3 Tersangka Sedot Pulsa Segera Jadi Terdakwa

Berkasnya Disetor Ke Pengadilan Paling Lambat 21 Mei

Senin, 07 Mei 2012, 09:55 WIB
3 Tersangka Sedot Pulsa Segera Jadi Terdakwa
ilustrasi

RMOL. Apa kabar penanganan kasus pencurian pulsa konsumen yang diduga merugikan masyarakat secara luas?

Setelah membentuk tim peneliti berkas kasus mafia pulsa, kejaksaan segera melimpahkan berkas perkara ke pengadilan.

Tim jaksa peneliti kini mengo­reksi berkas perkara kasus mafia pulsa. Jika tak ada aral melintang, berkas perkara atas tersangka pe­tinggi Telkomsel tersebut bakal di­setor ke pengadilan paling lambat 21 Mei mendatang.

Keterangan mengenai rencana pelimpahan berkas perkara kasus mafia pulsa ini disampaikan Ke­pala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Adi M Toe­ga­risman. Menurutnya, penelitian berkas perkara dilakukan selama 14 hari. Dalam kurun tersebut, jak­sa peneliti mengoreksi ke­lengkapan berkas yang di­se­rah­kan kepolisian. “Pada tenggat wak­tu tersebut, jaksa juga akan berupaya melengkapi memori dakwaan,” katanya.

Dia belum bisa merinci secara men­detil, sudah sejauhmana me­mori tuntutan digarap jaksa. Dia bilang, penyusunan memori tun­tutan baru masuk tahap awal. Se­telah selesai diteliti, peneliti akan menyerahkan berkas terse­but pada jaksa pemeriksa. “Wak­tu un­tuk menyelesaikan memori tun­tutan 14 hari. Jika dirasa ku­rang, akan diperpanjang,” ujarnya.

Sumber di lingkungan Keja­gung membenarkan bahwa ber­kas perkara kasus mafia pulsa di­pecah tiga. Tiga berkas tersebut ma­sing-masing memuat hasil pe­meriksaan tersangka NHB dari PT Colibri sebagai content pro­vider, berkas perkara atas ter­sang­ka Vice President Digital Music Contain Management Telkomsel KP, dan berkas perkara tersangka WMA yang berasal dari per­u­sa­haan Media Play.

Sekalipun dipecah tiga, berkas tersebut isinya saling berkaitan. “Substansi atau pokok per­ka­ra­nya sama. Begitu juga barang buk­tinya.” Dengan asumsi itu, maka jaksa peneliti lebih mudah dalam menyusun memori tuntutan.

Diharapkan, berkas perkara bisa diselesaikan sebelum jatuh tem­po. Dengan begitu, persid­a­ngan kasus ini bisa segera di­lak­sanakan. Hal senada di­sam­pai­kan Kepala Biro Penerangan Ma­syarakat Polri Brigjen M Taufik. Dia bilang, berkas perkara ter­akhir yang dikirim kepolisian ke ke­jaksaan adalah berkas atas nama tersangka Vice President Di­­gital Music Contain Man­a­ge­ment Telkomsel KP.

Meski berkas perkara ketiga ter­sangka dipisah, kepolisian mengkategorikan pelanggaran tindak pidana oleh tersangka sama. “Ketiga tersangka dituduh melanggar tiga pasal,” jelasnya. Pelanggaran yang dimaksud ada­lah pelanggaran Undang-Undang Konsumen, transaksi elektronika, penipuan atau penggelapan.

Secara spesifik Taufik me­nya­takan, polisi menuduh ketiga ter­sang­ka melanggar pasal 62 juncto pasal 8 ayat 1 huruf f juncto pasal 9 ayat 1 huruf c juncto pasal 10 hu­­ruf a juncto Pasal 13 ayat 1 juncto pasal 14 juncto pasal 15 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.

Selain itu, tersangka juga ditu­duh melanggar pasal 45 ayat 2 dan pasal 28 ayat 2 Undang-Un­dang Nomor 11 Tahun 2008 ten­tang ITE serta Pasal 362 dan Pasal 378 KUHP tentang tindak pi­dana penipuan dan penggelapan.

Dikonfirmasi tentang keter­kaitan ketiga tersangka dalam ka­sus ini, Jenderal bintang satu ini menyatakan, tersangka NHB dari PT Colibri sebagai content pro­vider (cp) dan tersangka WMA yang berasal dari perusahaan Media Play adalah perusahaan rekanan Telkomsel.

Kedua mitra Telkomsel ter­sebut diduga aktif menyediakan content yang menyedot pulsa pe­langgan. Keberhasilan kedua ter­sangka menyedot pulsa pe­lang­gan hingga triliunan rupiah itu, jelas dia, diduga berkat kerjasama dengan Telkomsel yang diwakili pejabat Telkomsel berinisal KP. “Ketiganya saling terkait di sini. Ada kerjasama antara mereka,” tandasnya.

Yang pasti, sejumlah aset milik tersangka sudah dibekukan pe­nyidik. “Ada rekening-rekening tersangka yang diblokir polisi. Ba­rang bukti lain seperti piranti digital dan dokumen perjanjian kontrak kerjasama juga sudah disita,” imbuhnya.

Tapi, Taufik belum mau mem­beberkan secara rinci berapa jum­lah uang di rekening tersangka. Menurutnya, hal tersebut m­e­ru­pa­kan wewenang penyidik. Hal ter­sebut akan diungkap dalam per­sidangan kasus ini.

Dia pun tak bisa menjelaskan apakah penyidik kepolisian akan menetapkan tersangka lain. Yang pasti, polisi belum menghentikan penanganan kasus tersebut. Pe­me­riksaan saksi-saksi baik dari Tel­komsel maupun pejabat ope­ra­tor telepon seluler lainnya, ma­sih di­­­kem­bangkan penyidik.

REKA ULANG

Diduga Terjadi Hampir Di Seluruh Indonesia

Polda Metro Jaya melimpah­kan kasus penyedotan pulsa kon­sumen ke Bareskrim Mabes Polri. Pelimpahan penanganan kasus ini, dilandasi alasan bahwa lap­o­ran mengenai penyedotan pulsa terjadi hampir di seluruh wilayah Indonesia.

“Kasus ini bukan hanya terjadi di lingkup Polda Metro, tapi juga di daerah lain, sehingga kami ingin penyelidikannya satu pintu, dilakukan Mabes Polri,” ujar Kombes Baharudin Djafar, yang saat kasus ini mulai bergulir, ma­sih menjabat Kepala Bidang Hu­mas Polda Metro Jaya.

Penanganan oleh Mabes Polri, diharapkan mampu menekan beda argumen antar penyidik pol­­da-polda, sehingga langkah pe­nyidi­kan, penerapan pasal, du­ga­an ke­rugian konsumen serta pe­­nun­ta­san kasus ini bisa ber­jalan searah.

Pelimpahan perkara ini ke Mabes juga untuk memudahkan koordinasi Polri dengan lembaga tinggi negara lain seperti Ke­men­terian Komunikasi dan Inf­or­ma­tika (Kemenkominfo) serta Panja Mafia Pulsa DPR.

Sebelumnya, Polda Metro Jaya memeriksa tiga pelapor, yakni Muhammad Feri Kuntoro, Daniel Kumendong, Hendri Kurniawan serta dua saksi ahli dari Institut Teknologi Bandung (ITB) dan Ke­menkominfo.

“Kami juga te­lah berkoordinasi dengan Badan Regulasi Te­le­ko­munikasi In­do­nesia serta asosiasi telepon selu­lar dan layanan kon­ten atau In­do­nesia Mobile and Content Pro­vider Association,” kata Baharudin.

Pelimpahan perkara sedot pul­sa ke Bareskrim, ditanggapi p­o­si­tif oleh pelapor. Hendry Kur­niawan, seusai memberi ke­te­ra­ngan tambahan kepada penyidik, meminta polisi segera memeriksa penyedia layanan (content pro­vider/CP) maupun operator.

Irjen Anton Bachrul Alam saat masih menjabat Kepala Divisi Hu­mas Polri menyatakan, Bares­krim membentuk tim khusus yang memanggil dan meminta ke­tera­ngan operator telepon dan pe­nyedia layanan seluler. Dia juga me­ngimbau masyarakat yang merasa menjadi korban un­tuk melapor.

“Semua yang terkait masalah ini akan kami mintai keterangan,” kata perwira tinggi yang kini menduduki pos Asisten Kapolri bidang Sarana dan Prasana ini.

Kasubdit Cyber Crime Polda Metro Jaya saat itu, AKBP Her­ma­wan menjelaskan, penyedotan pulsa dilakoni pelaku dengan mo­dus mengirim SMS promosi mau­pun undian dengan tarif pre­mium secara acak. Selain itu, pe­la­ku mengarahkan korban men­daftarkan diri pada operator, agar mendapatkan undian hadiah. Se­telah korban mendaftar, pelaku yang sudah bekerja sama dengan operator, menarik pulsa korban.

Kata dia, korban akan kesulitan menghindari penarikan pulsa dari operator setelah mendaftarkan no­mornya. Pasalnya, operator yang terlibat kasus ini, diduga ti­dak menyediakan fasilitas be­r­henti berlangganan (unreg).

Sedangkan Menteri Ko­mu­ni­kasi dan Informatika Tifatul Sem­biring mengaku, kementerian yang dipimpinnya telah ber­koor­dinasi dengan Badan Regulasi Te­lekomunikasi Indonesia (BRTI). “Data itu kami serahkan ke Ba­reskrim. Ini sudah mengarah ke pidana,” katanya setelah bertemu Kabareskim Polri Sutarman, Selasa (11/10/2011).


Kemungkinan Ada Yang Belum Disentuh Polisi

Alfons Leomau, Pengamat Kepolisian

Kombes Purn Alfons Leomau menilai, penegak hukum punya kemampuan mengungkap skandal mafia pulsa.  “Penyidik mempunyai skill dan ke­mam­puan mengungkap hal ini,” kata­nya. Apalagi saat ini Satuan Cybercrime Polri dilengkapi peralatan canggih.

Lewat piranti itu, dia yakin, kasus-kasus pembobolan pulsa atau lebih spesifik kasus yang menggunakan piranti elek­tro­nika lebih mudah dideteksi. Hanya saja, sambungnya, ke­mauan dan kewenangan penyi­dik kerap berbenturan dengan kepentingan pihak tertentu.

Benturan kepentingan inilah yang seringkali menempatkan penyidik pada posisi lemah. Ironisnya, pengungkapan ka­sus-kasus terkait penggunaan teknologi informatika hasilnya masih minim. Hal inilah yang kata dia, harus segera mendapat pembenahan. “Sayang jika alat-alat canggih yang dimiliki ke­polisian tak mampu di­man­faat­kan untuk mengungkap perkara mafia pulsa.”

Padahal, lanjut Alfons, kasus mafia pulsa yang ditengarai merugikan masyarakat luas ini, bisa menjadi momentum untuk mengembalikan kepercayaan masyarakat kepada Polri. Untuk itu, menurutnya, Polri jangan ber­henti pada penetapan tiga ter­sang­ka. Kasus mafia pulsa semes­tinya dikembangkan lebih dalam.

“Kemungkinan, masih ada pihak lain yang belum ter­sen­tuh. Tidak perlu menunggu-nung­gu fakta kasus ini dibuka di persidangan,” tuturnya.

Khawatir Kandas Di Tengah Jalan

Andi Rio Idris Padjalangi, Anggota Komisi III DPR

Anggota Komisi III DPR Rio Idris Padjalangi menyam­but positif pengusutan kasus ma­fia pulsa. Selain merugikan konsumen dalam jumlah besar, kasus tersebut juga menunjukan bahwa tingkat pengamanan tek­nologi telekomunikasi masih rentan. “Masih ada celah yang dimanfaatkan kelompok ter­tentu,” katanya.

Untuk itu, kemajuan pengu­su­tan kasus yang sarat muatan tek­nologi ini harus terjaga. Se­lain didukung kemauan politik DPR, kelengkapan alat atau pi­ranti kepolisian juga menjadi hal yang layak diperhatikan.

Dia tidak ingin, pengusutan kasus yang menyangkut peng­gu­naan teknologi terkini itu, kan­das di tengah jalan. Soalnya, perkara mafia pulsa ini ibarat ka­sus percontohan bagi pene­gak hukum.

“Ini kasus pertama yang di­tangani penegak hukum kita. Kita berharap mereka mampu menemukan benang merah di kasus tersebut,” tuturnya.

Ia juga berharap, siapa pun yang terlibat kasus ini ditindak tegas. Jangan sampai, ada pihak yang seharusnya dijerat justru lolos. Jika hal tersebut terjadi, tentu energi, waktu dan tenaga koleganya di Komisi I DPR menjadi sia-sia.

Sebaliknya, Idris me­nam­bah­kan, jika ada pihak yang tidak terindikasi melanggar pasal pi­dana, kepolisian hendaknya se­gera mengklarifikasi tuduhan yang telah be­r­kem­bang. De­ngan begitu, keengganan pihak-pihak tertentu membantu ke­po­lisian membongkar kasus ini bisa diminimalisir.

“Jadi, azas proporsional bisa terjaga. Hal itu penting me­ngi­ngat banyak kalangan yang ke­rap enggan memberi kesaksian karena ketakutan namanya ter­cemar dan sebagainya,” ucapnya.

Yang jelas, harapnya, kasus yang sudah masuk tahap pe­nuntutan ini bisa segera di­lim­pahkan ke pengadilan. Dengan begitu, apa, siapa serta bagai­mana peran tersangka bisa di­ungkap. Dari fakta persida­ngan itu, sambungnya, segala hal yang kemungkinan belum ter­sentuh juga akan dapat terlihat. [Harian Rakyat Merdeka]


Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA