Tiga Tersangka Sedot Pulsa Tak Kunjung Jadi Terdakwa

Perdamaian Pelapor Dengan Terlapor Dipersoalkan

Rabu, 30 Mei 2012, 11:04 WIB
Tiga Tersangka Sedot Pulsa Tak Kunjung Jadi Terdakwa
ilustrasi

RMOL. Meski syarat formil dan materil berkas perkara mafia pulsa sudah dianggap memadai, toh, status tiga tersangka kasus ini belum berubah menjadi terdakwa. Apakah ada yang mau “main sulap” agar kasus yang ditengarai merugikan masyarakat luas ini lenyap?

Kepala Pusat Penerangan Hu­kum Kejaksaan Agung Adi Toe­ga­risman mengaku, penelitian ber­kas perkara mafia pulsa masuk prio­ritas ke­jak­saan. 

Ketiga berkas perkara yang menjadi fokus Kejaksaan Agung itu atas nama tersangka Nafing HB dari PT Colibri sebagai con­tent provider, Vice President Di­gital Music Contain Manage­ment Telkomsel Krishnawan Pri­badi dan WMA dari perusahaan Media Play.

Adi menambahkan, sejak pe­limpahan tahap kedua dari Mabes Polri, penelitian dan penyusunan me­mori tuntutan masih dilaku­kan. Tapi, dia belum bisa me­mas­tikan sejauhmana penelitian dan penyusunan memori tuntutan dilakukan tim jaksa.

Tim peneliti berkas perkara, katanya, tengah berupaya me­nye­lesaikan memori tuntutan agar bisa segera dilimpahkan ke pe­ngadilan. Namun, dia tidak mau menyampaikan detail tuntutan yang disiapkan jaksa.

Sumber RM di lingkungan Ke­jagung menginformasikan, ber­kas perkara tiga tersangka kasus mafia pulsa yang sudah hampir tuntas, belakangan justru dikem­bali­kan ke kepolisian. Jaksa be­r­anggapan, berkas perkara itu masih kurang lengkap. “Ada yang belum dilengkapi kepolisian di berkas perkara ketiga ter­sang­ka,” katanya.

Akibatnya, waktu pelimpahan berkas perkara ke pengadilan jadi molor. “Penelitian dan penyu­su­nan memori tuntutan sudah di­la­kukan. Tinggal menyelesaikan tahap akhir. Tapi, berkas tersebut belum lengkap,” tambahnya.

Menurut dia, berkas itu belum lengkap karena belum memuat informasi tentang perdamaian sa­lah satu pelapor kasus ini, Fery Kuntoro dengan PT Colibri Net­work (CN) yang diduga mencuri pulsa Feri. “Semestinya ke­po­li­sian tidak menyertakan laporan Fery lantaran adanya per­da­mai­an,” kata jaksa di lingkungan Jak­sa Agung Muda Pidana Umum ini.

Tapi, sumber RM di Mabes Polri melihat keinginan pihak ke­jaksaan itu tidak substansial. Soal­nya, perdamaian tidak meng­hapus tindak pidana dalam per­ka­ra ini. Pasalnya, kasus yang dite­ngarai merugikan masyarakat luas ini, sejatinya bukan delik aduan.

Kembali pada keterangan jaksa itu, dia mengatakan, pelanggaran yang dilakukan ketiga tersangka tersebut sama. Jenis pelanggaran yang dilakukan antara lain, pe­langgaran Undang Undang Kon­su­men, transaksi elektronika, pe­nipuan atau penggelapan. Ke­ti­ga­nya diduga melanggar pasal 62 juncto pasal 8 ayat 1 huruf f juncto pasal 9 ayat 1 huruf c juncto pasal 10 huruf a juncto Pasal 13 ayat 1 juncto pasal 14 juncto pasal 15 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Per­lindungan Konsumen.

Selain itu, tersangka juga di­anggap melanggar pasal 45 ayat 2 dan pasal 28 ayat 2 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 ten­tang ITE serta Pasal 362 dan Pasal 378 KUHP tentang tindak pi­dana penipuan dan penggelapan.

Jaksa ini menam­bah­kan, tersangka NHB dari PT Colibri sebagai content provider dan ter­sangka WMA dari perusahaan Media Play merupakan rekanan Telkomsel. Kedua rekanan Tel­kom­sel tersebut diduga aktif me­nye­diakan content yang menye­dot pulsa pelanggan. Aksi kedua ter­sangka menyedot pulsa pe­langgan, diduga terjadi berkat ker­jasama dengan Telkomsel yang diwakili pejabat Telkomsel Krishnawan Pribadi.

Sementara itu, Kepala Bares­krim Polri Komjen Sutarman me­nyatakan, anak buahnya masih meneliti kemungkinan keter­li­ba­tan tersangka lain. Dengan kata lain, kepolisian belum meng­hen­tikan penanganan kasus ini.

Pe­meriksaan saksi-saksi dari Tel­kom­sel maupun pejabat ope­ra­tor telepon seluler lain, masih dikem­bangkan penyidik. Selain itu, dia berharap, persi­da­ngan ka­sus sedot pulsa yang telah ber­jalan di beberapa daerah, bisa men­jadi modal tambahan untuk menindaklanjuti kasus ini.

REKA ULANG

Ngaku Kliennya Tak Terima Uang Damai

Salah seorang pelapor kasus ini, Feri Kuntoro menarik lapo­rannya. Kuasa hukum Feri, Didit Wijayanto beralasan, kliennya mencabut laporan karena ada niat baik perusahaan content provider, PT Colibri Network (CN) yang se­mula diduga mencuri pulsa Feri.

Menurut Didit, Feri maupun PT CN sama-sama mengaku khilaf dan bermufakat mencabut laporan masing-masing. Kendati begitu, Didit membantah bahwa kliennya menerima imbalan besar dari PT Colibri, sehingga mau men­cabut laporan tersebut. “Ti­dak semua upaya perdamaian ha­rus dengan uang,” katanya be­be­rapa waktu lalu.

Didit pun beralasan, laporan kliennya itu laporan perdata. Me­nurutnya, pencabutan laporan perdata itu dilatari kelelahan klien­nya menghadapi kasus ter­sebut. Feri, katanya, ingin proses perkara ini cepat selesai.

Didit bercerita, upaya damai ber­awal saat pihak PT CN me­ngajak Feri untuk bertemu. Per­temuan sedianya dilaksanakan di sebuah kafe di Jakarta Selatan. Akan tetapi, lanjutnya, Feri me­nolak. Feri meminta perwakilan PT CN bertemu di rumahnya saja.

Dalam pertemuan itu, menurut Di­dit, pihak Colibri meminta maaf dan sepakat saling men­ca­but laporan. Atas dasar itu, pada Ju­mat (27/1), Feri mencabut la­po­ran di Bareskrim Polri dan PT Colibri mencabut laporan pen­ce­maran nama baik di Polres Ja­karta Selatan.

“Kami memaafkan dan men­cabut tuntutan perdata di Mabes Polri. Mereka juga mencabut la­porannya terhadap Feri di Polres Jakarta Selatan,” katanya.

Perdamaian tersebut diamini kuasa hukum PT Colibri Net­work, John K Azis. Menurut dia, da­sar perdamaian dilatari ke­khi­lafan kedua pihak. Dia juga me­nyangkal memberikan uang ke­pa­da Feri untuk mencabut lapo­ran tersebut. “Tidak ada itu,” akunya.

Kendati Feri sudah mencabut laporan yang diklaim pengacara­nya sebagai laporan perdata, Ke­pala Bagian Penerangan Umum Polri Kombes Boy Rafli Amar men­gaku, kepolisian tetap me­nin­daklanjuti kasus pencurian pulsa ini secara pidana. “Pro­sesnya tetap lanjut,” kata bekas Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya ini.

Soalnya, menurut Boy, kasus pencurian pulsa tidak masuk ka­tegori delik aduan. Dengan sen­dirinya, pencabutan laporan, ti­dak bisa menggugurkan proses hukum pada kasus tersebut. Apa­lagi, yang melaporkan kasus ini bu­kan hanya Feri. “Ada atau ti­dak ada laporan, polisi bisa me­nindaklanjuti per­kara yang di­duga merugikan ma­syarakat ini,” kata dia.

Hal senada disampaikan kor­ban sekaligus pelapor lain kasus pen­curian pulsa konsumen, yakni Hen­dri Kurniawan. Dia menga­ta­kan tidak akan mencabut lapo­rannya. “Saya akan maju terus,” tegasnya.

Pria yang sempat dikeroyok se­jumlah orang tak dikenal setelah melaporkan kasus pencurian pul­sa ke kepolisian ini berharap, po­lisi dapat menuntaskan kasus ter­sebut tanpa pandang bulu.

Seiring waktu, Bareskrim Ma­bes Polri menetapkan tiga ter­sang­ka kasus ini. Sebelumnya, Ba­reskrim menarik kasus ini dari Polda Metro Jaya. Soalnya, lapo­ran mengenai penyedotan pulsa terjadi hampir di seluruh wilayah Indonesia.

“Kasus ini bukan h­a­nya ter­jadi di lingkup Polda Met­ro, tapi juga di daerah lain, se­hing­ga kami ingin penye­lidi­kan­nya satu pintu, dilakukan Mabes Pol­ri,” ujar Kabidhumas Polda Met­ro Jaya saat itu, Kombes Ba­­harudin Djafar.

Penanganan oleh Mabes Polri, diharapkan mampu menekan beda argumen antar penyidik pol­da-polda, sehingga langkah pe­nyi­di­kan, penerapan pasal, duga­an ke­rugian konsumen serta penuntasan kasus ini bisa berjalan searah.

Pelimpahan perkara ini ke Mabes juga untuk memudahkan koordinasi Polri dengan lembaga tinggi negara lain seperti Kemen­terian Komunikasi dan In­for­matika  serta Panja Mafia Pulsa DPR.

Tak Terhapus Perdamaian

Boyamin Saiman, Koordinator LSM MAKI

Koordinator LSM Ma­sya­rakat Anti Korupsi Indo­nesia (MAKI) Boyamin Saiman mengingatkan, kejaksaan dan kepolisian akan dicurigai ma­syarakat karena para tersangka kasus mafia pulsa tak kunjung disidang.

Dia merasa aneh lantaran berkas tiga tersangka kasus ini ti­dak kunjung lengkap. Soal­nya, dukungan bagi kejaksaan dan kepolisian untuk me­nun­taskan kasus tersebut sudah multi dimensi.

Dalam kasus ini, terdapat pe­lapor sekaligus korban, ada pi­ranti canggih yang dipakai un­tuk mendeteksi kejahatan pe­laku. Kemudian, pembentukan Panja Mafia Pulsa di DPR.

Jadi, selain ada obyek hukum yang di­teliti, terdapat pula pe­nga­wa­san yang bersifat mele­kat. “Ma­ka­nya, saya menilai, aneh apa­bila kasus ini tidak kunjung ma­suk ke pengadilan,” tandasnya.

Boyamin menyadari, kepen­tingan berbagai pihak dalam perkara tersebut sangat besar. Lantaran itu, dia meminta ke­po­lisian dan kejaksaan bersikap tegas. Jangan sampai penyi­di­kan maupun penuntutan di­men­tahkan kepentingan segelintir pihak. Soalnya, hal tersebut ber­potensi mengecewakan ma­sya­rakat. Akibatnya, ketidak­per­ca­yaan masyarakat kepada pe­negak hukum dari waktu ke waktu kian menebal.

Dia pun menyarankan kejak­sa­an dan kepolisian tidak ber­kutat pada masalah perdamaian antara salah seorang pelapor kasus ini dengan pihak terlapor. So­alnya, kasus yang diduga me­rugikan masyarakat luas seperti ini, tidak termasuk delik aduan. “Apapun dalihnya, tindak pi­dana dalam kasus ini tidak bisa terhapus unsur perdamaian yang dilakukan salah satu pelapor dengan pihak terlapor,” tandasnya.

Aneh, Kenapa Tak Bisa Lengkap

Tantowi Yahya, Ketua Panja Mafia Pulsa

Anggota Komisi I DPR yang juga Ketua Panja Mafia Puls­a, Tantowi Yahya menilai, belum dilimpahkannya berkas perkara mafia pulsa ke penga­dilan menunjukkan masih ada ke­lemahan di tingkat penyidikan.

Dia pun mengaku segera men­cari jawaban mengenai hal tersebut. “Kami sudah koor­di­nasi dengan kepolisian. Ka­ba­reskrim dalam paparannya men­jelaskan, sangat lengkap. Tapi aneh, berkas perkaranya kok tidak bisa lengkap,” katanya.

Karena itu, dia berencana me­nanyakan kendala pengusutan kasus tersebut pada kepolisian. Tantowi pun mewanti-wanti, ja­ngan sampai penanganan kasus yang sudah sedemikian mere­pot­kan kepolisian menjadi sia-sia. Apalagi, kasus ini sudah me­nyita perhatian publik, kare­na menyangkut kepentingan masyarakat luas. “Masyarakat ingin kasus ini selesai cepat,” tandasnya.

Menurut Tantowi, kurang leng­kapnya berkas perkara menjadi tanggungjawab kepo­lisian. Langkah kejaksaan me­ngembalikan berkas perkara yang sudah hampir lengkap itu, menurut dia, sepantasnya di­hor­mati. Di situ, sambungnya, ada semacam kejelian dan kecer­ma­tan menilai maupun me­nge­va­luasi berkas perkara.

Mau tidak mau, katanya, saat ini kepolisian harus lebih serius melengkapi apa-apa yang di­anggap kejaksaan masih ku­rang.  “Kepolisian harus cepat merespon petunjuk kejaksaan,” tuturnya.

 Komisi I DPR dan Panja Mafia Pulsa akan terus menga­wasi pengusutan kasus tersebut. “Segera saya tanya Kabares­krim, ke­napa berkasnya masih belum lengkap,” ujarnya. [Harian Rakyat Merdeka]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA