Salah seorang tersangka kasus korupsi pengembangan sistem informasi (Sisinfo), jasa pemeliharaan sistem monitoring pembayaran dan pelaksanaan modul penerimaan negara Ditjen Pajak, yakni Direktur Government Technical Support PT Berca Hardaya Perkasa, Michael Surya Gunawan ditahan Kejaksaan Agung.
Anak buah pengusaha Murdaya Poo itu ditahan di Rumah TaÂhanÂan Salemba cabang Kejaksaan Agung, Jalan Sultan Hasanuddin, Jakarta Selatan. Michael Surya Gunawan (MSG) ditahan seusai diÂperiksa penyidik Pidana KhuÂsus Kejaksaan Agung, tadi malam. “Dia ditahan selama 20 hari, terÂhiÂtung mulai hari ini,†kata KeÂpala Pusat Penerangan Hukum KeÂjaksaan Agung Adi ToeÂgarisman, kemarin.
Selain Michael, yang diperiksa penyidik kemarin adalah terÂsangÂka Riza Noor Karim (RNK), beÂkas salah satu Kepala Kantor PeÂlayanan Pajak (KPP). Tapi, kali ini Riza diperiksa sebagai saksi. “Penyidik memanggil dan meÂmeÂriksa empat orang sebagai saksi, dan satu orang sebagai tersangka,†ujar Adi ToeÂgarisÂman.
Keempat saksi itu adalah Nugroho Agung, Rizaldi K RidÂwan, Riza Noor Karim dan Awan Nurmawan.
Nugroho, Rizaldi dan Riza adaÂlah pegawai negeri sipil (PNS) pada Ditjen Pajak KeÂmenterian KeÂuangan. Sedangkan Awan bekas PNS Ditjen Pajak. “Mereka diÂperiksa sebagai saksi bagi tersangka MSG. RNK yang berstatus tersangka kasus ini, juga diperiksa sebagai saksi bagi MSG. Sedangkan MSG diperiksa seÂbagai tersangka,†jelas Adi.
Dia menambahkan, pemerikÂsaÂan kemarin itu dilakukan agar para tersangka kasus ini yang belum diadili, bisa segera dibawa ke Pengadilan Tipikor Jakarta. “Mudah-mudahan dalam waktu yang tidak terlalu lama, proses penuntutan terhadap tersangka lainnya bisa segera dilakukan,†ujarnya.
Pemeriksaan terhadap empat saksi itu dilakukan di Gedung Bundar Kejaksaan Agung sejak pukul 09.30 WIB. “Sedangkan pemeriksaan terhadap tersangka MSG, dilakukan dari pukul 10 pagi,†ucap bekas Kepala KeÂjakÂsaan Tinggi Kepulauan Riau ini.
Sebelumnya, penyidik telah menetapkan Michael sebagai terÂsangka kasus ini. Michael diteÂtapkan sebagai tersangka lantaran disangka memberikan keterangan yang tidak benar dalam sidang terdakwa Bahar dan Pulung SuÂkarno di Pengadilan Tipikor JaÂkarta. Bahar dan Pulung adalah tersangka kasus ini dari Ditjen Pajak. “Ditetapkan tersangka baru, MSG, Direktur GovernÂment Technical Support PT Berca HP,†ujar Adi ToegaÂrisÂman pada Jumat, 13 Juli lalu.
Penetapan tersangka itu berÂdasarkan Surat Perintah PenyiÂdikan Nomor 59 tanggal 10 Juli 2012. “Dia menjadi tersangka karena telah memberikan keÂterangan yang tidak benar dalam persidangan perkara atas nama terdakwa Bahar dan Pulung di Pengadilan Tipikor tanggal 19 Juni 2012,†terang Adi.
Seperti diketahui, proyek peÂngadaan senilai Rp 43,68 miliar di Direktorat Jenderal Pajak KemenÂterian Keuangan ini, paÂda proses pelaksanaannya diduga terjadi perubahan spesifikasi teknis yang tidak sesuai prosedur. Sehingga, diduga terjadi kerugian keuangan negara sekitar Rp 14 miliar.
Kejaksaan Agung sebelumnya telah menetapkan lima tersangka, yakni Bahar selaku Ketua Panitia Lelang Pengadaan, Pejabat PemÂbuat Komitmen (PPK) Pulung SuÂkarno, Direktur PT Berca HarÂdaÂyaperkasa (BHp) Liem Wendra Halingkar, bekas Direktur IT Ditjen Pajak Riza Noor Karim, dan bekas Sekretaris Ditjen Pajak Ahmad Sjarifudin Alsjah.
Sebelum melakukan penetapan tersangka itu, tim Kejagung mengÂgeledah empat lokasi yang diduga sebagai tempat penyimÂpanan data pengadaan tersebut. Empat lokasi itu adalah Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak di Jalan Gatot Subroto, Jakarta, KanÂtor Pusat Pengolahan Data dan Dokumen Perpajakan di Jakarta Barat, sebuah rumah di Jalan Madrasah, Gandaria, JaÂkarta Selatan, dan sebuah rumah di Cinere, Depok, Jawa Barat. PengÂÂgeledahan tersebut dilaÂkuÂkan pada 3 November 2011.
Dua ruÂmah itu, yakni di Jalan Madrasah, Gandaria, Jakarta Selatan dan di Komplek Cinere, DeÂpok, Jawa Barat adalah milik terÂsangka Bahar.
REKA ULANG
Bawahan Ditahan, Bosnya Cuma Saksi
Lelang pengadaan sistem informasi (Sisinfo) Ditjen Pajak Kementerian Keuangan tahun angÂgaran 2006 dimenangi PT Berca Hardaya Perkasa (BHP).
“Tapi, PT Berca menang lelang karena ada perubahan spesifikasi yang disesuaikan dengan penaÂwarÂan PT Berca sendiri,†kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Adi ToeÂgaÂrisman.
Gara-gara itulah bos PT Berca, Murdaya Poo pernah diperiksa penyidik Kejaksaan Agung. Tapi, suami pengusaha Hartati MurÂdaÂya itu baru sebatas dimintai keÂteÂrangÂan sebagai saksi. “Murdaya Poo diperiksa penyidik sebagai saksi. Dia kan pemilik perÂusaÂhaan itu,†ujar Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Andhi Nirwanto.
Sedangkan anak buah MurÂdaÂya, yakni dua Direktur PT Berca Hardaya Perkasa, Liem Wendra Halingkar dan Michael Surya GuÂnawan telah menjadi terÂsangka. Bahkan, keduanya telah ditahan Kejaksaan Agung.
Direktur Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Pidana KhuÂsus Arnold Angkouw mengaku, peÂnÂyidik tidak berhenti pada tingÂkat pelaku rendahan saja. “Kami masih mengusut pelaksana di laÂpangan, yakni para pelaku dalam peÂnandatanganaan pengaÂdaanÂnya. Apakah mengait ke atasanÂnya, ya kita lihat saja nanti,†alasÂan dia.
Menurut Adi Toegarisman, kejaksaan tidak segan-segan meÂnetapkan tersangka baru, bila memang sudah ditemukan bukti kuat dari hasil pengembangan peÂnÂyidikan. “Kita kembali pada fakta hukum dalam proses peÂnyidikan, kalau memang fakta hukum dan bukti yang kuat, saya kira siapapun orangnya, penyidik tidak akan ragu menetapkannya sebagai tersangka,†katanya.
Dalam proyek beranggaran Rp 43,68 miliar ini, sebagian barang diduga tidak sesuai spesifikasi dan sebagian lainnya fiktif. LanÂtaran itu, para tersangka dikeÂnakan Pasal 2 dan 3 Undang Undang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) dan Keputusan Presiden (Kepres) Nomor 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang dan Jasa.
Kasus ini bermula dari temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), bahwa terjadi penyimÂpangÂan pengadaan sistem inforÂmaÂsi perpajakan tersebut. AngÂgaran pengadaan ini sekitar Rp 43 miliar. Dugaan penyimÂpanganÂnya sekitar Rp 12 miliar.
Setelah melakukan penggeÂleÂdahan di sejumlah lokasi untuk mÂengumpulkan barang bukti seperti dokumen, penyidik piÂdana khusus Kejaksaan Agung menÂdatangkan auditor BPK unÂtuk mendalami kasus ini. “SoalÂnya, mereka yang menemukan keÂjanggalan itu,†kata Arnold.
Penanganan Kasus Mesti Utuh & Tuntas
Taslim Chaniago, Anggota Komisi III DPR
Anggota Komisi III DPR Taslim Chaniago mengingatkan Kejaksaan Agung agar peÂngusutan kasus ini mesti tuntas dan utuh. “Jangan sampai manÂdek dengan alasan proses pemÂberkasan yang belum ramÂpung,†tandasnya, kemarin.
Dengan melakukan proses penuntutan terhadap para terÂsangka yang sudah ada, kata TasÂlim, akan semakin memÂperÂmudah pengusutan keterlibatan pelaku lainnya. Tapi, lanjutnya, KeÂjaksaan Agung tidak boleh meÂmilih tersangka dari unsur bawahan saja. Atasan pun, jika meÂmang buktinya kuat, mesti ditetapkan sebagai tersangka dan dibawa ke Pengadilan Tipikor.
“Saya kira, tidak tepat alasan kejaksaan yang statis pada maÂsalah pemberkasan. Maka, kita minta Kejaksaan Agung segera melimpahkan semua tersangka ke pengadilan. Ini untuk memÂperÂlihatkan bukti kepada maÂsyarakat, bahwa kejaksaan serius menuntaskan kasus korupsi yang ditangaÂninya.â€
Taslim mengingatkan, semaÂkin lama dan berbelit-belit peÂnanganan sebuah perkara korupsi, maka akan menimÂbulkan kecurigaan masyarakat. “Kalau lambat akan memÂperÂkuat kecurigaan masyarakat, bahwa Kejaksaan Agung tidak seÂrius dan berada dalam tekanÂan. Apalagi, perusahaan yang diproses dekat dengan elit poÂlitik,†ujarnya.
Anggota DPR dari Fraksi PAN ini pun mewanti-wanti, peÂngusutan perkara korupsi jaÂngan sampai dibonsai. “PemÂbonÂsaian kasus sama dengan melokalisir pelaku,†ujar politisi asal Sumatera Barat ini.
Tentu, lanjut Taslim, kecuÂriÂgaan masyarakat bahwa KeÂjagung tak berani menyentuh peÂlaku pada level atas karena meÂngendus indikasi unsur-unsur yang tidak fair. “KecuÂrigaÂan itu wajar, karena lamÂbatnya proses pengusutan dan perusahaan yang diusut pun kemungkinan dekat dengan elit politik,†ujarnya.
Semua Tersangka Harusnya Sama
Sandi Ebenezer Situngkir, Majelis PBHI
Anggota Majelis PerhimÂpunÂan Bantuan Hukum InÂdoÂnesia (PBHI) Sandi Ebenezer Situngkir menyampaikan, perÂlakuan berbeda-beda Kejaksaan Agung terhadap para tersangka kasus ini, tidak sesuai dengan standar kerja kejaksaan.
Soalnya, masih ada dua terÂsangka yang belum ditahan. Yakni, bekas Direktur IT Ditjen Pajak Riza Noor Karim, dan bekas Sekretaris Ditjen Pajak AhÂmad Sjarifudin Alsjah. MesÂtiÂnya, penahanan diberlakukan bagi semua tersangka. “Sebab, kalau kejaksaan pada perkara tertentu sudah menetapkan seÂseorang menjadi tersangka, berarti mereka sudah memiliki dua alat bukti yang cukup,†ujar Sandi, kemarin.
Ketua Majelis Organisasi Indonesia Public Services Wacth itu mengatakan, dua alat bukti yang dimaksudkan dalam Pasal 184 KUHAP sudah dapat membuktikan kesalahan terÂsangÂka.â€Jadi mestinya kejakÂsaÂan sudah melakukan penahanan kepada semua tersangka yang ada,†ujarnya.
Dia mengingatkan, dalam KonÂvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa, kasus korupsi adalah kejahatan luar biasa dan bisa dikategorikan pelanggaran terhadap HAM.
Sandi mengatakan, penyidik juga mesti menyentuh para peÂjabat teras dan pimpinan perÂusaÂhaan dalam kasus ini. “Sebab, pada setiap kejahatan koorÂporasi, baik perusahaan maupun keÂmenterian, terutama yang terÂkait dengan uang, patut diduga pimpinan teras di korporasi meÂngetahui,†ujarnya.
Oleh karena itu, perusahaan bersangkutan juga dapat dijerat pasal pembekuan perusahaan. “Hukuman tambahan sesuai Pasal 10 KUHP dengan memÂbeÂkukan perusahaan yang berÂsangÂkutan, patut diperÂtimÂbangkan bagi perusahaan yang sering menyuap pejabat negara, sesuai dengan teori hukum koorÂporasi,†jelasnya. [Harian Rakyat Merdeka]
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.