Pengamat hukum Margarito Kamis mengatakan, pada titik tertentu ada kritik tajam kepada KPK yang terlalu rakus melahap semua kasus korupsi yang ditemukannya. Akhirnya, mandat untuk fokus pada kasus-kasus korupsi yang tingkat hambatan politiknya tinggi menjadi terpinggirkan.
Margarito menyarankan KPK mengubah strategi penindakan kasus korupsi dengan membagi penanganan kasus-kasus yang ditanganinya kepada kejaksaan dan kepolisian, dengan catatan, disertai fungsi supervisi yang ketat.
"Bahkan juga perlu kalau kasus yang tensi politiknya tinggi berikan saja, tapi diikuti supervisi dan koordinasi. Tidak mesti kasus kecil yang dibagi, tapi kasus besar juga sesekali berikan," kata Margarito Kamis kepada
Rakyat Merdeka Online, Senin (16/7).
KPK harusnya menjadi trigger (memicu) Polri dan Kejaksaan kembali menjadi lembaga penegak hukum yang sehat.
"Kita mesti meletakkan visi kita dulu pada pemberantasan korupsi ini, apa yang mau kita lakukan?Apakah ini mau jadi satu-satunya organisasi yang menangani korupsi atau tetap berikan tempat pada polisi dan jaksa?" ungkap dia sambil menambahkan visi tersebut masih bias hingga kini.
Jika bangsa Indonesia sepakat bahwa KPK menjadi satu-satunya lembaga yang leading pemberantasan korupsi, maka tak salah jika KPK meminta banyak fasilitas yang canggih dan jumlah pegawai yang besar.
"Tapi kalau kita sepakat seperti sekarang ini, dimana polisi dan jaksa tetap diberikan kewenangan, ya jangan dilupakan mereka itu," tegasnya
Dia menegaskan, jika kepolisian dan kejaksaan tetap berkubang dalam kesalahan masa lalunya di bidang pemberantasan korupsi, maka itu bisa diartikan sekaligus sebagai kegagalan KPK dan seluruh bangsa.
"Yang terjadi sekarang malah KPK terkesan 'mendeligitimasi' polisi dan jaksa. Kembalikan KPK ke fungsi supervisi dan monitoring dua lembaga itu. Itu sampai sekarang belum terjadi," serunya.
[ald]
BERITA TERKAIT: