Belum Sebulan, Anak Ayin Dua Kali Diperiksa KPK

Lanjutan Kasus Suap Bupati Buol, Amran Batalipu

Rabu, 15 Agustus 2012, 09:06 WIB
Belum Sebulan, Anak Ayin Dua Kali Diperiksa KPK
Rommy Dharma Setiawan

rmol news logo Rommy Dharma Setiawan, Komisaris PT Sonokeling Buana kembali dimintai keterangan oleh penyidik KPK. Saksi kembali dikorek keterangan guna melengkapi berkas perkara atas nama tersangka Hartati Murdaya.

Putra Artalyta Suryani alias Ayin, Rommy Dharma Satiawan, kembali dimintai keterangan oleh penyidik KPK. Padahal, pemerik­saan pertama atas yang ber­sang­kutan belum genap satu bulan. Kali ini, Rommy dimintai ke­sak­sian terkait  status tersangka Siti Hartati Murdaya.

Pemeriksaan Rommy dilak­sa­na­kan bersamaan dengan peme­riksaan karyawan PT Hardaya Inti Plantation (HIP), yaitu Ben­hard Rudolf Galenta, Ruth Ari­fiany dan Seri Sirithorn.

Dikonfirmasi mengenai peme­rik­saan tersebut, Rommy menga­ku, panggilan ditujukan untuk me­nambahkan keterangan sebe­lumnya. “Diperiksa lagi untuk Ibu Hartati,” kata Rommy yang di­dampingi kuasa hukumnya, Teuku Nasrullah.

Kepala Bagian Informasi dan Pemberitaan KPK Priharsa Nug­raha menyebutkan, saksi Rommy diperiksa dalam kapasitas sebagai pemegang saham PT Bukit Berlian Plantations. Di luar hal tersebut, ia tak menyangkal bila pemeriksaan kali ini ditujukan untuk melengkapi berkas perkara tersangka Hartati.

Priharsa menolak mem­be­ber­kan apakah pemeriksaan Rommy yang berbarengan dengan saksi lain, anak buah tersangka Hartati, di­laksanakan untuk saling m­eng­konfrontir keterangan saksi. Yang jelas, langkah penyidik dilak­sana­kan untuk melengkapi berkas perkara tersangka, baik Hartati, maupun Bupati Buol Amran Batalipu.

Kepala Biro Humas Komisi Pem­berantasan Korupsi Johan Budi Sapto Prabowo menyata­kan, konfrontir keterangan saksi bisa saja dilakukan penyidik. Namun lagi-lagi, konfrontir yang di­maksud, hanya sebatas kon­frontir keterangannya saja.

“Bu­kan konfrontir secara fisik atau langsung mempertemukan saksi-saksi,” tuturnya.

Senada dengan Priharsa, sum­ber di KPK memastikan, kete­ra­ngan saksi Rommy, Benhard Ru­dolf Galenta, Ruth Arifiany dan Seri Sirithorn ditujukan untuk me­lengkapi berkas perkara ter­sangka.

“Agar berkas perkara ter­sangka bisa segera dilimpahkan ke pengadilan,” jelasnya.

Priharsa pun mengaku belum tahu, apakah penyidik akan kem­bali menetapkan status tersangka dalam kasus ini. Dia juga tak mau berspekulasi, apakah status saksi-saksi tersebut bakal me­ngalami perubahan menjadi tersangka.

“Belum ada penambahan ter­sangka. Penyidik masih men­dalami keterangan saksi-saksi tersebut,” katanya.  

Sebagaimana diketahui, dalam kasus suap ini, KPK telah me­netapkan empat tersangka. Ke­empatnya adalah Bupati Buol Amran Batalipu, General Mana­ger PT HIP, Yani Anshori, Pejabat PT HIP Gondo Sudjono dan Pemilik PT HIP Hartati Mu­radaya Poo.

Tiga dari empat tersangka ter­sebut telah menjadi tahanan KPK, hanya Hartati yang hingga kini masih dapat menghirup udara bebas. Akan tetapi, Komisi Pemberantasan Korupsi telah mengisyaratkan akan menahan bekas Anggota Dewan Pembina Demokrat tersebut jika memang diperlukan.

REKA ULANG

Anak Ayin Ditawari Hak Guna Usaha Perkebunan Sawit 19,5 Ribu Hektar

Setelah memeriksa Artalyta Sur­yani alias Ayin di KBRI Si­ngapura, KPK mulai memanggil Dirut PT Sonokeling Buana, Syaiful Rizal, dan Direksi PT So­nokeling Buana Rommy Dharma Setyawan sebagai saksi kasus suap Bupati Buol, Amran Bata­lipu. Rommy merupakan anak Artalyta alias Ayin.

“Keduanya dipanggil sebagai saksi kasus dugaan pemberian suap kepada Bupati Buol,” ujar Kepala Bagian Pemberitaan KPK Priharsa Nugraha pada Kamis (26/7). Pada penjelasannya, Rommy menyebutkan, dirinya diminta menjawab 22 pertanyaan oleh penyidik.

Pertanyaan yang krusial, me­nurutnya, terkait kedekatannya dengan tersangka Amran Ba­talipu, tersangka Hartati Murdaya serta pihak pemberi suap Gondo Sudjono dan Anshori.

Di luar hubungannya dengan sederet nama tersebut, dia juga diminta menjabarkan seluk beluk perusahaan yang dipimpinnya. Rommy memastikan, mulai dari akte pendirian, struktur org­a­nisasi sampai jenis usaha yang di­jalani, telah disampaikan kepada penyidik.

“Saya sudah sampaikan kepada penyidik. Saya ditanya 22 perta­nyaan tentang kepemilikan PT So­nokeling Buana,  hubungan de­ngan Yani Anshori dan Gondo.”

Akan tetapi, Rommy me­nyang­kal mengenal dua nama yang telah ditetapkan sebagai ter­sangka pemberi suap pada Bupati Buol Amran Batalipu itu. “Tidak pernah, saya tidak pernah berhu­bungan,” ujarnya. Rommy juga membantah per­nah memberikan uang untuk Amran, sekalipun itu hanya untuk urusan pilkada. “Tidak ada itu,” tukasnya.

Dalam kesempatan sama, pe­ngacara Artalyta, Tengku Nas­rullah yang juga mendampingi Rommy mengatakan bahwa Bupati Buol Amran Batalipu menawarkan hak guna usaha perkebunan (HGU) kelapa sawit seluas 19,5 ribu hektar di Buol, Su­lawesi Tengah ke PT So­nokeling Buana.

Menurut Nasrullah, Amran me­nawarkan HGU tersebut de­ngan sejumlah syarat, salah sa­tu­nya PT Sonokeling diminta me­ngarahkan petani plasma untuk memilih Amran dalam Pemilihan Kepala Daerah Buol 2012.

“Yang ketiga, yang memang diminta oleh Pak Bupati, masya­rakat plasma itu nanti yang seki­tar 6.000 orang, kalau Pilkada, di­arahkan untuk memilih Bupati,” kata Nasrullah.

KPK juga telah memeriksa Ayin di KBRI Singapura. Ayin di­duga memiliki banyak informasi mengenai kasus Buol yang membuat anggota Dewan Pem­bina Partai Demokrat Hartati Murdaya dicegah ke luar negeri.

Ayin diperiksa sebagai saksi untuk Yani Anshori, Manajer Har­daya Inti Plantation yang telah dijadikan tersangka. Ber­dasarkan penelusurannya, KPK menyangka Hartati sebagai orang yang menyuruh Yani Anshori memberi uang kepada Amran.

Semestinya Jadi Pelajaran Bagi Kepala Daerah

Anhar Nasution, Koordinator LBH Fakta

Koordinator LBH Fakta Anhar Nasution meminta KPK bersikap lebih tegas dalam menangani kasus dugaan suap Rp 3 miliar kepada Bupati Buol Amran Batalipu. Menurut dia, kasus ini bisa menjadi sok terapi agar kepala daerah lain tidak melakukan hal serupa.

“Momentum ini bisa diman­faatkan sebagai contoh. Supaya kepala-kepala daerah lainnya tidak bertindak sembarangan,” katanya.

Dia juga menyebutkan, pe­ne­tapan status tersangka bagi Har­tati Murdaya bisa menjadi pintu masuk untuk menyibak keter­li­batan pihak lain. Anhar ber­pen­dapat, langkah KPK yang be­rani menetapkan status ter­sang­ka kepada petinggi Demokrat itu layak diacungi jempol. Ka­rena itu,  KPK tidak boleh tang­gung-tanggung dalam mengu­sut perkara ini.

Jika masih ada keterlibatan pi­hak lain, seperti halnya Ar­talyta Suryani alias Ayin, hal ter­sebut hendaknya segera di­tindaklanjuti. “Jangan sampai dia lolos,” tuturnya.

Ia pun menyayangkan sikap Ayin yang saat ini berobat ke luar negeri. Pasalnya, yang ber­sangkutan masih dalam status pembebasan bersyarat. Kenapa justru, dia bisa bebas bepergian ke luar negeri.

Semestinya, lanjut dia, usaha Ayin ke luar negeri ini sejak awal dicegah. Jika mau berobat, cukup di dalam negeri saja. Hal ini, menurut dia, memberikan efek yang kurang baik pada pro­ses penegakan hukum. Terlebih, keberadaannya di Singapura sempat menyulitkan penyidik KPK untuk memeriksa yang bersangkutan.

Di luar itu, keberadaan dia di luar negeri juga memungkinkan yang bersangkutan untuk me­larikan diri. “Biar bagai­ma­na­pun, dia masih berstatus bebas ber­syarat. Kepergiannya ke luar ne­geri ini hendaknya ditun­tas­kan secara jernih agar kita tidak ber­tanya-tanya,” katanya.

Tak Perlu Gaduh, Tuntaskan Saja Sampai Pengadilan

Desmon J Mahesa, Anggota Komisi III DPR

Politisi Partai Gerindra Desmon J Mahesa menilai, upa­ya KPK mengusut kasus suap Bupati Buol Amran Batalipu la­yak mendapat apresiasi. Kare­nanya, semua pihak diminta untuk mendorong penuntasan kasus ini.

“Saya harapkan, kasus ini bisa clear sampai ke penga­di­lan,” katanya. Dengan begitu, persoalan yang menyangkut elit partai besar ini tidak menim­bulkan kegaduhan.

Menurut dia, penetapan sta­tus tersangka kepada Siti Har­tati Murdaya bisa menjadi pu­kulan bagi Partai Demokrat dan politisi secara umum. Karena biar bagaimanapun, masyarakat akan melihat dan menilai peri­laku elit partai.

Disadarinya, apapun yang terjadi di sini, semua pihak ha­rus patuh pada aturan hukum. Termasuk di dalamnya, para politisi sekalipun. “Konstitusi me­nyebutkan bahwa semua warga negara sama kedu­du­kan­nya di dalam hukum,” ucapnya.

Jadi, pada prinsipnya, para elit maupun politisi sekalipun ti­dak ada yang kebal hukum. “Semua harus tunduk dan patuh pada aturan hukum,” katanya.

Dikemukakan, yang paling penting saat ini adalah bagai­mana KPK menindaklanjuti per­kara tersebut. Jangan sam­pai, penindakan yang sudah di­la­kukan secara profesional dan proporsional tersebut, lalu men­tah akibat ada pihak yang me­ng­intervensi penyidikan ini.

Hal tersebut, tentu akan me­micu reaksi negatif. Langkah hukum yang sudah optimal pun idealnya tidak kalah oleh ber­bagai manuver pihak luar yang kepentingannya terancam.

“Soalnya upaya penegakan hukum ini harganya teramat ma­hal. Sayang jika kandas di te­ngah jalan,” ucapnya. [Harian Rakyat Merdeka]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA