Berkas 4 Tersangka Askrindo Bolak-balik Polda-Kejati DKI

Lanjutan Kasus Pembobolan Rp 439 Miliar

Rabu, 16 Mei 2012, 11:05 WIB
Berkas 4 Tersangka Askrindo Bolak-balik Polda-Kejati DKI
Askrindo

RMOL. Belum semua tersangka kasus pembobolan dana PT Askrindo sebesar Rp 439 miliar digiring ke Pengadilan Tipikor. Jaksa dan polisi masih berupaya merampungkan berkas perkara lima tersangka lagi. 

Kapan lima tersangka kasus korupsi dana PT Asuransi Kredit Indonesia (Askrindo), perusa­haan asuransi di bawah bendera BUMN itu dibawa ke Pengadilan Tipikor, belum terjadual secara pasti. Soalnya, jaksa belum sele­sai melakukan penelitian berkas perkara lima tersangka itu.

Selain masih meneliti keleng­kapan berkas perkara atas nama ter­sangka Umar Zen alias A Chung, berkas perkara empat ter­sangka lainnya juga masih perlu penelitian intensif. Direktur PT Tranka Kabel itu adalah ter­sang­ka yang terakhir dilimpahkan Pol­da Metro Jaya ke Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta. Statusnya kini tahanan kota.

Menurut Asisten Pidana Khu­sus Kejaksaan Tinggi DKI Ja­karta Aditia Warman, berkas per­kara empat tersangka atas nama Markus Suryawan dari PT Jakarta Asset Management, Beni An­dreas dari PT Jakarta Investment, Ervan Fajar Mandala dari PT Reliance Asset Management, dan T Helmi Azwari dari PT Har­vestindo Asset Management su­dah dikembalikan Polda Metro Jaya ke Kejati DKI. Sebelumnya, Kejati DKI mengembalikan ber­kas empat tersangka itu ke Polda Metro lantaran belum lengkap.

“Ada beberapa petunjuk yang kami minta untuk dilengkapi ke­po­lisian. Saat ini tengah kami te­liti, apakah itu sudah dileng­kapi,” katanya saat dihubungi, kemarin. Sumber di lingkungan Polda Met­ro menginformasikan, Kejati DKI membutuhkan ke­terangan saksi tambahan. Saksi yang di­maksud adalah saksi ahli yang dapat memperkuat tuduhan kepo­lisian pada empat tersangka itu. “Empat tersangka itu punya peran sama dalam kasus ini,” ujarnya.

Menurutnya, permintaan jaksa agar keterangan saksi ahli tam­bahan dimasukkan ke berkas per­kara masing-masing tersangka me­rupakan hal yang logis. Soal­nya, keterangan saksi ahli tam­bahan akan memperkuat jaksa menyusun dakwaan.

Direskrimsus Polda Metro Jaya Kombes Sufyan S berharap, ber­kas perkara keempat tersangka itu bisa segera dinyatakan Kejati DKI telah P-21 alias lengkap.

Hal senada disampaikan Ke­pala Bidang Humas Polda Metro Jaya Kombes Rikwanto. Dia me­nyatakan, kepolisian sudah be­rusaha optimal melengkapi pe­tunjuk kejaksaan. Untuk itu, Rik­wanto berharap, pelimpahan ber­k­as perkara tahap kedua tak di­ikuti pengembalian berkas per­kara seperti sebelumnya.

Dengan demikian, perkara kelima tersangka yang berkasnya tengah diteliti kejaksaan, bisa se­gera menyusul Direktur Ke­ua­ngan Askrindo Zulfan Lubis (ZL) dan bekas Kepala Investasi Ke­uangan Askrindo Rene Setiawan (RS) yang telah disidangkan di Pe­ngadilan Tindak Pidana Ko­rupsi (Tipikor) Jakarta.

Zulfan dan Rene ditetapkan se­bagai tersangka pada 18 Agustus 2011. Dalam pemeriksaan, Rene dan Zulfan menyebutkan, ada dana Askrindo yang mereka alih­kan ke perusahaan investasi. Se­dikitnya terdapat 10 perusahaan manajer investasi yang diduga menjadi tempat penampungan duit Askrindo.

Dari 10 perusahaan manajer in­vestasi yang ditelusuri, polisi me­nemukan empat manajer in­ves­tasi yang diduga aktif terlibat pem­bobolan dana Askrindo. Dari situ, kepolisian menemukan pe­ran bos PT Tranka Kabel Umar Zen. Umar disangka mengajukan kre­dit lewat fasilitas letter of credit (L/C) untuk menutupi dana As­krin­do yang dialihkan ke pe­ru­sa­haan investasi itu. “Itu d­i­lakukan secara bersama-sama,” ujarnya.

Sebelumnya, tersangka Umar Zen mendapatkan status tahanan kota. Jaksa berdalih, perubahan status penahanan dilatari alasan kemanusiaan. Keputusan me­m­beri status tahanan kota itu, ber­be­da dengan keputusan polisi yang sebelumnya menahan ter­sang­ka pembobol dana perusa­haan asuransi di bawah bendera BUMN ini.

Rikwanto menyatakan, kewe­na­ngan memberikan status taha­nan kota itu ada di tangan jaksa. Soalnya, Polda Metro Jaya sudah melimpahkan berkas perkara dan tersangka itu ke Kejati DKI. Ke­pala Pusat Penerangan Hukum Ke­jaksaan Agung Adi Toega­ris­man beralasan, bos PT Tranka Ka­bel itu sakit.

Dalam kasus pembobolan dana Askrindo, Subdit Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Direktorat Res­krimsus Polda Metro Jaya m­e­ne­tap­kan tujuh tersangka.

REKA ULANG

Mulai Terendus Tahun 2008

Kisruh pengelolaan dana in­vestasi ini, berawal saat PT As­krindo diketahui melakukan pe­nempatan investasi dalam bentuk repurchase agreement (repo), kontrak pengelolaan dana (KPD), ob­ligasi dan reksadana.

Padahal, jenis-jenis investasi te­r­sebut ter­larang dilakukan As­krindo.  In­ves­tasi melalui KPD di­lakukan As­krindo sejak 2005, sedangkan repo sejak 2008. Ke­dua praktik in­vestasi itu ter­ide­n­tifikasi pada 2008.

Askrindo juga diketahui me­miliki investasi berupa obligasi dan reksadana berdasarkan la­po­ran keuangan Askrindo tahun 2010 yang telah diaudit. Namun, berdasarkan pemeriksaan Badan Pengawas Pasar Modal dan Lem­baga Keuangan (Bapepam LK) pada awal 2011, Askrindo tidak dapat membuktikan kepemilikan beberapa obligasi dan reksadana.

Secara umum, berdasarkan data Bapepam LK, penempatan inves­tasi dalam berbagai bentuk tersebut dilakukan melalui lima perusa­ha­an. Yakni, PT Har­ves­tin­do Asset M­­a­nagement, PT Ja­karta Invest­ment, PT Reliance Asset Mana­ge­ment, PT Batavia Prosperindo Fi­nancial Services dan PT Jakarta Se­curities. Total dana yang di­in­ves­tasikan sekitar Rp 439 miliar.

Kombes Baharudin Djafar, saat masih menjabat Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya me­nya­takan, saksi kasus ini antara lain dari Badan Pengawasan Ke­ua­ngan dan Pembangunan (BPKP), Bapepam LK. Ada pula ahli pida­na, ahli tindak pidana pencucian uang dan ahli investasi.

Polda Metro juga memblokir 24 rekening. Rekening-rekening tersebut adalah rekening milik para tersangka yang diduga di­pakai untuk mengalihkan dana dari Askrindo. Di sisi lain, PT As­krindo berupaya mengembalikan dana penyimpangan investasi itu secara bertahap. Perusahaan asu­ransi di bawah bendera BUMN ini menargetkan, kerugian sekitar Rp 435 miliar akan lunas dalam lima tahun ke depan.

Direktur Keuangan, Investasi dan Teknologi Informasi PT As­krindo, Widya Kuntarto me­nya­ta­kan, pihaknya telah merancang skema pengembalian dana secara bertahap. Yakni Rp 25 miliar sam­pai Rp 30 miliar pada 2012, Rp 50 miliar sampai Rp 75 miliar pada 2013, Rp 75 miliar sampai Rp 100 miliar pada 2014 dan sisa­nya hingga 2016.

Sebelumnya, Direktur Utama PT Askrindo, Antonius Chandra Satya Napitupulu mengatakan, pihaknya telah bekerja sama de­ngan kepolisian, Badan Penga­was Pasar Modal dan Lembaga Ke­­uangan (Bapepam LK) serta lem­baga terkait untuk menun­tas­kan kasus ini. Askrindo juga  meng­­hentikan perjanjian dengan lima perusahaan manajer investasi.

Ke depan, Askrindo akan me­ngembangkan bisnis dan tetap me­laksanakan penjaminan kredit usaha rakyat (KUR). Termasuk le­bih selektif menutup risiko mau­pun menerima klaim. “Kami akan menjalin kerjasama dengan bank penyalur KUR untuk me­ningkatkan analisis dan profil bisnis,” ucapnya.

Pelaku Manfaatkan Lemahnya Pengawasan

Yenti Garnasih, Pengamat Hukum

Pengamat hukum Yenti Gar­nasih berharap, perkara pembobolan dana PT Askrindo dapat tuntas di pengadilan. Pi­hak-pihak lain yang terlibat pun dapat terlihat dalam per­si­da­ngan tersangka yang belum di­giring ke pengadilan. Soalnya, dana perusahaan di bawah ben­dera BUMN yang dibobol itu sangat besar, yakni Rp 439 miliar.

Pengajar Universitas Trisakti ini mengingatkan, di pengadilan sangat terbuka peluang untuk mendalami dugaan keterlibatan pihak lain. “Proses persidangan yang terbuka akan menunjukan hubungan dan peran para te­r­sang­ka pada perkara ini,” ujarnya.

Tapi, Yenti mengakui, kasus As­krindo masuk kategori per­kara yang pelik. Karenanya, ni­lai dia, logis apabila pengusutan perkara ini memakan waktu yang panjang. “Perlu kecer­ma­tan dan ketelitian penyidik da­lam mempelajari per­ke­m­ba­ngan kasus ini,” katanya.

 Dia menilai, kasus ini cukup be­rat karena substansinya ter­jadi dalam tenggat waktu yang panjang dan terjalin sangat rapi. Para pelaku, menurutnya, sa­ngat piawai memanfaatkan le­mahnya regulasi dan penga­wa­san. “Lemahnya sistem inilah yang tengah diperbaiki, agar preseden sejenis lebih cepat teridentifikasi.”

Yenti menambahkan, para pelaku kasus ini juga dapat di­jerat dengan pasal tindak pidana pencucian uang (TPPU). Peng­gunaan pasal TPPU, otomatis memberi peluang bagi penegak hukum menyeret tersangka lain. “Siapa pun yang teridentifikasi melaksanakan transaksi ke­uangan dengan tersangka bisa dimintai keterangan,” ucapnya.

Ia berharap, penegak hukum mau memproses perkara TPPU secara optimal. Karena opti­ma­lisasi penggunaan pasal TPPU mampu memberikan efek jera pada pelaku kejahatan.

Sangat Terbuka Ada Tersangka Baru

Desmon J Mahesa, Anggota Komisi III DPR

Anggota Komisi III DPR Desmon J Mahesa meminta, bo­lak-baliknya berkas perkara se­jumlah tersangka kasus As­krin­do di kepolisian dan ke­jak­saan bisa segera diakhiri.

Untuk kepastian hukum, dia ber­harap, berkas perkara ka­sus ini bisa segera dilim­pah­kan ke pe­ngadilan. “Setiap ber­kas per­ka­ra idealnya segera masuk ke persidangan. Apa­lagi kasus As­krindo ini kasus besar,” katanya.

Menurut anggota DPR dari Partai Gerindra ini, kemung­ki­nan kasus tersebut melilit pihak lain sangat terbuka. Karena itu, persidangan kasus ini hen­dak­nya tidak ditunda-tunda.

“Kenapa sidang dua ter­dak­wa dari Askrindo bisa segera di­gelar. Sementara, tersangka lain­nya belum?” tandasnya.

Dugaan keterlibatan elit lain dalam perkara pembobolan dana Rp 439 miliar ini, lanjut­nya, harus bisa diungkap. Lan­ta­ran itu, kepolisian dan ke­jak­saan tak boleh setengah-se­te­ngah dalam menindaklanjuti kasus tersebut.

Jika perlu, kepolisian dan ke­jaksaan berani mengambiil te­ro­bosan. “Contohnya, meminta pertanggungjawaban pihak yang selama ini membuat ke­bi­jakan serta mengawasi lem­baga keuangan,” tandasnya.

Dengan kata lain, menu­rut­nya, penegak hukum tak boleh menghentikan penyidikan sam­pai di sini. “Perkara ini belum se­lesai. Masih banyak yang be­lum terungkap,” tegasnya. 

Selain pola kejahatan yang terstruktur, pelaku berasal dari kelompok intelek. Indikasi ter­sebut, hendaknya bisa ditin­dak­lanjuti dengan langkah hukum yang tepat.   Desmon mengi­ngat­kan, pe­negak hukum tidak boleh kalah dalam menangani kasus ini.  [Harian Rakyat Merdeka]


Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA