pem­beri suap.

Nah, menurut Busyro, KPK ti­dak akan berhenti pada tiga ter­sangka itu saja. KPK akan me­ngembangkan kasus ini, apakah melibatkan hakim lainnya yang pernah satu majelis hakim dengan Kartini dalam perkara itu. Maka­nya, hakim Lilik yang pernah menjadi Ketua Majelis Hakim de­ngan hakim anggotanya Kar­tini, akan dimintai keterangan. Ibaratnya, bekas bos Kartini da­lam majelis hakim itu, telah ma­suk radar penyidik KPK untuk di­periksa sebagai saksi.

“Bisa jadi termasuk sampai ke Ibu Lilik yang sudah dipindahkan itu. Tidak tertutup kemungkinan akan diperiksa sepanjang ada keterangan-keterangan yang me­merlukan klarifikasi dari dia, ka­rena dia dulu satu tim,” ujarnya.

Apalagi, Ketua dan anggota ma­jelis hakim yang tengah me­nangani kasus tersebut, tentu di­periksa sebagai saksi. Makanya, kemarin, penyidik KPK m­e­ngo­rek keterangan Ketua Majelis Ha­kim kasus korupsi ini, yakni Prag­sono dan hakim anggota As­madinata serta pihak swasta ber­nama Yunan. “Mereka diperiksa sebagai saksi,” kata Kepala Biro Humas KPK Johan Budi Sapto Prabowo.

Akan tetapi, tiga saksi tersebut tidak diperiksa di Gedung KPK, melainkan di kantor Kejaksaan Tinggi Jawa Tengah. Jadi, KPK mengirim timnya ke Semarang untuk mengorek keterangan para saksi tersebut. “Pemeriksaan di­la­kukan di Semarang,” ujarnya.

Sehari sebelumnya, penyidik KPK memeriksa Ketua DPRD Grobogan Muhammad Yaeni, ter­dakwa kasus korupsi peme­li­ha­ra­an mobil dinas DPRD Grobogan se­nilai Rp 1,9 miliar, yang perka­ranya ditangani hakim Kartini ber­sama Ketua Majelis Hakim Pra­gsono dan Asmadinata.

Menurut Johan, pemeriksaan Yaeni juga dilakukan di kantor Kejaksaan Tinggi Jawa Tengah. “Hari ini, ada tiga saksi yang akan diperiksa untuk penyidikan kasus yang melibatkan KJM, dua di­antaranya adalah Muhammad Yaeni dan Suyatmo,” ujarnya pada Senin (27/8).

Suyatno adalah bekas Kepala PT Adhi Karya cabang Sema­rang-DI Jogjakarta yang per­ka­ra­nya diputus bebas oleh majelis hakim Pengadilan Tipikor Se­ma­rang akhir tahun lalu. Hakim yang menyidangkan kasus ter­se­but adalah Kartini Marpaung, Lilik Nurani dan Asmadinata.

Sementara, Yaeni yang juga adik kandung Sri Dartuti di­pe­riksa untuk melihat kaitan an­tara Sri Dartuti dengan hakim Kar­tini dan hakim Heru. Penyi­dik KPK men­duga, Yaeni me­nyuruh ka­kaknya menyuap Kar­tini melalui Heru.

Meski mengakui materi peme­riksaan, kuasa hukum Yaeni, Agus Nurudin membantah klien­nya menyuruh Sri Dartuti me­nyuap majelis hakim. “Tidak ada kaitannya. Meski adik kandung kan tidak berarti bisa diperintah,” elaknya ketika dikonfirmasi.

Agus mengakui kliennya me­ngenal Heru. Namun, Agus me­nyatakan bahwa hubungan kl­ien­nya dengan Heru sebatas teman. Heru sebelum menjadi hakim berprofesi sebagai ad­vokat.

REKA ULANG

Hakim Pragsono Siap Dipecat

Saat istirahat dari pemeriksaan KPK di kantor Kejaksaan Tinggi Jawa Tengah, Semarang, kema­rin, hakim Pragsono menyatakan kesiapannya untuk dicopot jaba­tannya sebagai hakim karier.

Dia juga mengaku siap dipecat jika terbukti terlibat kasus suap yang disangka dilakukan Sri Dar­tuti bersama hakim ad hoc Heru Kusbandono kepada hakim ad hoc Kartini Marpaung. “Saya su­dah siap. Siap semuanya. Dipecat siap, jadi tersangka juga siap,” ujar Pragsono.

Pragsono mengaku, sebelum kejadian, dia sudah berusaha me­nahan Heru agar tidak datang ke Semarang atau melakukan suap kepada Kartini. “Tapi, upaya saya itu rupanya tidak berhasil, ya su­dah begitu saja,” katanya.

Seperti diketahui, Pragsono adalah Ketua Majelis Hakim kasus korupsi biaya pemeliharaan mobil dinas DPRD Grobogan. Anggota majelis hakimnya antara lain Kartini Marpaung. Terdakwa kasus ini antara lain Ketua DPRD Grobogan M Yaeni.

Perihal adanya komunikasi dengan Kartini, Pragsono tidak mengelak. Namun, dia mengaku, percakapannya dengan Kartini hanya sekali itu.

Saat ditanya, apakah dalam per­­cakapan itu, dia berencana untuk menikmati uang suap, Prag­sono membantah. Sebab, dia mengaku, menjelang Lebaran atau sebelum kejadian, dirinya sudah melaporkan ke Mahkamah Agung akan ada suap tersebut.

“Bukti yang di tangan KPK itu ya biar saja. Yang penting saya sudah proaktif untuk mencegah suap dengan lapor ke MA. Saya melapor ya, terkait apa yang saya ketahui tentang kasus suap ini. Orang benar itu tidak usah takut,” katanya membela diri.

Selain Pragsono, penyidik KPK juga memeriksa hakim ad hoc Asmadinata. Namun seusai pemeriksaan, Asmadinata yang dikerumuni awak media enggan memberikan komentar sepatah kata pun. KPK juga telah me­me­riksa Yaeni sebagai saksi kasus suap ini pada Senin (27/8) lalu.

Seperti diberitakan sebelum­nya, pada Jumat (17/8) lalu, tim KPK melakukan operasi tangkap ta­ngan (OTT) terhadap hakim ad hoc Pengadilan Tipikor Sema­rang Kartini Marpaung. Kartini ditangkap bersama Sri Dartuti dan Heru Kusbandono. Ketiga­nya ditangkap seusai melakukan transaksi suap di halaman Penga­dilan Negeri Semarang.

Diduga, suap berasal dari Sri Dartutik, adik M Yaeni dengan menggunakan jasa perantara Heru. Heru berperan mem­per­te­mu­kan Kartini dengan Sri.

Dari tangan Kartini, KPK me­nyita uang Rp 150 juta dan be­be­rapa dokumen. Kini, ketiganya di­tahan KPK sebagai tersangka.

Dalam kasus korupsi biaya pe­rawatan mobil dinas DPRD Gro­bogan, Yaeni divonis pidana pen­­jara 2 tahun 5 bulan, serta den­da Rp 50 juta subsidair empat bulan kurungan. Yaeni juga di­jatuhi pi­dana tam­bahan berupa uang peng­ganti sebesar Rp 187 juta sub­sidair sembilan bulan penjara.


Benteng Terakhir Mesti Diancam Lebih Berat

Boyamin Saiman, Koordinator LSM MAKI

Koordinator LSM Ma­sya­­rakat Anti Korupsi Indo­nesia (MAKI) Boyamin Saiman menyatakan, kasus suap ter­hadap dua hakim adhoc Penga­di­lan Tindak Pidana Korupsi (Ti­pikor) menjadi indikasi le­mahnya pengawasan terhadap hakim. “Peran pengawasan dan kontrol terhadap hakim masih lemah,” ujarnya.

Lantaran itu, dia meminta me­kanisme pengawasan terha­dap hakim diintensifkan. Soal­nya, hakim merupakan benteng terakhir pencari keadilan. Jika hakim masih rentan suap, nasib keadilan masyarakat menjadi terancam. “Menjadi pertaruhan besar dalam proses penegakan hukum,” ucapnya.

Akibat peristiwa itu, menurut Boyamin, kedua hakim tersebut layak mendapatkan ancaman hukuman ekstra berat. Apalagi, jika dalam penyidikan KPK me­nemukan bukti bahwa suap me­nyuap oleh keduanya sudah berlangsung lama.

Menurut dia, ancaman huku­man kepada hakim memang mesti diperberat. Soalnya, ha­kim adalah benteng terakhir pen­cari keadilan. Apalagi, seba­gai insan penegak hukum, hakim memahami seluk beluk hukum.

Jadi, jika mereka melakukan pelanggaran hukum, sanksinya harus lebih berat dibanding sanksi hukum bagi masyarakat biasa. “Kalau penegak hukum me­lakukan pelanggaran hu­kum, minimal bentuk per­tang­gungjawabannya harus dua kali lipat dari pelanggaran hukum m­asyarakat sipil biasa,” tandasnya.

Aplikasi penindakan yang lebih berat tersebut, me­nu­rut­nya, akan berdampak signifi­kan. “Sekurang-kurangnya, ha­kim akan berpikir ekstra ketika hendak berkolaborasi dalam melakukan kejahatan,” ujar Boyamin.

Data Hakim Itu Mesti Diteliti Secara Seksama

Nudirman Munir, Anggota Komisi III DPR

Anggota Komisi III DPR Nudirman Munir mengapresiasi langkah KPK mengembangkan kasus suap terhadap hakim Pe­ngadilan Tipikor Semarang.

Dia juga meminta Komisi Pem­berantasan Korupsi untuk tidak ragu-ragu menindak pihak lain yang terlibat kasus ini.  Nu­dirman menambahkan, usaha penyuapan terhadap hakim me­nunjukkan bahwa mafia hukum masih subur di negeri ini. Bah­kan, duganya, sudah masuk ke lingkaran dalam penegak hu­kum. “Patut diduga, mereka su­dah melekat di institusi penegak hukum,” tandasnya.

Lantaran itu, menurut dia, penanganan masalah seperti ini mesti ekstra serius. Tidak bisa dilaksanakan hanya sampai di sini. “Diperlukan kesungguhan yang luar biasa dalam me­nun­taskan persoalan tersebut,” kata anggota DPR dari Partai Golkar ini.

Menurut Nudirman, langkah KPK yang mengusut dugaan ke­terlibatan pihak lain, hen­dak­nya didukung semua kalangan. “Jika ada hakim yang menerima suap, pasti ada pihak yang mem­beri suap. Ini harus di­bongkar,” tandasnya.

Dia pun berharap, data karier dua hakim yang diduga berma­sa­lah itu diteliti seksama. Ja­ngan-jangan, curiganya, kasus-kasus yang ditangani kedua ha­kim itu juga diwarnai unsur suap. “Tidak salah jika pe­nye­li­dikan dan penyidikan kasus ini me­ngarah ke segala penjuru. Asal­kan, proses penuntasan perkara dilaksanakan sesuai koridor atau kaidah yang ada,” ingatnya.

Berdasarkan landasan itu, Nu­dirman berharap, rangkaian pengusutan kasus ini berjalan sesuai kaidah yang berlaku. “Ti­dak menyimpang. Apalagi me­nyasar pada pihak lain yang ti­dak terkait permasalahan suap-menyuap itu,” ucapnya. [Harian Rakyat Merdeka]


Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA