KPK menelisik dugaan keterlibatan hakim lain dalam perkara suap terhadap hakim Pengadilan Tipikor Kartini Juliana Marpaung dan Heru Kusbandono.
“Sepanjang bukti-bukti dan keterangan yang kami peroleh menÂdukung, kami akan meÂngemÂbangkannya ke arah sana,†ujar Wakil Ketua KPK Busyro MuÂqoddas di Gedung KPK, Jalan RaÂsuna Said, Kuningan, Jakarta SeÂlatan, kemarin.
Kartini ditetapkan sebagai terÂsangka karena diduga menerima suap Rp 150 juta terkait peÂnaÂngaÂnan perkara korupsi pemeÂliÂhaÂraan mobil dinas DPRD KabuÂpaÂten Grobogan, Jawa Tengah di PeÂngadilan Tipikor Semarang. Salah seorang terdakwa kasus ini adalah Ketua DPRD Grobogan Muhammad Yaeni. Dalam perÂkara ini, Kartini bertindak sebagai salah satu hakim anggota.
Kartini ditangkap petugas KPK di halaman Pengadilan Negeri Semarang seusai upacara peÂringatan HUT Kemerdekaan RI. KPK juga menangkap rekan KarÂtini, hakim Pengadilan TiÂpikor Pontianak Heru KisÂbandono dan peÂngusaha Sri DarÂtuti yang diÂsangka sebagai pemÂberi suap.
Nah, menurut Busyro, KPK tiÂdak akan berhenti pada tiga terÂsangka itu saja. KPK akan meÂngembangkan kasus ini, apakah melibatkan hakim lainnya yang pernah satu majelis hakim dengan Kartini dalam perkara itu. MakaÂnya, hakim Lilik yang pernah menjadi Ketua Majelis Hakim deÂngan hakim anggotanya KarÂtini, akan dimintai keterangan. Ibaratnya, bekas bos Kartini daÂlam majelis hakim itu, telah maÂsuk radar penyidik KPK untuk diÂperiksa sebagai saksi.
“Bisa jadi termasuk sampai ke Ibu Lilik yang sudah dipindahkan itu. Tidak tertutup kemungkinan akan diperiksa sepanjang ada keterangan-keterangan yang meÂmerlukan klarifikasi dari dia, kaÂrena dia dulu satu tim,†ujarnya.
Apalagi, Ketua dan anggota maÂjelis hakim yang tengah meÂnangani kasus tersebut, tentu diÂperiksa sebagai saksi. Makanya, kemarin, penyidik KPK mÂeÂngoÂrek keterangan Ketua Majelis HaÂkim kasus korupsi ini, yakni PragÂsono dan hakim anggota AsÂmadinata serta pihak swasta berÂnama Yunan. “Mereka diperiksa sebagai saksi,†kata Kepala Biro Humas KPK Johan Budi Sapto Prabowo.
Akan tetapi, tiga saksi tersebut tidak diperiksa di Gedung KPK, melainkan di kantor Kejaksaan Tinggi Jawa Tengah. Jadi, KPK mengirim timnya ke Semarang untuk mengorek keterangan para saksi tersebut. “Pemeriksaan diÂlaÂkukan di Semarang,†ujarnya.
Sehari sebelumnya, penyidik KPK memeriksa Ketua DPRD Grobogan Muhammad Yaeni, terÂdakwa kasus korupsi pemeÂliÂhaÂraÂan mobil dinas DPRD Grobogan seÂnilai Rp 1,9 miliar, yang perkaÂranya ditangani hakim Kartini berÂsama Ketua Majelis Hakim PraÂgsono dan Asmadinata.
Menurut Johan, pemeriksaan Yaeni juga dilakukan di kantor Kejaksaan Tinggi Jawa Tengah. “Hari ini, ada tiga saksi yang akan diperiksa untuk penyidikan kasus yang melibatkan KJM, dua diÂantaranya adalah Muhammad Yaeni dan Suyatmo,†ujarnya pada Senin (27/8).
Suyatno adalah bekas Kepala PT Adhi Karya cabang SemaÂrang-DI Jogjakarta yang perÂkaÂraÂnya diputus bebas oleh majelis hakim Pengadilan Tipikor SeÂmaÂrang akhir tahun lalu. Hakim yang menyidangkan kasus terÂseÂbut adalah Kartini Marpaung, Lilik Nurani dan Asmadinata.
Sementara, Yaeni yang juga adik kandung Sri Dartuti diÂpeÂriksa untuk melihat kaitan anÂtara Sri Dartuti dengan hakim KarÂtini dan hakim Heru. PenyiÂdik KPK menÂduga, Yaeni meÂnyuruh kaÂkaknya menyuap KarÂtini melalui Heru.
Meski mengakui materi pemeÂriksaan, kuasa hukum Yaeni, Agus Nurudin membantah klienÂnya menyuruh Sri Dartuti meÂnyuap majelis hakim. “Tidak ada kaitannya. Meski adik kandung kan tidak berarti bisa diperintah,†elaknya ketika dikonfirmasi.
Agus mengakui kliennya meÂngenal Heru. Namun, Agus meÂnyatakan bahwa hubungan klÂienÂnya dengan Heru sebatas teman. Heru sebelum menjadi hakim berprofesi sebagai adÂvokat.
Hakim Pragsono Siap Dipecat
Saat istirahat dari pemeriksaan KPK di kantor Kejaksaan Tinggi Jawa Tengah, Semarang, kemaÂrin, hakim Pragsono menyatakan kesiapannya untuk dicopot jabaÂtannya sebagai hakim karier.
Dia juga mengaku siap dipecat jika terbukti terlibat kasus suap yang disangka dilakukan Sri DarÂtuti bersama hakim ad hoc Heru Kusbandono kepada hakim ad hoc Kartini Marpaung. “Saya suÂdah siap. Siap semuanya. Dipecat siap, jadi tersangka juga siap,†ujar Pragsono.
Pragsono mengaku, sebelum kejadian, dia sudah berusaha meÂnahan Heru agar tidak datang ke Semarang atau melakukan suap kepada Kartini. “Tapi, upaya saya itu rupanya tidak berhasil, ya suÂdah begitu saja,†katanya.
Seperti diketahui, Pragsono adalah Ketua Majelis Hakim kasus korupsi biaya pemeliharaan mobil dinas DPRD Grobogan. Anggota majelis hakimnya antara lain Kartini Marpaung. Terdakwa kasus ini antara lain Ketua DPRD Grobogan M Yaeni.
Perihal adanya komunikasi dengan Kartini, Pragsono tidak mengelak. Namun, dia mengaku, percakapannya dengan Kartini hanya sekali itu.
Saat ditanya, apakah dalam perÂÂcakapan itu, dia berencana untuk menikmati uang suap, PragÂsono membantah. Sebab, dia mengaku, menjelang Lebaran atau sebelum kejadian, dirinya sudah melaporkan ke Mahkamah Agung akan ada suap tersebut.
“Bukti yang di tangan KPK itu ya biar saja. Yang penting saya sudah proaktif untuk mencegah suap dengan lapor ke MA. Saya melapor ya, terkait apa yang saya ketahui tentang kasus suap ini. Orang benar itu tidak usah takut,†katanya membela diri.
Selain Pragsono, penyidik KPK juga memeriksa hakim ad hoc Asmadinata. Namun seusai pemeriksaan, Asmadinata yang dikerumuni awak media enggan memberikan komentar sepatah kata pun. KPK juga telah meÂmeÂriksa Yaeni sebagai saksi kasus suap ini pada Senin (27/8) lalu.
Seperti diberitakan sebelumÂnya, pada Jumat (17/8) lalu, tim KPK melakukan operasi tangkap taÂngan (OTT) terhadap hakim ad hoc Pengadilan Tipikor SemaÂrang Kartini Marpaung. Kartini ditangkap bersama Sri Dartuti dan Heru Kusbandono. KetigaÂnya ditangkap seusai melakukan transaksi suap di halaman PengaÂdilan Negeri Semarang.
Diduga, suap berasal dari Sri Dartutik, adik M Yaeni dengan menggunakan jasa perantara Heru. Heru berperan memÂperÂteÂmuÂkan Kartini dengan Sri.
Dari tangan Kartini, KPK meÂnyita uang Rp 150 juta dan beÂbeÂrapa dokumen. Kini, ketiganya diÂtahan KPK sebagai tersangka.
Dalam kasus korupsi biaya peÂrawatan mobil dinas DPRD GroÂbogan, Yaeni divonis pidana penÂÂjara 2 tahun 5 bulan, serta denÂda Rp 50 juta subsidair empat bulan kurungan. Yaeni juga diÂjatuhi piÂdana tamÂbahan berupa uang pengÂganti sebesar Rp 187 juta subÂsidair sembilan bulan penjara.
Benteng Terakhir Mesti Diancam Lebih Berat
Boyamin Saiman, Koordinator LSM MAKI
Koordinator LSM MaÂsyaÂÂrakat Anti Korupsi IndoÂnesia (MAKI) Boyamin Saiman menyatakan, kasus suap terÂhadap dua hakim adhoc PengaÂdiÂlan Tindak Pidana Korupsi (TiÂpikor) menjadi indikasi leÂmahnya pengawasan terhadap hakim. “Peran pengawasan dan kontrol terhadap hakim masih lemah,†ujarnya.
Lantaran itu, dia meminta meÂkanisme pengawasan terhaÂdap hakim diintensifkan. SoalÂnya, hakim merupakan benteng terakhir pencari keadilan. Jika hakim masih rentan suap, nasib keadilan masyarakat menjadi terancam. “Menjadi pertaruhan besar dalam proses penegakan hukum,†ucapnya.
Akibat peristiwa itu, menurut Boyamin, kedua hakim tersebut layak mendapatkan ancaman hukuman ekstra berat. Apalagi, jika dalam penyidikan KPK meÂnemukan bukti bahwa suap meÂnyuap oleh keduanya sudah berlangsung lama.
Menurut dia, ancaman hukuÂman kepada hakim memang mesti diperberat. Soalnya, haÂkim adalah benteng terakhir penÂcari keadilan. Apalagi, sebaÂgai insan penegak hukum, hakim memahami seluk beluk hukum.
Jadi, jika mereka melakukan pelanggaran hukum, sanksinya harus lebih berat dibanding sanksi hukum bagi masyarakat biasa. “Kalau penegak hukum meÂlakukan pelanggaran huÂkum, minimal bentuk perÂtangÂgungjawabannya harus dua kali lipat dari pelanggaran hukum mÂasyarakat sipil biasa,†tandasnya.
Aplikasi penindakan yang lebih berat tersebut, meÂnuÂrutÂnya, akan berdampak signifiÂkan. “Sekurang-kurangnya, haÂkim akan berpikir ekstra ketika hendak berkolaborasi dalam melakukan kejahatan,†ujar Boyamin.
Data Hakim Itu Mesti Diteliti Secara Seksama
Nudirman Munir, Anggota Komisi III DPR
Anggota Komisi III DPR Nudirman Munir mengapresiasi langkah KPK mengembangkan kasus suap terhadap hakim PeÂngadilan Tipikor Semarang.
Dia juga meminta Komisi PemÂberantasan Korupsi untuk tidak ragu-ragu menindak pihak lain yang terlibat kasus ini. NuÂdirman menambahkan, usaha penyuapan terhadap hakim meÂnunjukkan bahwa mafia hukum masih subur di negeri ini. BahÂkan, duganya, sudah masuk ke lingkaran dalam penegak huÂkum. “Patut diduga, mereka suÂdah melekat di institusi penegak hukum,†tandasnya.
Lantaran itu, menurut dia, penanganan masalah seperti ini mesti ekstra serius. Tidak bisa dilaksanakan hanya sampai di sini. “Diperlukan kesungguhan yang luar biasa dalam meÂnunÂtaskan persoalan tersebut,†kata anggota DPR dari Partai Golkar ini.
Menurut Nudirman, langkah KPK yang mengusut dugaan keÂterlibatan pihak lain, henÂdakÂnya didukung semua kalangan. “Jika ada hakim yang menerima suap, pasti ada pihak yang memÂberi suap. Ini harus diÂbongkar,†tandasnya.
Dia pun berharap, data karier dua hakim yang diduga bermaÂsaÂlah itu diteliti seksama. JaÂngan-jangan, curiganya, kasus-kasus yang ditangani kedua haÂkim itu juga diwarnai unsur suap. “Tidak salah jika peÂnyeÂliÂdikan dan penyidikan kasus ini meÂngarah ke segala penjuru. AsalÂkan, proses penuntasan perkara dilaksanakan sesuai koridor atau kaidah yang ada,†ingatnya.
Berdasarkan landasan itu, NuÂdirman berharap, rangkaian pengusutan kasus ini berjalan sesuai kaidah yang berlaku. “TiÂdak menyimpang. Apalagi meÂnyasar pada pihak lain yang tiÂdak terkait permasalahan suap-menyuap itu,†ucapnya. [Harian Rakyat Merdeka]
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: