Pengamat ekonomi, Yanuar Rizki, mengatakan hal itu karena nyatanya pertumbuhan ekonomi yang dibangga-banggakan pemerintahan SBY tidak melihat pada kenyataan bahwa kelompok kaya bertambah kaya sering dengan cara-cara curang, sementara kelompok yang sudah miskin semakin terpuruk dalam kemiskinannya.
"Apakah makin senjang? Apakah yang kaya makin kaya? Pertumbuhan ekonomi itu tinggi kata orang, tapi 70 persen pertumbuhan itu dari konsumsi. Dan konsumsi kita dari mana? Trennya dari impor," terang dia dalam diskusi "Merdeka Itu Relatif" di Warung Daun, Cikini, Jakarta, Sabtu (11/8).
Menurut Yanuar, banyak negara maju dan modern yang memuji Indonesia karena Indonesia memposisikan dirinya sebagai importir setia di berbagai bidang, termasuk pertanian atau pangan sampai ke bahan baku tempe.
"Struktur pertumbuhan kita andalkan konsumsi. Nah, apakah untuk meningkatkan itu pemerintah perlu kerja keras?" ucapnya.
Dia menguraikan bahwa sifat masyarakat di segala lapisan adalah konsumtif. Bahkan, masyarakat kelas menengah yang pas-pasan selalu mencari cara untuk mendapatkan barang-barang yang mereka inginkan. Salah satu caranya adalah dengan berlangganan kartu kredit.
"Data BI menunjukkan nilai kartu kredit yang digunakan meningkat. Masyarakat di kalangan menengah pas-pasan mengatasi kekurangan uang dan harag barang yang melambung itu dengan cara menggesek. Ada eskalasi orang atasi persoalan kenaikan harga lewat cara berisiko," paparnya.
Dia juga secara cermat mengamati pertumbuhan ekonomi dengan pemasukan pajak negara yang merosot tajam. Peran negara menggerakkan kelompok-kelompok kaya untuk taat pajak selalu minim.
"Mereka (kelompok kaya) bisa leluasa lakukan penunggakan pajak, sementara daya dukung APBN untuk belanja kesejahteraan rakyat semakin minim," terang dia.
[ald]
BERITA TERKAIT: