“Ada dua tersangka baru, dari piÂhak wajib pajak dan dari Ditjen PaÂjak,†ujar Andhi di Gedung BunÂÂdar, Kejaksaan Agung, tadi maÂÂlam. Namun, dia belum mau menjelaskan bagaimana peran dua tersangka baru itu dalam kaÂsus DW. “Terkait materi, nanti ikuti saja. Masih dikembangkan,†ucapnya.
Kedua tersangka itu adalah, pegawai Ditjen Pajak Herly IsÂdiharsono, yang diketahui juga meÂmiliki bisnis jual beli mobil denÂÂgan tersangka DW. Tersangka selanjutnya adalah Johnny BaÂsuki, Direktur PT Mutiara Virgo sebagai wajib pajak yang juga berÂperan sebagai broker.
Johnny ditangkap penyidik KeÂjagung, kemarin siang. Satuan KhuÂsus Pidana Khusus KejakÂsÂaÂan Agung menciduk Johnny lanÂtaÂran dia tidak kooperatif. Tim yang dipimpin Kuntadi itu meÂnyergap Johnny di Hotel IndoÂneÂsia Kempinski, Jakarta.
Berdasarkan informasi yang didapat salah seorang penyidik, Johnny sempat melakukan perlaÂwaÂnan saat akan ditangkap. MeÂngetahui sasarannya akan kabur, penyidik menyergap dan meÂmiÂtingÂnya. Johnny langsung ditetapÂkan sebagai tersangka dan ditÂaÂhan di Rutan Cipinang, Jakarta Timur.
Sedangkan Herly Isdiharsono, seusai diperiksa penyidik hanya diam. Dia tak berkomentar soal penetapan status dan penaÂhaÂnanÂnya. “Saya tak bisa komentar,†kata tersangka yang dibawa ke RuÂtan Salemba cabang KejakÂsaÂan Negeri Jakarta Selatan ini.
Direktur Penyidikan pada JakÂsa Agung Muda Pidana Khusus Arnold Angkouw menambahkan, seiring penetapan dua tersangka itu, maka berkas perkara kasus pajak ini bisa segera dipersiapkan untuk masuk ke pengaÂdilan.
“Masih ada keterlibatan piÂhak-pihak lain. Tetapi yang ini suÂdah bisa diberkaskan, dan yang lain tetap dikembangkan,†kataÂnya, kemarin.
Diduga, Johnny dan Herly berÂperan dalam hal restitusi pajak terÂhadap PT Mutiara Virgo pada tahun 2005-2006. “Terkait uang Rp 30 miliar pada restitusi pajak. Nah, H berbagi dengan DW, meÂreka berÂdua yang mengurusi,†kata bekas Kepala Kejaksaan Tinggi SulaÂwesi Utara ini. JohnÂny dan Herly dijerat dengan UnÂdang-Undang Tindak Pidana KoÂrupsi dan TinÂdak Pidana PenÂcÂuÂcian Uang.
Penyidik mengejar keterlibatan sejumlah perantara atau broker yang berperan sebagai konsultan pajak, yang kerap bermain deÂngan para tersangka dari Ditjen Pajak itu. “Kami masih meÂlaÂkuÂkan pengejaran terhadap mereka. Ada beberapa orang yang kami keÂjar, sabarlah, nanti kalau terÂtangÂkap, kami beritahu,†kata ArÂnold pada Selasa malam (17/4).
Arnold mengatakan, para peÂrantara ini diduga kerap menyuap tersangka dari Ditjen Pajak demi keÂpentingan kliennya. Meski tidak mau menyebutkan nama peÂlaÂkunya, namun Arnold menyaÂtakan akan segera menangkap mereka.
Arnold membeberkan, pihakÂnya juga telah memeriksa seorang konÂsultan pajak sebagai saksi. Yang menarik, katanya, konsulÂtan pajak itu memberikan dana ke Dhana deÂngan modus baru. NaÂmun, Arnold enggan menjelaskan bagaimana moÂdus baru tersebut dilakukan.
Sebelumnya, Kejaksaan Agung menetapkan atasan DW, yakni Firman (F) sebagai tersangka kaÂsus tindak pidana korupsi dan penÂcucian uang ini. “Setelah meÂlaÂkukan pengembangan kasus, penyidik menemukan dua alat bukti yang cukup, maka F diteÂtapkan sebagai tersangka,†ujar Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Adi M ToegaÂrisman di Gedung Kejaksaan Agung, Jakarta.
Firman disangka memiliki peran signifikan dalam kasus ini, sewaktu anak buahnya, Dhana bertugas di Kantor Pajak PanÂcoran. Sehingga, Firman dijerat deÂngan Pasal 12 g Undang UnÂdang Tindak Pidana Korupsi (TiÂpikor). “Pada 2006, DW adalah Ketua Tim Pemeriksa Pajak yang memeriksa wajib pajak PT KTU. F adalah Supervisor DW waktu itu. Inti kasusnya di situ. Nanti kami sampaikan secara rinci keÂterlibatan atasan DW itu setelah proses pemeriksaan,†ujarnya.
Atasan DW itu belum ditahan. Adi beralasan, masalah penahaÂnan tersangka sesuai kebutuhan penyidik saja. Namun, penyidik sudah menjadwalkan pemerikÂsaÂan Firman sebagai tersangka.
“Kalau tidak ada halangan, hari Kamis tanggal 19 April, F akan diÂperiksa pertama kali sebagai terÂsangka,†ujar Adi.
REKA ULANG
Disangka Memiliki Harta Tak Wajar
Dhana Widyatmika ditetapkan sebagai tersangka perkara tindak pidana korupsi dan pencucian uang pada 17 Februari 2012. KeÂjakÂsaan Agung telah memperÂpanjang masa penahanan Dhana pada 21 Maret lalu.
Dhana disangka memiliki harta tidak wajar sebagai PNS goÂloÂngan III C. Dia memiliki rekening berjumlah miliaran rupiah di sejumlah bank. Selain itu, Dhana juga memiliki beberapa barang berharga seperti emas, dokumen sertifikat tanah dan mobil meÂwah. Tim Satuan Khusus pada Jampidsus telah menyita sejumÂlah barang berharga milik Dhana.
Harta kekayaan Dhana yang teÂlah disita Kejaksaan Agung, telah dihitung nilainya, yakni sekitar Rp 18 miliar. Tapi, itu masih angÂka sementara lantaran masih ada aset Dhana yang belum disita. Apalagi, penyidik Kejagung masih menelusuri harta kekayaan PNS Ditjen Pajak itu di sejumlah daerah.
Hal itu disampaikan Jaksa Agung Basrief Arief seusai meÂngikuti peluncuran buku Kinerja Akhir Tahun Kejaksaan Agung, di Sasana Pradana, Gedung UtaÂma, Kejaksaan Agung, Jakarta.
“Rekapitulasi itu masih dilaÂkuÂkan. Angka itu belum termaÂsuk taÂnah, karena tanah belum diÂhitung seÂmua. Ini tidak hanya di Jakarta, tetapi juga di luar JaÂkarta. Kami kirim penyidik ke daeÂrah-daerah untuk peneluÂsuÂran,†ujarnya.
Basrief menambahkan, jajÂaÂranÂnya butuh waktu untuk mengusut kasus dengan tersangka berinisial DW ini. “Sebab, yang kami usut itu tindak pidana korupsi dan pencucian uangnya sekaligus,†ucap bekas Jaksa Agung Muda Intelijen ini.
Kepala Pusat Penerangan HuÂkum Kejaksaan Agung Adi ToeÂgarisman menjelaskan, penyidik telah menghitung jumlah harta kekayaan DW yang sudah resmi disita. “Hasil rekap sementara terhadap harta dan barang bukti yang disita dari DW, jumlahnya 18 miliar, 448 ribu rupiah,†ujarnya.
Adi merinci, harta kekayaan DW yang disita itu antara lain, uang dalam penyedia jasa keÂuangan sebesar Rp 11 miliar, uang tunai dalam bentuk Dolar AS sebesar 270 juta, dalam benÂtuk Dinar Irak sekitar 7 juta, daÂlam bentuk mata uang Riyad Saudi Arabia sebesar 1,3 juta. KeÂmudian, emas seberat 1,1 kiloÂgram. “Kalau dinilai dengan uang, sekitar 465 juta rupiah,†ujarnya.
Barang sitaan lainnya, berupa kendaraan bermotor, termasuk mobil sedan Daimler Chrysler dan truk yang hasil sementara perÂhitungannya Rp 1,6 miliar.
Selanjutnya, kata Adi, investasi berupa tanah yang belum semuaÂnya dihitung. Taksiran sementara, nilainya sekitar Rp 4,5 miliar. KeÂmudian, jam Rolex yang diperÂkiÂraÂkan harganya Rp 103 juta.
Adi menambahkan, angka itu masih bisa bertambah lantaran tim penyidik masih menelusuri harÂta kekayaan DW. “Misalnya, ada sembilan bidang tanah yang sertifikatnya sudah dilakukan peÂnyitaan, tapi secara fisik belum. Sembilan bidang tanah ini belum dihitung dalam uang,†katanya. Lokasi tanah-tanah itu, menurutÂnya , berada di beberapa tempat di sekitar Jakarta. “Luasnya juga belum direkap,†lanjut dia.
Bantahan Tersangka Biasanya Ditaruh Di Belakang
Suhartono Widjaya, Anggota Komisi III DPR
Anggota Komisi III DPR Suhartono Widjaya mengataÂkan, urusan teknis penyelidikan dan penyidikan dalam kasus Dhana Widyatmika adalah weÂwenang Kejaksaan Agung.
Dalam teknis penyelidikan dan penyidikan, kata SuharÂtoÂno, pengakuan tersangka atau terdakwa selalu diletakkan pada urutan belakang. “Bila peÂngaÂkuÂan tersangka dijadikan bukti, maka hal tersebut diletakkan pada urutan terakhir, kecuali diÂtemukan fakta hukum tercatat,†ujar Suhartono, kemarin.
Menurutnya, hal tersebut memÂbuat rumit, karena sering terÂjadi terdakwa membantah tuÂduÂhan bahwa dia tidak melakuÂkan sendiri dan selalu ingin menÂcari orang lain untuk meÂngurangi bebannya.
“Bila tidak ditemukan fakta hukum, maka akan menjadi puÂkulan terhadap terdakwa. UnÂtuknya dapat dituntut sebagai pemfitnah, sesuai Pasal 317 KUHP,†kata politisi Partai DeÂmokrat itu.
Bagi Suhartono, pengusutan kasus korupsi di Kejaksaan Agung harus tetap memegang prinsip hukum yang benar. Dengan prinsip itu, pengusutan akan sesuai track-nya.
“Memang banyak tuntutan meÂlalui opini atau pernyataan-perÂÂnÂyataan dari masyarakat yang ingin agar kasus pidana seÂgera diÂtuntaskan, tetapi kita kan negaÂra hukum dimana criminal justiÂce system yang diperÂcaÂyaÂkan pada institusi polisi, keÂjakÂsaan dan peÂngadilan tidak boleh diinÂterÂvensi, karena para peÂtuÂgasnya teÂlah diÂbekali teknis dan ilmu yang sesuai profesi,†ujar dia.
Masyarakat Curiga Bila Terlalu Lama
Alex Sato Bya, Pensiunan Jaksa Agung Muda
Bekas Jaksa Agung Muda Perdata dan Tata Usaha Negara Alex Sato Bya meminta peÂnyiÂdik Kejaksaan Agung memÂperÂcepat kinerjanya mengusut kaÂsus korupsi dan pencucian uang pegawai Ditjen Pajak Dhana Widyatmika (DW).
Menurutnya, penyidik KeÂjakÂsaan Agung telah bekerja daÂlam bentuk tim, dengan jaksa-jaksa yang terlatih dan memiliki keahlian. Karena itu, tidak ada alasan bekerja lambat.
“Kasus ini sudah menyita perÂhatian publik. Penyidik haÂrusÂnya bisa cepat melimpahkan perkara ini ke pengadilan. MÂiÂnimal berkas yang sudah ramÂpung langsung naik ke peÂnunÂtutan,†ujar Alex, kemarin.
Kata Alex, bila terlalu lama proses penyidikan, publik akan curiga. Menurutnya, lebih baÂgus kalau penyidik melimÂpahÂkan satu per satu tersangka kaÂsus ini ke pengadilan.
“Nah, sampai sekarang beÂlum ada yang masuk ke pengaÂdilan. Untuk apa dibentuk tim kaÂlau lama dan menggantung perÂkara,†kata bekas Ketua Komite Aksi Pemuda Pelajar InÂdonesia (Kappi) Angkatan 66 Sumatera Selatan ini.
Tim penyidik yang dibentuk, lanjut Alex, harus benar-benar beÂkÂÂerja. Mereka juga sudah diÂdidik dan dibekali keahlian peÂnyidikan yang layak. “Tim itu kan untuk mempercepat pemÂberÂkasan. Tiap hari mereka pemberkasan, untuk memenuhi sasaran, tidak terlalu masalah seÂgera naik ke penuntutan. Biar tidak bertumpuk. Jangan samÂpai semua kasus bertumpuk dan pada akhirnya membuat mereka kebingungan sendiri,†ujarnya.
Dalam penanganan perkara seperti ini, kata Alex, memÂperÂlihatkan sejauh mana kualitas dan kecepatan penyidik meÂnguÂsut kasus. “Jangan sampai sakÂsi-saksi, tersangka dipanggil-pangÂgil dan diperiksa tapi tak naik-naik ke penunutan. PeÂnyiÂdik itu kan orang-orang ahli. DiÂgodok di Pusdiklat Pasar MingÂgu menjadi penyidik yang hanÂdal. Tak perlu berlama-lama, seÂbab mereka suÂdah tahu bagaiÂmana membuat pemberkasan,†ujarnya.
Mata dan telinga publik, kata Alex, tidak pernah tertutup atas kinerja kejaksaan. Karena itu, fungsi pengawasan dan maÂnaÂjeÂrial pimpinan Kejaksaan Agung mesti berjalan dengan benar. “Kesan masyarakat dan DPR terhadap kejaksaan tidak enak kalau kasus ini tak naik-naik prosesnya. Seolah-olah tidak bisa kerja. Pimpinan perlu melakukan monitoring yang serius,†katanya. [Harian Rakyat Merdeka]
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: