Kabagpenum Polri Kombes Boy Rafli Amar menyatakan, keÂpolisian masih menindaklanjuti perkara dugaan korupsi alkes ini. Dia bilang, status kasus ini masih P-19 alias belum lengkap. “Ada beÂberapa petunjuk jaksa yang maÂsih perlu ditindaklanjuti keÂpolisian,†katanya.
Dia menepis anggapan bahwa kepolisian telah menghentikan peÂnyidikan kasus tersebut. “TiÂdak ada SP-3,†katanya kepada RM. Dia menegaskan, kasus ini maÂsih diÂtangani penyidik Tipikor BaÂreskrim Polri. Selain itu, keÂpoÂliÂsian terus mengÂkoorÂdiÂnaÂsiÂkan teÂmuan-temuan yang meÂngandung fakta hukum pada kejaksaan.
Menurutnya, kepolisian telah menghimpun keterangan Siti. Katanya, upaya Siti menanyakan statusnya kepada penyidik BaÂresÂkrim beberapa waktu lalu, diÂmanfaatkan penyidik untuk mengÂklarifikasi fakta-fakta daÂlam kasus ini.
Hal senada dikemukakan KaÂbaÂreskrim Polri Komjen SutarÂman. Dia menjelaskan, pihaknya masih mengumpulkan keteÂraÂngan dan bukti-bukti kasus ini.
NaÂmun senada dengan Boy, ia tak memberi jawaban sudah seÂjauhÂÂmana perkara ini ditinÂdakÂlanÂjuti kepolisian. Direktur III TinÂdak Pidana Korupsi (Dir III-TiÂpikor) Bareskrim Polri Brigjen Noer Ali pun demikian. Saat diÂkonÂfirmasi, dia tak bersedia memÂberikan keterangan.
Sumber di lingkungan BaresÂkrim menginformasikan, sejak nama bekas Menkes Siti Fadilah mencuat dua bulan lalu, keÂpoÂliÂsian belum bisa menyampaikan duÂgaan keterlibatan bekas menÂteri itu dalam kasus ini. “Masih terus disidik. Menyangkut teknis pÂeÂnyidikan, tidak bisa disamÂpaiÂkan dulu,†ucapnya.
Disampaikan, upaya menggali fakta-fakta kasus ini dilakukan deÂngan memantau persidangan kasus ini. “Semua keterangan yang terungkap di persidangan menjadi masukan buat kita.â€
Untuk menganalisa fakta-fakta hukum tersebut, kepolisian seÂnanÂtiasa mengutus penyidik unÂtuk memonitor persidangan. SeÂlain itu, koordinasi kepolisian dengan jajaran kejaksaan terus berjalan.
Koordinasi dilakukan guna meÂngetahui peran pihak lain serta Siti dalam dugaan penyeleweÂngan anggaran proyek pengadaan alat kesehatan tsunami Aceh tahun 2005. Prinsip kehati-hatian
ditujukan agar preseden seperti penetapan status tersangka bekas Menkes ini oleh Polri tak terÂulang. Sebagaimana diketahui, awalnya Kejagung menerima surat penetapan tersangka pada 28 Maret 2012, tapi polisi memÂbantah. Baru pada 17 April, polisi mengakui status Siti.
Lebih jauh Boy menambahkan, vonis terhadap Mulya, salah satu terÂdakwa kasus alkes, jadi masuÂkan kepolisian. Maksudnya, upaÂya pengadilan Tipikor memÂbukÂtiÂkan pelanggaran Pasal 2 huruf a juncto Pasal 18 UU 31/1999 sebagaimana diubah UU No 20/2001 tentang Pemberantasan Tipikor oleh terdakwa, memicu kepolisian untuk menuntaskan kasus ini. “Kita berharap kasus yang berkaitan dengan perkara terdakwa ini bisa diselesaikan kepolisian,†tuturnya.
Diketahui, terdakwa Mulya Hasjmy diadilil terkait kasus koÂrupsi pengadaan alkes untuk peÂnanggulangan wabah flu burung di Kemenkes tahun 2006. Saat itu, ia menjabat sebagai Sesditjen Bina Pelayanan Medik Depkes 2006. Terakhir, Mulya yang meÂnempati pos sebagai Kepala PuÂsat Penanggulangan Masalah KeÂsehatan (PPMK) Kemenkes, meÂnyebut, kasus ini melibatkan beÂkas atasannya, Siti Fadilah yang saat itu menjabat Menkes. Siti pun telah membantah tudingan beÂkas bawahannya itu.
RE KA ULANG
Bingung Ditetapkan Sebagai Tersangka
Kabareskrim Polri Komjen Sutarman menerangkan, dugaan keterlibatan tersangka Siti FadiÂlah, yakni sebagai kuasa pengÂguna anggaran, terkait kasus koÂrupsi pengadaan alat kesehatan unÂtuk buffer stock/KLB dengan metode penunjukan langsung yang dilaksanakan Kepala Pusat Penanggulangan Masalah KeÂseÂhatan, antara Oktober- November 2005 dengan nilai proyek sebesar Rp 15.548.280.000.
Akibat penyelewengan dalam pengadaan alkes tersebut, negara diduga mengalami kerugian seÂbeÂsar Rp 6.148.638.000. “PeranÂnya sebagai kuasa pengguna anggaran yang harus disamÂpaiÂkan kepada pejabat pembuat koÂmitmen,†terangnya pada 17 ApÂril silam.
Dugaan keterlibatan Siti FadiÂlah Supari dalam kasus pengaÂdaÂan alat kesehatan tahun anggaran 2005, diungkap bekas Sesditjen Binayanmedik Mulya A Hasjmy di Pengadilan Tipikor Jakarta.
Saat itu, Mulya bersaksi dalam kasus korupsi pengadaan peraÂlaÂtan medis penanganan flu burung. Mulya yang merupakan Pejabat Pembuat Komitmen dalam proÂyek itu, mengaku Menteri KeÂseÂhatan Siti Fadilah Supari yang merekomendasikan perusahaan rekanan pelaksananya.
Mulya bercerita, ada empat orang mendatanginya saat perÂsiaÂpan proyek. Mereka terdiri dari dua lelaki dan dua perempuan. MeÂnurutnya, empat orang itu meÂngaku sudah menemui Menkes dan disetujui untuk meÂlakÂsaÂnaÂkan proyek alat kesehatan itu. “Saya kaget, dari mana mereka tahu proyek itu, padahal penguÂmuman saja belum,†ujarnya.
Dua hari berselang, lanjut MulÂya, dirinya menemui Menkes dan mengkonfirmasi pernyataan empat tamunya itu. Saat itu, lanÂjut Mulya, Siti tersenyum dan membenarkan bahwa empat orang itu telah lebih dulu meneÂmuinya. “Iya benar itu, tolong bantu, ya,†ujar Mulya menguÂlang pernyataan Siti.
Siti membantah tudingan itu. Kata dia, semua keputusan dalam proyek itu telah sesuai Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang dan Jasa PÂeÂmeÂrintah. “Jadi, sebenarnya apa sih yang membuat tiba-tiba munÂcul penunjukan tersangka ini pada saya,†katanya heran.
Di kediamannya, di Kawasan Pondok Kelapa, Jakarta Timur, Siti mengaku bingung ditetapkan sebagai tersangka. “Apakah opini bisa menjadikan seseorang tersangka? Itu yang sangat saya sayangkan bisa terjadi di negeri ini,†ujarnya.
Siti curiga, ada pihak-pihak tertentu yang sangat ingin menjaÂdikannya tersangka kasus koÂrupsi. “Ada pihak yang ingin seÂkali saya jadi tersangka. Padahal saya melaksanakan pekerjaan sebaik-baiknya,†kata dia.
Siti menambahkan, selama ini dia sudah tujuh kali bolak balik diÂperiksa KPK sebagai saksi. SeÂhingga membingungkan, jika tiba-tiba ada kasus lain yang dituÂduhkan kepadanya, melalui MaÂbes Polri. “Anda tahu sendiri saya tujuh kali mondar mandiri di KPK. Saya mengklarifikasi apa adanya, dan saya kira hampir sama semua. Ini yang mau saya klarifikasikan dulu ke Mabes Polri,†ujarnya.
Selama menjadi Menteri KeÂsehatan, Siti merasa tidak pernah melakukan pekerjaan yang meÂlanggar undang-undang. Dalam hal proses pengadaan alat dengan penunjukan langsung, dia tidak pernah menunjuk langsung apa perusahaan yang harus menÂjaÂlankan proyek.
Tak Ada Alasan Gantung Kasus Pengadaan Alkes
Syarifudin Sudding, Anggota Komisi III DPR
Anggota Komisi III DPR Syarifudin Sudding meminta kepolisian cepat mengambil langkah dalam mengusut kasus dugaan korupsi pengadaan alat kesehatan. Jangan sampai, peÂnindakan yang diambil terkesan tebang pilih.
“Penetapan status tersangka hendaknya menjadi dasar untuk menindaklanjuti kasus ini. Penetapan status tersangka oleh kepolisian semestinya dilatari adanya fakta hukum yang cuÂkup,†kata anggota DPR dari ParÂtai Hanura ini.
Dengan begitu, lanjutnya, tiÂdak ada alasan bagi penyidik unÂtuk menggantung kasus ini. Dia menyarankan, apa-apa yang menjadi petunjuk jaksa guna melengkapi berkas peÂrÂkara seÂmestinya diselesaikan secepatÂnya.
“Komitmen penyidik keÂpoÂlisian sangat dibutuhkan. Jika merasa pesimistis dapat meÂnyeÂlesaikan persoalan ini, keÂpoÂliÂsian idealnya tidak terburu-buru menetapkan status bekas menÂteri itu sebagai tersangka,†tandasnya.
Ia menyayangkan, kenapa justru kenyataannya sekarang saÂngat berbanding terbalik. PoÂlisi terkesan lamban atau malah ogah-ogahan menentukan arah dalam memproses kasus ini. “Padahal kan mereka sendiri yang sejak awal menetapkan status tersangka,†tandasnya.
Jika memang menemukan keÂndala dalam melengkapi peÂtunjuk jaksa, seharusnya, imbuh dia, polisi tidak memaksakan keÂhendak. Nanti justru peÂnaÂngaÂnan kasus ini menjadi amÂburadul. Toh kata dia lagi, peÂngusutan kasus dugaan korupsi alkes ini juga ditangani oleh KPK.
Masyarakat Butuh Kepastian Penanganan Kasus
Alfons Leomau, Pengamat Kepolisian
Kombes (purn) Alfons LeoÂmau mengingatkan agar keÂpoÂlisian berhati-hati dalam memÂproses setiap perkara. Pasalnya, pengusutan perkara yang seÂramÂpangan dikhawatirkan menÂjadi bumerang bagi kepolisian. “Jangan karena nila setitik, jadi rusak sebelanga,†katanya.
Dia mengapresiasi berbagai terobosan kepolisian saat ini. Karenanya, prestasi yang diÂtorehkan kepolisian hendaknya dijaga secara bersama-sama.
Menyoal penetapan status terÂsangka bekas Menkes Siti Fadilah, alumni Akpol 1974 itu menilai, dasar penetapan status tersangka diatur dalam ketenÂtuan perundangan. Jadi, tidak ada alasan bagi kepolisian unÂtuk menarik status tersebut tanÂpa ada fakta hukum yang sangÂgup menggugurkan tuduhan sebelumnya.
“Aneh apabila penetapan staÂtus tersangka seseorang ditutup-tutupi. Apalagi sesuai ketentuan perundangan, semua warga neÂgara memiliki kedudukan yang sama dalam hukum.â€
Yang paling penting saat ini, tambah bekas Karobina-Mitra Polda NTT ini, kepolian konÂsisten dengan apa yang telah diÂlakukan. Jika seseorang terbukti bersalah, tentunya harus diÂtinÂdak. Namun sebaliknya, bila tak bisa diproses secara hukum, poÂlisi idealnya mengakui hal itu seÂcara terbuka kepada masyarakat.
“Persolannya sekarang, peÂrÂkaranya bisa lanjut atau tidak. Masyarakat sekarang butuh kepastian. Kemauan Polri meÂngubah kultur dan pola berÂtindak, sangat diperlukan dalam era yang serba terbuka ini,†ingatnya. [Harian Rakyat Merdeka]
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: