Pasalnya, proses uji materi atas UU itu sudah terlalu lama dipendam di meja MK. Uji materi UU Penyiaran diajukan pada 1 November 2011 dengan No. 78/PUU-IX/2011 sampai sekarang belum juga diputuskan.
Padahal, dari data MK, sudah 21 UU di atasnya yang diputuskan, mulai dari UU 39/2008 tentang Kementerian Negara, yang didaftarkan Gerakan Nasional Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (GN-PK) dengan Nomor 79/PUU-IX/2011, sampai dengan perselisihan Hasil Pemilihan Umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Kabupaten Maluku Tengah Tahun 2012 Putaran Kedua yang diajukan Jusuf Latuconsina dan Liliane
Aitonam dengan No 38/PHPU.D-X/2012, yang diputuskan Senin (13/8).
Di sisi lain, saat ini sedang dibahas revisi UU Penyiaran. Kalau saja MK cepat memutuskan uji materi UU tersebut, maka hasil putusan itu bisa menyinkronkan materi pembahasan dalam UU baru. Dengan demikian, tidak terjadi tumpang-tindih aturan, yang akhirnya diuji materi seperti dalam UU 32/2002.
"Kami mengharapkan MK segera memutus uji materi yang diajukan. Uji materi itu sudah terlalu lama ada di MK," kata perwakilan KIDP, Hendrayana, dalam pernyataan pers tentang somasi terhadap seleksi multipleksing, Selasa (14/8).
Hendrayana menjelaskan, KIDP sudah mengirim surat untuk menanyakan hal tersebut ke MK pada bulan Juni lalu. Namun, MK belum memberi tanggapan atas surat KIDP tersebut. Karena itu, posisinya adalah menunggu putusan MK.
Sebagaimana diketahui, KIDP mengajukan uji materi terhadap UU 32/2002 tentang Penyiaran. Koordinator KIDP, Eko Maryadi, menjelaskan, kesimpulan akhir ini dirumuskan oleh tim hukum KIDP berdasarkan proses dan fakta persidangan yang berlangsung selama ini. Apa yang dilakukan KIDP, kata Eko, semata-mata untuk memperbaiki dunia penyiaran Indonesia, melalui pengaturan kembali masalah kepemilikan lembaga penyiaran yang selama ini dimonopoli sekelompok elite pengusaha tertentu. Di samping itu, KIDP juga ingin memperbaiki konten siaran agar lebih berpihak kepada kepentingan publik.
Ia mencontohkan, pemusatan kepemilikan dan penguasaan lembaga penyiaran swasta, pemberian, penjualan, dan pengalihan Izin Penyelenggaraan Penyiaran (IPP) dalam kasus PT Elang Mahkota Teknologi (EMTK) Tbk yang menguasai PT Indosiar Karya Media, yang memiliki PT Indosiar Visual Mandiri (Indosiar) dan menguasai PT Surya Citra Media Tbk (SCMA,) yang memiliki PT Surya Citra Televisi (SCTV), yang dilakukan sekitar Juni 2011.
Pemusatan kepemilikan dan penguasaan lembaga penyiaran swasta, pemberian, penjualan dan pengalihan Izin Penyelenggaraan Penyiaran (IPP) dalam kasus PT. Visi Media Asia Tbk yang menguasai PT. Cakrawala Andalas Televisi (ANTV) dan PT. Lativi Media Karya (TVOne) yang terjadi sekitar Februari 2011.
Hendrayana lebih jauh menjelaskan, keseluruhan proses persidangan atas uji materi itu telah selesai. Sidang terakhir digelar April lalu. Namun sampai kini belum diputuskan MK.
"Kami dapat informasi bahwa masih di tahap musyawarah pimpinan hakim. Kami tidak tahu kapan diputus," ujar Hendrayana yang juga anggota Lembaga Studi Pers dan Pembangunan (LSPP).
Sementara itu, mantan Ketua Pansus UU Penyiaran Paulus Widiyanto berharap agar MK memutuskan uji materi itu seadil-adilnya. Putusan jangan terpengaruh oleh kepentingan-kepentingan pengusaha media.
"Posisi kami saat ini adalah menunggu putusan MK. Putusan itu sangat penting untuk sinkronisasi dengan UU baru yang sedang dibahas. Putusan itu juga untuk keseimbangan pemilik media, bukan monopoli pihak tertentu," ujarnya.
Paulus, yang merupakan Ketua Masyarakat Cipta Media, menegaskan, koalisi masyarakat sipil tidak bisa intervensi hakim MK. Masyarakat percaya akan hati nurani hakim dalam memutuskan perkara tersebut. Karena itu, pihaknya menunggu putusan tersebut.
[ald]
BERITA TERKAIT: