Artinya, dua tersangka kasus ini, yakni Ketua Panitia Lelang Bahar dan Pejabat Pembuat KoÂmitmen Pulung Sukarno segera disidang.
Dua tersangka itu seÂgeÂra menÂjadi terdakwa kasus peÂngaÂdaan sistem informasi (sisinfo) Ditjen Pajak tahun anggaran 2006 yang merugikan negara sekitar Rp 12 miliar. Anggaran proyek ini seÂkitar Rp 43 miliar.
Berkas dua tersangka itu diÂnyaÂtakan lengkap (P21) pada Senin, 2 April lalu. “Penyerahan tahap dua untuk tersangka Bahar dan PuÂlung Sukarno tanggal 3 April. Nah, pada Selasa 8 Mei lalu, perÂkaranya sudah dilimpahkan KeÂjakÂsaan Negeri Jakarta Selatan ke Pengadilan Tipikor,†kata Kepala Pusat Penerangan Hukum KeÂjaksaan Agung Adi Toegarisman, kemarin.
Jaksa Kuntadi dkk yang meÂnaÂngaÂni berkas dua tersangka itu, lanjut Adi, mendakwa dengan dakÂwaan primer dan subsidair. DakÂwaan primernya, Pasal 2 Ayat 1 junto Pasal 18 Ayat 1 Huruf b UnÂdang Undang Tindak Pidana KoÂrupsi. Dakwaan subsidairnya, Pasal 3 junto Pasal 18 Undang UnÂdang Tipikor.
Sedangkan tiga tersangka lainÂnya, kata Kapuspenkum, masih dalam tahap penyidikan. Yakni, beÂkas Sekretaris Ditjen Pajak berÂinisial ASA. Dalam konteks kaÂsus ini, ASA menjabat sebagai KuaÂsa Pengguna Anggaran pada 2006. Kemudian, Ketua Panitia Lelang RNK. Diketahui, RNK adalah Kepala Kanwil Pajak DKI Jakarta RN Karim.
Tersangka seÂlanjutnya yang masih dalam peÂnyidikan adalah Direktur UtaÂma PT Berca HardaÂya Perkasa, Liem Wendra HalingÂkar. PT Berca adaÂlah rekanan Ditjen Pajak dalam proÂyek peÂngadaan sistem inÂformasi ini.
Jadi, tersangka kasus ini hingga kemarin masih berjumlah lima orang. Dua diantara lima tersangÂka itu belum ditahan, yakni ASA dan RNK. “Tapi, sudah dicegah unÂtuk ke luar negeri,†ujar Adi.
Tersangka Bahar dan Pulung Sukarno ditahan di Rumah TaÂhanan Salemba Cabang KeÂjakÂsaÂan Agung, Jalan Sultan HaÂsaÂnudÂdin, Jakarta Selatan. Lim Wendra HaÂlingkar ditahan di Rutan CiÂpinang, Jakarta Timur.
Untuk mendalami kasus ini, peÂnyidik pidana khusus KejakÂsaÂan Agung masih mengorek keÂteÂrangan para saksi. Pada Kamis 10 Mei lalu, mereka memanggil enam saksi untuk diperiksa. Enam saksi itu adalah Abdul MaÂnan, Firman I, Dimas P, Agung B, Harry G dan Mohammad Syifa. “Semuanya PNS Ditjen Pajak. Agung sekarang Kepala KPP Makasar Barat,†ujar Adi.
Penyidik juga mengorek keteÂrangan pihak swasta yang mÂeÂmeÂnangi tender di Ditjen Pajak seÂbaÂgai saksi. “Kami masih meÂngemÂbangkan penyidikan. KeÂmuÂdian, melakukan evaluasi atas proÂses penyidikan yang telah diÂlaÂkukan,†katanya.
Pada Senin 7 Mei, penyidik meÂmanggil dan memeriksa lima saksi. Kelimanya adalah Abu B, Aditya A, Bangkit C, Desy T dan Fajar S. Pada Selasa 8 Mei, KeÂjagung memeriksa lima saksi, yakni Imam H, Nugroho A, RiÂzaldi K Ridwan, Rory A dan Vicky M. Pada Rabu 9 Mei, jaksa memeriksa empat saksi lagi, yakni Cristian Y, Andri P, Hari E dan Awan N.
Sama seperti lima saksi yang diperiksa pada Senin 7 Mei, lima saksi yang diperiksa pada Selasa 8 Mei, mengenakan seragam keÂmeja biru. “Baik dari pegawai paÂjak dan dari perusahaan, kami pangÂgil dan periksa,†kata Adi.
Sebelumnya, penyidik sudah meÂmeriksa pengusaha Murdaya Widyawimarta Poo sebagai saksi pada pertengahan April lalu. Menurut sumber di Gedung BunÂdar Kejaksaan Agung, Murdaya diÂperiksa terkait penetapan anak buahnya, yakni salah satu DirekÂtur di PT Berca Hardaya Perkasa, yaitu Lim Wendra Halingkar seÂbagai tersangka.
Namun, Adi enggan menÂjeÂlasÂkan materi pemeriksaan terhaÂdap Murdya dengan alasan suÂdah meÂmasuki materi perkara. “Tapi seÂcara makro, tentu terkait deÂngan peran dan tugas masing-masing,†ujarnya.
Dia menambahkan, kejaksaan tidak segan-segan menetapkan tersangka baru, bila memang suÂdah menemukan bukti kuat dari haÂsil pengembangan penyidikan. “Kalau memang buktinya kuat, siapa pun akan ditetapkan sebagai tersangka,†ujarnya.
Para saksi yang sudah diperikÂsa pun, tidak tertutup keÂmungÂkiÂnan dipanggil kembali. “Sesuai keÂbutuhan penyidik. Kami masih meÂngembangkan penyidikan keÂpada pihak-pihak lain yang diÂduÂga memiliki keterkaitan dengan kaÂsus ini,†ucapnya.
REKA ULANG
Spesifikasi Teknis Disesuaikan Penawaran
PT Berca Hardaya Perkasa (BHP) adalah pemenang lelang pengaÂdaÂan sistem informasi (sisinfo) Ditjen Pajak Kementerian KeÂuangan tahun anggaran 2006. “Tapi, PT Berca menang lelang karena ada perubahan spesifikasi yang disesuaikan dengan peÂnaÂwaÂran PT Berca itu sendiri,†kata Kepala Pusat Penerangan Hukum KeÂjaksaan Agung Adi Toegarisman.
Dalam proyek beranggaran Rp 43,68 miliar ini, sebagian barang diduga tidak sesuai spesifikasi dan sebagian lainnya fiktif. “Ada proÂses perubahan spesifikasi teknis. Perubahan itu tidak sesuai prosedur, yaitu menyesuaikan dengan penawaran dari salah satu peserta lelang, yaitu PT Berca,†kata Adi.
Lantaran itu, para tersangka dikenakan Pasal 2 dan 3 Undang Undang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) dan Keputusan Presiden (Kepres) Nomor 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan PeÂngadaan Barang dan Jasa.
Kasus ini bermula dari temuan BaÂdan Pemeriksa Keuangan (BPK), bahwa terjadi penyimÂpaÂngan pengadaan sistem informasi perpajakan tersebut. Anggaran peÂngadaan ini sekitar Rp 43 miÂliar. Dugaan penyimpangannya seÂkitar Rp 12 miliar.
Setelah melakukan penggeleÂdaÂhan di sejumlah lokasi untuk meÂngumpulkan barang bukti seÂperti dokumen, penyidik pidana khusus Kejaksaan Agung menÂdaÂtangÂkan auditor BPK untuk menÂdalami kasus ini.
“Soalnya, meÂreÂka yang meneÂmukan kejanggaÂlan itu,†kata Direktur Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Arnold Angkouw.
Ditjen Pajak menghormati langÂkah Kejaksaan Agung meÂnaÂngani kasus ini. “Tidak sedikit pun kami resistance terhadap proÂses hukum ini. Justru kami duÂkung, apalagi kami sedang berÂbeÂnah,†kata Direktur PenyuÂluÂhan dan Bimbingan Pelayanan HuÂbungan Masyarakat Ditjen Pajak Dedi Rudaidi.
Menurutnya, Ditjen Pajak tidak menghalang-halangi Tim Satuan Khusus Pemberantasan Korupsi Kejagung untuk menggeledah empat lokasi yang diduga sebagai tempat penyimpanan data pengaÂdaan sistem informasi Ditjen PaÂjak, beberapa waktu lalu.
Empat lokasi itu adalah Kantor Pusat Ditjen Pajak di Jalan Gatot Subroto, Jakarta, Kantor Pusat PeÂngolahan data dan Dokumen Perpajakan di Jakarta Barat, seÂbuah rumah di Jalan Madrasah, GanÂdaria, Jakarta Selatan, dan sebuah rumah di Cinere, Depok, Jawa Barat. Penggeledahan terÂsebut dilakukan pada 3 NoÂvemÂber 2011.
Dua rumah itu milik tersangka BaÂhar. Menurut Arnold, anak buahÂnya pernah meminta dokuÂmen yang dibutuhkan untuk proses penyelidikan dan penyiÂdikÂan. Namun, pihak Direktorat Jenderal Pajak yang dimintai keteÂrangan, tidak mau memÂbeÂriÂkanÂnya. Lantaran itulah, tim yang menangani kasus ini melakukan penggeledahan. Tim kemudian menyita sejumlah dokumen di empat lokasi tersebut.
Terlihat Culun Tidak Bernyali
Ketua Perhimpunan Bantuan Hukum Indonesia (PBHI) JaÂkarta Poltak Agustinus Sinaga menilai, pengusutan kasus koÂruÂpsi pengadaan sistem inforÂmasi (sisinfo) Direktorat JenÂdeÂral Pajak masih setengah hati. Soalnya, masih belum menyenÂtuh substansi dan para pelaku kÂaÂkap yang seharusnya berÂtangÂgung jawab.
“Ini menunjukkan bahwa huÂkum di Indonesia masih tebang pilih dan masih setengah hati daÂlam melakukan pemÂbeÂranÂtaÂsan korupsi,†tandas Poltak.
Menurut dia, ada sejumlah piÂhak yang semestinya ditelisik, apakah terlibat atau tidak dalam kaÂsus ini. “Perlu segera diÂadaÂkan pemeriksaan menyeluruh di Direktorat Jenderal Pajak, bahÂkan Kementerian Keuangan. Hal ini merupakan indikasi keÂtidakefektifan renumerasi di KeÂmenterian Keuangan. MenÂteri Keuangan harus mengatasi masalah ini,†sarannya.
Jika Pemerintah melakuÂkanÂnya sepenuh hati, lanjut Poltak, pemberantasan korupsi buÂkanÂlah hal yang mustahil. “MiÂsalÂnya ide pemiskinan koruptor, hingga kini belum dieksekusi untuk menimbulkan efek jera kepada koruptor dan calon koÂruptor. Masih sebatas wacana,†tegasnya.
Perlu ditegaskan pula, lanjut Poltak, penegak hukum tidak perlu melakukan tindakan repÂresif terhadap masyarakat kecil. “Penegak hukum begitu resÂponÂsif dan represif ketika berÂhaÂdaÂpan dengan masyarakat kecil. Berbeda ketika berhadapan deÂngan pelaku tindak pidana yang tergolong kelas kakap, penegak hukum terlihat culun dan tidak punya nyali,†nilainya.
Lantaran itu, Poltak sangat mendukung agar pelaku korupsi kakap diperlakukan secara teÂgas. Dia juga mengingatkan KeÂjaksaan Agung agar berani meÂnetapkan pengusaha kakap seÂbaÂgai tersangka. “Jangan cuma anak buahnya,†ucap dia.
Tersangkanya Masih Menengah Ke Bawah
Dasrul Djabar, Anggota Komisi III DPR
Anggota Komisi III DPR Dasrul Djabar menghargai KeÂÂjaksaan Agung yang telah meÂÂnetapkan lima tersangka kaÂsus ini. “Saya memberi apresiasi,†ujarnya. Meski begitu, Dasrul menilai, pengusutan kasus ini belum maksimal dan tidak boleh berÂhenÂti sampai di sini.=
“Karena para tersangka kasus ini masih golongan menengah ke bawah, belum menyentuh peÂngambil kebijakan dan pejaÂbat atas,†ujarnya.
Politisi Partai Demokrat ini, mengingatkan Kejaksaan Agung agar berani mengusut dan memÂproses pejabat-pejabat teras perpajakan serta peÂnguÂsaÂha kaÂkap. “Sebab, dalam pengaÂdaan begitu, ada juga keÂweÂnaÂngan peÂjabat yang lebih tinggi. Nah, itu harus diusut, mesti meÂnyenÂtuh ke atas,†katanya.
Orang-orang yang berperan penting dalam sebuah kasus, lanjut Dasrul, harus bisa diusut sampai tuntas. Dengan deÂmikian, Kejaksaan Agung akan didukung masyarakat. “Hukum sering diibaratkan pisau, tajam ke bawah, tak tajam ke atas. SeÂkarang, Kejagung harus bukÂtiÂkan bahwa hukum itu juga taÂjam ke atas,†tuturnya.
Tindakan seperti itu, lanjut DasÂÂrul, akan memperliÂhatÂkan keÂÂpada masyarakat bahÂwa peÂneÂÂgakan hukum berÂlaku sama unÂÂtuk semua. “Ada perlakuan sama di deÂpan hukum,†ucapnya.
Dasrul juga mengingatkan, semua tersangka kasus ini seÂmestinya ditahan. “Tapi dalam kaÂsus ini, ada tersangka yang diÂtahan, ada yang tidak. Jangan disÂkriminatif,†katanya.
Dia menambahkan, ada seÂjumlah alasan untuk melakukan penahanan, antara lain agar tersangka tidak menghilangkan barang bukti. “Kemudian, agar tersangka tidak melarikan diri. Jangan pilih kasih melakukan penahanan,†ucapnya.
Masyarakat, menurut Dasrul, akan curiga karena ada terÂsangÂka yang tidak ditahan, padahal tersangka lainnya ditahan. “PeÂjabat dari tingkat bawah maÂuÂpun atas harus diperlakukan sama jika berstatus tersangka. Ini ada yang ditahan, ada yang tidak. Ada apa,†curiganya. [Harian Rakyat Merdeka]
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: