RMOL. LSM Gerak Indonesia melaporkan dugaan korupsi pengadaan pesawat tempur Sukhoi dan helikopter pada era pemerintahan Megawati Soekarnoputri ke KPK.
Presidium Badan Pekerja LSM Gerakan Anti Korupsi (GeÂrak) Indonesia Akhiruddin MahÂjuddin melaporkan perkara peÂngaÂdaan pesawat senilai Rp 1,74 triliun itu ke KPK, keÂmaÂrin. Laporan tersebut berÂnomor 2012-04-000334.
Dalam laporan tersebut, Gerak Indonesia menduga terjadi tindak pidana korupsi dalam pengadaan empat Sukhoi jenis SU 27 dan SU 30, berikut dua helikopter Mill tipe Mi-35P. Kejanggalan pemÂbeÂlian Sukhoi dan helikopter terÂsebut, menurut Mahjudin, dilatari tidak terteranya rencana proyek itu dalam alokasi anggaran kredit ekspor (KE) TNI tahun 2003. “Itu aneh, karena proyek tersebut di luar perencanaan belanja DeÂparÂteÂmen Pertahanan saat itu,†katanya.
Dia merinci, pada usulan aloÂkasi KE TNI tahun 2003 senilai 241,71 juta dolar Amerika Serikat yang dikirim ke Bappenas, tidak dicantumkan rencana TNI memÂbeli alat militer dari Rusia. Selain itu, menurutnya, dalam dokumen rencana pembangunan TNI Angkatan Udara tahun anggaran 2004 senilai Rp 5 triliun, juga tidak dicantumkan pembelian jet dan helikopter.
Lantaran itu, menurut MahÂjudÂdin, proyek tersebut diduga meÂlanggar sederet undang undang. Yakni, Undang Undang Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan, UnÂdang Undang APBN 2003 karena tak meminta persetujuan DPR, dan menerabas ketentuan tertib anggaran. “Sebelum proyek tersebut diteken, rencana proyek tidak disampaikan ke DeparÂteÂmen Keuangan sebagai kuasa pengguna anggaran,†tandasnya.
Tidak adanya perencanaan menÂdasar oleh Departemen PerÂtaÂhanan maupun pembahasan antara pemerintah dan DPR, lanÂjutnya, membuat celah peÂnyeÂleÂwengan terbuka. Ironisnya laÂgi, kata Mahjuddin, skema pemÂÂbelian dengan mekanisme imbal beli (counter trade) dengan sawit itu tanpa sepengetahuan Menteri Pertahanan, Menko PerÂekoÂnoÂmian, Menko Polkam dan Menteri Keuangan. “MeÂkaÂnisme imbal beli tidak jelas dan sangat meÂruÂgikan Indonesia,†tanÂdasnya.
Untuk itu, LSM Gerak IndÂoÂnesia meminta Komisi PemÂbeÂrantasan Korupsi menelusuri duÂgaan pelanggaran hukum terÂsebut. “Kami meminta KPK meÂninÂdaklanjuti laporan tersebut. KPK punya kewajiban mengusut dugaan penyimpangan itu,†ujarnya.
Kepala Biro Humas KPK JoÂhan Budi Sapto Prabowo meÂnyaÂtakan, KPK belum pernah meÂnyeÂlidiki kasus tersebut. â€PengaÂduan maÂsyarakat tentang pengaÂdaan pesawat SuÂkhoi dan heliÂkopter itu, menjadi maÂsukan unÂtuk KPK. Setiap laporan pengÂaduan maÂsyarakat ditangani secara proporsional,†ujarnya.
Sementara itu, Sekretaris JenÂdeÂral Dewan Pimpinan Pusat PDIP Tjahjo Kumolo menyaÂtaÂkan, pengadaan pesawat Sukhoi era Presiden Megawati sama seÂkali tidak bermasalah. MenurutÂnya, jika pengadaan itu bermaÂsalah, tentu sudah dipersoalkan seÂjak dulu. Nyatanya, hingga jaÂbatan Megawati selesai, tidak ada pihak yang menyoal keputusan pengadaan Sukhoi tersebut.
Lantaran itu, menurut Tjahjo KuÂmolo, desakan agar peÂngÂadaan pesawat Sukhoi tahun 2003-2004 diproses secara hukum, memiliki motif tertentu. “Ada ketakutan,†kaÂta anggota Komisi I DPR ini.
REKA ULANG
Ada Sisa Persoalan Dari Masa Lalu...
Pembelian empat Sukhoi SU-27 tahun 2003 merupakan haÂsil kunÂjungan Presiden Megawati SoeÂÂkarnoputri ke Kremlin untuk berÂteÂmu Presiden Rusia Vladimir Putin.
Berangkat dari semangat G to G, pemerintah Rusia kemudian menunjuk Rosoboronexport, dan pemerintah Indonesia menunjuk Perum Bulog untuk menggolkan proyek tersebut.
Sistem pembayaran dilakukan lewat imbal dagang. Pemerintah Rusia memberikan empat peÂsawat tempur Sukhoi dan peÂmeÂrintah Indonesia menukarnya deÂngan minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO) serta koÂmoditas lainnya.
Menurut bekas Menteri PerÂtahanan Profesor Juwono SuÂdarsono, skema pengadaan peÂsawat Sukhoi itu keluar dari proÂsedur yang biasa dilalui DeÂparÂtemen Pertahanan. “Skema pemÂbeliannya dilaksanakan lewat Bulog dan Menteri Perindustrian. Sehingga, keluar dari jalur DepÂhan,†ujarnya di sela KonÂfeÂrensi Keamanan Lingkungan Asia Tenggara di Jakarta pada Senin, 2 April lalu.
Pernyataan tersebut, didasari pada keterangan yang diteriÂmaÂnya saat ditunjuk menjadi MenÂteri Pertahanan Kabinet IndoÂneÂsia Bersatu (KIB) I tahun 2004. “Waktu saya menjadi Menhan tahun 2004, memang ada sisa perÂsoalan dari masa lampau, terÂmasuk soal Sukhoi,†kata guru besar Universitas Indonesia ini.
Saat itu, lanjut Juwono, TNI tidak mempunyai anggaran untuk membeli pesawat Rusia tersebut. Menyikapi situasi ini, menurutÂnya, Menteri Pertahanan Matori Abdul Djalil menyarankan peÂngaÂdaan atau pembelian di luar jalur APBN. “Pak Matori meÂnyaÂrankan ada cara pembelian di luar jalur APBN,†katanya.
Menurut Juwono, saat dirinya menÂjabat Menhan, Departemen Pertahanan mendapatkan tagihan dari Bulog dan Pertamina untuk melakukan pembayaran. “Yang dulu saya lihat sudah diseleÂsaiÂkan, karena waktu itu saya dapat tagihan dari Bulog dan Pertamina untuk membayar yang ditalangi Bulog dan Pertamina. Waktu itu anggaran Dephan masih kecil, yaitu Rp 21 triliun,†katanya.
Sebelumnya, Komisi I DPR sempat membentuk Panitia Kerja (Panja) untuk menyelidiki pemÂbelian pesawat Sukhoi tersebut. NaÂmun, setelah mendapatkan penÂjelasan dari otoritas Rusia, yaitu Direktur Program Sukhoi, RoÂsoboronexport, Alexander MiÂkeev, politisi Senayan dapat meÂnerima penjelasan itu.
KPK Tak Perlu Tutup Mata Soal Sukhoi
Ruhut Sitompul, Anggota Komisi III DPR
Anggota Komisi III DPR Ruhut Sitompul menyatakan, dugaan korupsi proyek peÂngaÂdaan pesawat Sukhoi tahun 2003-2004 bisa diusut Komisi PemÂberantasan Korupsi.
Perkara pengadaan empat pesawat Sukhoi jenis SU 27 dan SU 30, serta dua helikopter Mill tipe Mi-35P, menurut Ruhut, beÂlum kedaluarsa. “Pada prinÂsipnya, kasus tersebut belum sampai 30 tahun, jadi bisa diÂusut KPK maupun penegak hukum lainnya,†katanya.
Ruhut berharap, KPK bisa menindaklanjuti persoalan terÂsebut secepatnya. Soalnya, meÂnurut dia, persoalan itu berÂdamÂpak signifikan terhadap perÂekonomian negara. Ruhut pun meminta koleganya di Dewan Perwakilan Rakyat bersikap fair dan arif memahami masaÂlah tersebut.
Sedangkan Komisi PemÂbeÂrantasan Korupsi, lanjut Ruhut, tidak boleh tutup mata meÂngeÂnai masalah pengadaan pesawat temÂpur Sukhoi itu. Prinsipnya, menurut dia, ada atau tidak ada laporan pengaduan dari maÂsyaÂrakat, KPK bisa meÂninÂdakÂlanjuti dugaan korupsi.
Dia pun mengingatkan bahwa KPK mengemban amanat pemÂberantasan korupsi. Dengan keÂwenangan yang dimilikinya, tegas Ruhut, KPK tidak perlu menunggu laporan pengaduan dari masyarakat untuk menÂeÂlisik dugaan korupsi. “Apalagi ini menyangkut APBN kita, fungsi pencegahan semestinya dioptimalkan KPK,†ujarnya.
Dengan begitu, dia berharap, kekecewaan masyarakat terÂhaÂdap proses hukum di Indonesia bisa diminimalisir sebisa mungÂkin. “Tidak ada salahnya, jika saat ini masyarakat mau berÂsama-sama mendukung penguÂsutan kasus yang terbilang suÂdah cukup lama masuk peti es itu,†katanya.
Sambil Menyelam Minum Air
Neta S Pane, Ketua Presidium IPW
Ketua Presidium LSM IndoÂnesia Police Watch (IPW) Neta S Pane mengingatkan KPK agar tak hanya menangani laÂporÂan masyarakat tentang duÂgaan korupsi pengadaan tank Leopard pada pemerintahan seÂkarang. Pengadaan pesawat Sukhoi tahun 2003 juga harus diÂtangani Komisi PemÂberanÂtasan Korupsi.
“Ini satu paket, karena supÂlierÂnya sama, pemainnya yang sekarang juga terlibat di peÂngaÂdaan Sukhoi,†katanya.
Menurut Neta, Komisi PemÂberantasan Korupsi bisa mengÂambil langkah huÂkum sekaÂliÂgus. Selain menindaklanjuti laporan koalisi LSM mengenai pengadaan tank Leopard pada pemerintahan sekarang, KPK juga bisa menelusuri dugaan penyimpangan pengadaan Sukhoi pada pemerintahan yang lalu. “Ibaratnya, KPK bisa meÂnyelam sambil minum air,†saranÂnÂya.
Mekanisme pembayaran Sukhoi tahun 2003 yang meleÂwati proses imbal beli, lanjut Neta, diduga menyisakan perÂsoalan. Mekanisme imbal beli, meÂnurutnya, harus dibuka seÂcara transparan. Bagaimana pertukaran produk kelapa sawit dilakukan. Apakah benar murni imbal beli dilakukan Bulog dan PerÂtamina. Apa tidak ada aloÂkasi anggaran lain yang terÂgangÂgu akibat pelaksanaan proÂyek tersebut. “Jangan-jangan ada alokasi anggaran dari pos lain yang diambil untuk memÂbiayai proyek Sukhoi tersebut,†tuturnya.
Dia menolak pendapat bahwa proyek-proyek pengadaan alutÂsista bersifat rahasia. Menurut dia, tidak ada proyek yang berÂsifat rahasia. “Yang harus dirahasiakan itu adalah strategi TNI, bukan proyek,†tegas dia.
Apalagi, lanjut Neta, harga Sukhoi maupun alutsista yang lain itu sudah ada di internet. “Kenapa harus dirahasiakan. Ini kan aneh.†[Harian Rakyat Merdeka]
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: