Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

WAWANCARA

Darmono: Djoko Tjandra Langgar Keimigrasian, PNG Wajib Melakukan Deportasi...

Kamis, 19 Juli 2012, 09:07 WIB
Darmono: Djoko Tjandra Langgar Keimigrasian, PNG Wajib Melakukan Deportasi...
Darmono

RMOL. Tim Pemburu Koruptor (TPK) berharap Djoko Tjandra dideportasi saja dari Papua New Guinea (PNG).

Darmono menga­ta­­kan, jika buronan dideportasi, maka prosesnya lebih cepat di­banding ekstradisi.

“Kalau diekstradisi memakan waktu  lama. Sebab, harus ada per­­­janjian ekstradisi dan men­jalani proses hukum,” kata Dar­mo­no yang juga Wakil Jaksa Agung itu kepada Rakyat Mer­deka, kemarin.

Berikut kutipan selengkapnya:


Apa bisa dideportasi mengi­ngat Djoko Tjandra su­dah men­­­jadi warga PNG?

Bisa, bila yang bersangkutan dinyatakan melakukan pelangga­ran keimigrasian. Maka dia bisa langsung di deportasi. Maka bisa diusir dari negara itu.

Apa PNG mau?

Tergantung situasinya. Kalau yang bersangkutan dinyatakan ber­salah melakukan pelanggaran keimigrasian, dimungkinkan dila­kukan deportasi seperti kasus Sherny Kojongian.


Bagaimana kalau tidak ada kesalahan keimigrasian?

Mau tidak mau, ya ditempuh upaya ekstradisi.


Sekarang ini apa yang dila­ku­kan Kejagung?

Kami minta pemerintah PNG segera membatalkan status ke­warganegaraan Djoko Tjandra.


Apa alasannya?

Beberapa hari lalu kami keda­tangan tamu dari Dubes PNG yang menyampaikan informasi, Djoko Tjandra telah menjadi war­ga negara PNG. Padahal yang ber­sangkutan masih tersangkut masalah hukum di Indonesia.

Atas dasar itu, kami minta pemerintah PNG untuk meninjau kembali atas keputusan kewarga­ne­garannya.


Apa itu saja alasannya?

Kami meyakini Djoko Tjandra menyampaikan informasi palsu, sehingga diterima menjadi warga negara PNG. Artinya terjadi pe­lang­garan keimigrasian.


Apa yang membuat Anda yakin?

Untuk menjadi warga negara itu, yang bersangkutan harus da­lam keadaan clear and clean. Ti­dak punya masalah apa-apa. Jika status kewarganegaraannya di­batalkan, maka PNG wajib me­la­kukan deportasi.


Apa Kejagung kurang ko­mu­nikasi dengan PNG, sehing­ga Djoko Tjandra bisa bersta­tus warga negara di sana?

Bukan kurang komunikasi. Kan awalnya kami ini nggak tahu keberadaannya di mana.

Sebelumnya pemerintah Indo­nesia juga sudah mengirimkan su­rat melalui Kementerian Hu­kum dan HAM untuk meminta kla­rifikasi atas keberadaan bu­ron korupsi itu.


Bukankah sudah mengeta­hui ada di PNG?

Kami ini sudah mencari ke­mana-mana. Kami bekerja sama dengan interpol. Keberadaan Djoko Tjandra di PNG pun kami dapat informasinya dari interpol. Kami mulai mendapatkan infor­masi dari Mei 2012.

Interpol dari Konedebo, PNG mengirimkan informasi kepada Interpol Indonesia bahwa Djoko Tjandra diketahui berada di PNG.

Makanya kami sudah mengi­rimkan surat kepada pemerintah PNG 28 Juni lalu.


Apa isi surat itu?

Intinya kami memberitahukan bahwa  Djoko Tjandra masih ter­sangkut kasus pidana dan segera dikembalikan ke Indonesia. Kami berharap pemerintah PNG segera menindaklanjuti surat yang kirimkan itu.

Selain surat tersebut, kami ju­­­ga mengirimkan data-data yang menyatakan bahwa Djoko Tjan­dra ini mempunyai masa­lah hu­kum.


Bagaimana jika pemerintah PNG tidak membatalkan sta­tus ke­warganegaraan Djoko Tjan­dra?

Harapan kami tetap bisa dila­ku­kan pembatalan. Sebab ini  prin­­sip saling menghargai antar hukum satu negara dengan negara lain. 

Kalau orang sudah dinyatakan oleh suatu negara bahwa dia ber­masalah, maka negara lain harus menghargai.


Kenapa  Kejagung nggak pro­aktif saja?

Kami tidak bisa langsung me­nangkap di negara lain. Kalau su­dah ada kepastian, maka kami se­gera berusaha untuk melakukan ekstradisi atau deportasi.


O ya, bagaimana tanggapan Anda mengenai Kejagung ra­wan korupsi?

Potensi korupsi itu kan ke­sempatan yang ada pada lembaga untuk melakukan penyimpangan. Kami akui, potensi itu memang banyak. Kami ini kan punya ke­wenangan untuk melakukan pe­nyidikan, penyitaan, dan mela­kukan eksekusi. Di situ memang ada potensi korupsi.


Anda mengakui ada korupsi?

Itu kan hanya potensi saja. Te­tapi po­tensi kesempatan itu tidak kami gunakan. Walaupun ada sa­tu atau dua orang yang mela­ku­kan pe­nyim­pangan. Tapi itu kan hanya se­bagian kecil saja dari sekitar 8.000 jaksa dengan total 23 ri­buan karyawan kejaksaan.


Upaya pencegahan apa yang sudah dilakukan?

Untuk mencegahnya, kami su­dah melakukan pengawasan in­ternal dan mengikat.


Kejagung diminta mengem­balikan uang koruptor ke kas negara, tanggapan Anda?

Uang mana yang dikembali­kan. Harus jelas uang apa. Kalau ada yang berbicara seperti itu, tolong sampaikan landasan dan dasarnya yang jelas.

Kalau dibilang bahwa Keja­gung ada uang Rp 5,4 triliun yang dimanipulasi, itu data dari mana. Apa yang disalahgunakan. Apa­kah proyek atau anggaran. Ang­garan kami ini kan hanya Rp 6 triliun saja termasuk untuk gaji pe­gawai.

Saya kira, Fitra (Forum Indo­nesia untuk Transparansi Angga­ran) harus menjelaskan, apa yang dikembalikan dan siapa yang mengembalikan. Harus jelas se­muanya dong. [Harian Rakyat Merdeka]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA