Pengamat politik Siti Zuhro memandang gosip politik pencapresan Ani Yudhoyono adalah bentuk ketidakbecusan Demokrat menjaga soliditas partai. Dia sarankan, daripada meributkan nama calon presiden untuk pemilihan yang masih dua tahun lagi, lebih baik Partai Demokrat mengurusi situasi dalam partai yang kacau balau.
Peneliti LIPI itu pun yakin, polemik yang justru dilahirkan kader-kader Demokrat itu kian membingungkan masyarakat yang sudah berkali-kali mendengar komitmen anti-oligarki dari mulut SBY sendiri.
Sekretaris Departemen HAM DPP Partai Demokrat, Rachland Nashidik, malah melemparkan tanggung jawab pada pers atas menggelembungnya gosip politik itu. Dia mengatakan, pers sengaja memancing kader Demokrat untuk membicarakan persoalan pencapresan Ibu Negara.
Isu pencalonan Ani Yudhoyono bukanlah barang baru. Presiden SBY juga turut andil memperbesar polemik setelah dia mengizinkan anaknya keduanya, Ibas Yudhoyono, duduk dalam posisi Sekretariat Jenderal partai bentukannya.
Namun, saat memberikan presidential lecture dalam Indonesian Young Leaders Forum 2011 di Hotel Ritz-Carlton, Pacific Place, Jakarta (Juni 2011), dia menegaskan, "Saya bukan capres 2014. Istri dan anak-anak saya juga tidak akan mencalonkan diri. Saat ini saya juga tidak mempersiapkan siapa pun untuk jadi capres 2014. Biarlah rakyat dan demokrasi yang berbicara pada 2014 mendatang," tuturnya kala itu.
Entah darimana asalnya, bagai pertanyaan "mana duluan, ayam atau telur?", tapi nama perempuan kelahiran Jogjakarta 6 Juli enam puluh tahun silam itu meledak sejak kerap nangkring dalam berbagai survei.
Pada Oktober 2011, Lembaga survei Reform Institute pernah merilis hasil survei capres yang menempatkan Ani Yudhoyono bersama empat nama tokoh lain sebagai capres, yaitu Aburizal Bakrie (13.58 persen), Prabowo Subianto (8.46 persen), Jusuf Kalla (7.06 persen), Hidayat Nur Wahid (5.17 persen). Ani Yudhoyono duduk di posisi buncit dengan 4.13 persen.
Trauma oligarki melanda sejak mencuatnya nama anak ketiga dari tujuh bersaudara dari pasangan Jenderal Sarwo Edhie Wibowo dan Ny. Sunarti Sri Hadiyah itu. Namun, kalau kita melihat dari sudut pandang Demokrat, sepertinya partai yang tujuan awalnya itu menempatkan SBY sebagai presiden RI, sedang kekeringan kader berkualitas.
Opini itu pun secara implisit diakui sendiri oleh beberapa kader penting Demokrat. Dengan jujur, anggota Dewan Pembina Partai Demokrat Melani Leimena, mengungkapkan bahwa telah berkali-kali mengusulkan agar Demokrat mengusung Ibu Ani maju di pilpres 2014. Para kader juga antusias dengan usulannya itu. Sayang, SBY belum mengizinkan.
Para kader pun menyambut wacana itu dengan antusias, kontras dengan sikap keras SBY yang berkali-kali menegaskan tidak ingin mendorong keluarganya bertarung di Pilpres. Dan semua pemberitaan utama media politik dua pekan terakhir mengangkat pencapresan Ani Yudhoyono. Efek bola saljunya mendamprat Demokrat sendiri yang dianggap tidak taat pimpinan, terpecah belah dan kekeringan kader berkualitas.
SBY belum turun gunung guna meluruskan isu pencalonan Ani Yudhoyono, meski pengamat politik Siti Zuhro yakin sang presiden tak akan mencabut komitmennya. Mungkin saja keluarga SBY tak akan pernah mencalonkan diri ke Pilpres, tapi bagaimana kalau dicalonkan? Apa sikap Cikeas? Mungkinkah dalih "kehendak rakyat" kembali jadi senjata nantinya untuk membenarkan keputusan politik kontroversial itu?
Sejak Selasa dua pekan lalu (15/5), Rakyat Merdeka Online mengajak pembaca untuk berpartisipasi dalam poling bertema
"Menurut Anda, pantaskah bila Ani Yudhoyono dicalonkan atau bahkan menjadi Presiden RI?".
Ternyata, nyaris semua responden yang menjawab, yaitu sebesar 90,6 persen menilai Ibu Negara TIDAK PANTAS melanjutkan estafet kepemimpinan suaminya. Hanya 8,2 persen yang mengatakan PANTAS dan sisanya 1,2 persen TIDAK TAHU.
Opini sebagian publik awam bahwa Cikeas dan loyalisnya tengah memainkan agenda
testing the water bisa benar bisa tidak. Janji SBY belum ditarik, tapi permainan kata dan apa yang terjadi di belakang layar tak seorang pun tahu. Isu pencapresan Ibu Negara jadi cerminan mutakhir betapa perpolitikan Tanah Air penuh ketidakpastian.
[ald]
BERITA TERKAIT: