Kubu pendukung Joko Widodo dan Basuki T. Purnama memanfaatkan peristiwa kebakaran yang terjadi beberapa kali di Jakarta belakangan ini untuk mendongkrak popularitas jago mereka. Anggota Fraksi PDI Perjuangan di DPR RI, Dewi Aryani, misalnya, menyebut kebakaran itu sebagai teror bencana karena terjadi di lumbung suara Jokowi.
Di Cideng, misalnya, Jokowi memperoleh 55,26 persen suara, sementara Fauzi Bowo mengantongi 26,07 persen suara dalam putaran pertama yang lalu.
Lalu di Muara Kapuk (Jokowi 62,49 persen dan Fauzi 25,02 persen). Begitu juga di Karet Tengsin, dimana Jokowi menang relatif tipis (39,36 persen) dibandingkan Fauzi (36,01 persen).
Hal yang sama juga terjadi di Pondok Bambu (Jokowi 39,14 persen, dan Fauzi Bowo 35,66 persen); Glodok (Jokowi 77,30 persen dan Fauzi Bowo 16,63 persen); Pekojan - Tambora (Jokowi 61,35 persen, dan Fauzi Bowo 26,73 persen); serta Pinangsia (Jokowi 56,45 persen, dan Fauzi Bowo 33,02 persen).
"Sistematis dan terstruktur lokasinya," kata Dewi Aryani.
Sepintas pernyataan Dewi Aryani yang baru saja meraih gelar doktor di bidang kebijakan publik dari Universitas Indonesia ini ada benarnya. Tetapi kalau diamati sekali lagi, tidakkah pernyataan ini terasa berlebihan, insinuatif, dan terlalu mengada-ada.
Dan yang juga tak kalah menyedihkan, pernyataan itu terkesan memanfaatkan penderitaan korban kebakaran untuk sekadar membangun citra jago yang didukungnya.
Bukankah hal pertama yang dibutuhkan untuk menguak kejadian seperti ini adalah olah tempat kejadian perkara (TKP)?
Dewi Aryani boleh saja mengaitkan kebakaran-kebakaran ini dengan proses pemilihan gubernur DKI Jakarta. Tetapi sebagai seorang akademisi tidakkah ia memahami bahwa ia membutuhkan lebih dari sekadar prasangka untuk menyatakan di depan publik bahwa kebakaran demi kebakaran itu adalah "teror bencana yang sistematis dan terstruktur lokasinya".
Dewi Aryani tidak sendiri. Segera setelah pernyataannya itu, berbagai pesan dikirimkan oleh pendukung dan simpatisan Jokowi lainnya, baik dalam bentuk pesan pendek (SMS) maupun pesan-pesan singkat di jejaring media sosial.
Bahkan ada yang mengaitkan kebakaran-kebakaran itu dengan pernyataan Gubernur DKI Jakarta Fauzi Bowo saat mengunjungi korban salah satu peristiwa kebakaran.
Dengan maksud bercanda, dan tentu saja maksud ini salah tempat, Fauzi mengatakan agar korban kebakaran yang tidak memilih dirinya dalam putaran pertama membangun rumah di Solo yang dipimpin Jokowi.
Nah, pernyataan blunder Fauzi Bowo itulah yang dimanfaatkan pendukung Jokowi untuk memaksakan dugaan dan kecurigaan menjadi kenyataan. Kubu Jokowi kelihatannya berusaha mengambil keuntungan dari kebakaran yang terjadi belakangan ini di Jakarta.
Rakyat Merdeka Online menghubungi pengamat intelijen Wawan H Purwanto untuk mendapatkan penjelasan mengenai peristiwa kebakaran di Jakarta akhir-akhir ini dan kaitannya dengan operasi intelijen yang mungkin dilakukan oleh pihak-pihak tertentu yang ingin mengambil keuntungan.
"Hal paling utama yang harus dilakukan segera adalah olah TKP. Dari sinilah semua dugaan dan asumsi seharusnya berawal," ujar Wawan.
Keterangan saksi, korban dan ahli forensik juga dibutuhkan sebelum para pihak mengambil konklusi mengenai latar belakang kejadian.
"Bila dihubungkan dengan lokasi kebakaran, perlu diselidiki dengan seksama apakah betul ada kesengajaan, atau hanya kebetulan," sambungnya.
Dia mengingatkan, kebakaran memang sering terjadi di Jakarta. Sejauh ini diketahui faktor utama penyebabnya adalah instalasi yang tua, pemukiman yang padat, dan kebiasaan masyarakat pengguna aliran listrik yang tidak awas. [guh]
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: