RMOL. Dalam surat dakwaan terhadap Dhana Widyatmika (DW), tercantum nama sejumlah petugas Ditjen Pajak yang menangani pajak PT Mutiara Virgo. Penanganan pajak itu berbau suap atau gratifikasi. Tapi, ada tiga rekan DW dalam tim itu yang masih berstatus saksi.
Menurut Kepala Pusat PeneÂrangan Hukum Kejaksaan Agung Adi Toegarisman, penyidik PiÂdana Khusus masih mendalami kasus korupsi dan pencucian uang ini. Sehingga, tidak tertutup kemungkinan, tersangka kasus ini bertambah. “Prosesnya masih berjalan. Penyidik tidak berÂhenÂti,†ujar Adi di Gedung Kejaksaan Agung, Jalan Sultan Hasanuddin, Jakarta Selatan.
Setelah DW disidang di PÂeÂngaÂdilan Tindak Pidana Korupsi (TiÂpikor) Jakarta, lanjut Adi, peÂngembangan penyidikan sudah fokus pada tindak pidana korupsi yang disangkakan kepada terÂsangÂka Herly Isdiharsono. Seperti diketahui, Herly juga pegawai neÂgeri sipil pada Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan.
Penyidik, lanjut Adi, sudah meÂngorek keterangan Tim PeÂmeÂriksa Pajak yang bersama-sama Herly melakukan pemeriksaan terhadap wajib pajak PT Mutiara Virgo. “Untuk tersangka HI, suÂdah diperiksa tiga saksi lagi, yakÂni Ketua Tim Pemeriksa Pajak PT Mutiara Virgo Sarah, Supervisor Tim Pemeriksa Pajak PT Mutiara Virgo Anggun dan anggota tim peÂmeriksa pajak PT Mutiara VirÂgo Farid. Mereka masih sebagai saksi,†ujarnya.
Bagaimana ceritanya, hingga tiga PNS Ditjen Pajak itu terseret sebagai saksi, setidaknya terbaca daÂlam surat dakwaan terhadap DW. Begini ceritanya, DW diÂdakÂwa dengan tiga dakwaan. DakÂwaan pertama menyangkut PT Mutiara Virgo (MV) milik Johnny Basuki pada 2003 dan 2004, yang semestinya membaÂyar pajak lebih dari Rp 30 miliar.
Berdasarkan kajian Herly, diÂbentuklah Tim Pemeriksa GabuÂngan untuk mengurusi pajak itu. Tim itu terdiri dari, Supervisor AngÂÂgun Prayitno, Ketua Tim SaÂrah Lallo, anggota tim Herly IsÂdiÂharsono dan Farid Agus Mubarok.
Meskipun Herly, Johnny dan konsultan pajak Hendro TirtaÂwijaya tahu kewajiban pajak PT MV seharusnya lebih besar dari Rp 30 miliar, namun mereka seÂpaÂkat untuk menguranginya. KeÂsepakatannya adalah Johnny berÂsedia membayar Rp 30 miliar yang meliputi, uang untuk memÂbayar kewajiban pajak yang telah dikurangi dan fee bagi petugas atas jasa mengurangi kewajiban itu.
Hasil penghitungan pajak PT MV kemudian dituangkan ke daÂlam Laporan Hasil Pemeriksaan, sehingga Johnny membayar seÂbeÂsar Rp 10.882.000.000 (sepuÂluh miliar delapan ratus delapan puÂluh dua juta rupiah). Kemudian, JohnÂny memberikan Rp 20.882.000.000 melalui BCA cabang Rantai Mulya Kencana, kepada Hendro. Selanjutnya, oleh Hendro dicairkan dan dititipkan ke rekening seorang pegawai Puri Spa atas nama Liana Apriyani di Bank BCA Cabang Rantai Mulya Kencana. Sedangkan sisanya, Rp 9.118.000.000 (sembilan miliar seratus delapan belas juta rupiah) diserahkan Hendro kepada Herly secara tunai.
Seluruh uang pemberian JohnÂny kepada para petugas paÂjak yang mengurangi kewajiban pemÂbayaran pajak itu, lebih daÂhulu dikumpulkan di rekening peÂnampungan, antara lain ReÂkening BCA Cabang Rantai Mulya KenÂcana atas nama Liana Apriyani Nomor Rekening 7090137764, dan rekening Bank Panin Cabang Pasar Puri Indah Jakarta Barat atas nama Veemy Solichin NoÂmor Rekening 1452030079. SeÂlanjutnya, atas perintah Herly, uang itu dibagikan ke beberapa rekening, antara lain ke rekening DW sebesar Rp 2.000.000.000 (dua miliar rupiah).
Nah, para penyidik juga menelisik, apakah tiga rekan DW yang masih berstatus saksi itu juga kebagian duit gratifikasi atau suap dari pengusaha tersebut.
Menurut pengacara DW, Lutfi Hakim, dakwaan jaksa itu tidak sesuai fakta. “Jaksa sebelumnya gembar-gembor soal uang Rp 60 miliar, nyatanya tidak ada dalam dakwaan. Hanya 1 sampai 2 miÂliar. Jaksa tidak percaya diri memÂbawa kasus ini ke pengaÂdiÂlan. Ini pepesan kosong,†belanya.
Kejaksaan Agung sudah meÂnetapkan enam tersangka kasus ini, yakni Dhana Widyatmika (Ditjen Pajak), Johnny Basuki (wajib paÂjak), Firman (Ditjen Pajak), Herly Isdiharsono (Ditjen Pajak), Salman Maghfiron (bekas pegawai Ditjen Pajak) dan HenÂdro TirtaÂwijaya (konÂsultan paÂjak). Semua tersangÂka itu sudah ditahan. Tapi, baru DW yang teÂlah menjadi terÂdakÂwa di PeÂngaÂdilan Tipikor.
Didakwa Mencuci Uang Juga
Dhana Widyatmika (DW) juga didakwa melakukan pencucian uang, selain disidang karena kaÂsus korupsi. Menurut pengacara DW, Lutfi Hakim, dakwaan jaksa mengenai pencucian uang itu tiÂdak sesuai fakta.
“Pencucian uangÂnya tidak jeÂlas, karena jaksa tidak bisa meÂnyebutkan berapa totalnya dan apa predikat crimeÂnya,†tegas dia.
Uang yang dicuci itu, dicurigai jaksa merupakan hasil korupsi DW. Soalnya, tak sesuai profil penghasilan resmi DW sebagai peÂgawai negeri sipil (PNS).
Berdasarkan dakwaan, DW menerima sejumlah uang yang diÂcurigai merupakan haÂsil koÂrupsi. “Uang itu ditranÂsaÂkÂÂsiÂkan deÂngan maksud menyemÂbunyiÂkan atau menyamarkan asal usulÂnya,†tandas JPU Wismantanu di Pengadilan Tipikor, Jakarta.
Dari penelusuran jaksa peÂnyiÂdik, ditemukan uang milik DW bertebaran antara lain di Bank CIMB Niaga Cabang Jakarta, PriÂvate Banking dengan Nomor ReÂkening 0530100848117 yang berÂisi sebesar Rp 4.085.028.105,5, di Bank HSBC Cabang Jakarta Kelapa Gading dengan nomor reÂkening 018062430808 sejumlah Rp 2.632.620.502, di Standard Chartered Bank dengan total 271.643.59 Dolar AS.
Kemudian, di Bank Mandiri CaÂbang Jakarta Imam Bonjol deÂngan nomor rekening 122008Â80Â906709 sebesar Rp 474. 500.315, di CIMB Niaga Jakarta Sudirman dengan nomor rekening 23701Â0Â2814188 sebesar Rp 54.000.000, di CIMB Niaga Jakarta Sudirman dengan nomor rekening 053Â0Â200Â669007 sebesar 30.545.05 DoÂlar AS, di BCA KCU Jakarta Kalimalang dengan nomor reÂkening 2300860861 sebesar Rp 4.169.736.347.
Jadi, tegas Wismantanu, jumÂlah uang masuk ke rekening-reÂkeÂning itu adalah Rp 11.415.885.270 (sekitar Rp 11,4 miliar) dan 302.189 Dolar Amerika Serikat. DW juga menyimpan uang dalam bentuk mata uang Dinar Irak, Riyal Saudi Arabia dan Dolar Singapura.
Dia menyimpan uang itu di safe deposit box Bank Mandiri, cabang Mandiri Plaza nomor 40572 dan di rumahnya.
Kejaksaan Mesti Usut Semua
Yenti Garnasih, Pengamat Hukum
Pengamat hukum Yenti GarÂnasih mengingatkan KeÂjakÂsaan Agung agar tidak setengah hati mengusut kasus korupsi dan pencucian uang yang telah menyeret Dhana Widyatmika, alias DW sebagai terdakwa di Pengadilan Tipikor Jakarta ini.
Lantaran itu, menurut Yenti, seÂmua yang diduga terlibat, baik para anggota Tim PemeÂriksa Pajak maupun pihak peÂnyuap harus diproses secara hukum.
“Sepanjang Kejaksaan Agung bisa menemukan bukti perÂmuÂlaan yang cukup terhadap angÂgota Tim Pemeriksa Pajak, ya harus diusut. Harus tuntas sangÂkaÂan terhadap Herly, DW dan semua yang diduga terlibat,†ujarÂnya, kemarin.
Yenti berharap, penyidik proÂfesional melaksanakan tugasÂnya dan membongkar semua yang terlibat, tanpa ada keÂpeÂnÂtiÂngan tertentu yang akan meÂnyeÂbabkan proses hukum terÂhamÂbat.
“Bukti harus secara proÂfÂeÂsional didapat penyidik, dan ini akan kita lihat dalam perÂsiÂdaÂngan yang sedang berjalan di Pengadilan Tipikor,†ujar pakar huÂkum pencucian uang ini.
Menurutnya, jika Kejaksaan Agung tampak tersendat-tersenÂdat mengusut kasus ini, harus dilihat penyebabnya. Mesti diÂlihat, ada apa di balik keterÂsenÂdatan itu. “Apakah karena tidak ada bukti atau ada masalah lain. Apalagi, awalnya perkara ini sangat heboh karena dianggap seÂbagai Gayus kedua, tapi kok seÂkarang dakwaannya tampak lemah. Ada apa ini,†herannya.
Dia berharap, Kejaksaan Agung tidak menjadikan kasus ini bagai barang kreditan yang pembayarannya dicicil-cicil. “Seharusnya, kasus-kasus yang konspiratif, pendalamannya dituntaskan bersamaan. Segera tuntaskan, tinggal nanti terÂganÂtung bagaimana majelis hakim memutusnya,†ujar Yenti. [Harian Rakyat Merdeka]
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: