RMOL. Kejaksaan Agung menetapkan atasan Dhana Widyatmika (DW), yakni Firman (F) sebagai tersangka kasus tindak pidana korupsi dan pencucian uang.
“Setelah melakukan pengemÂbangÂan kasus, penyidik meneÂmuÂkan dua alat bukti yang cukup, maka F ditetapkan sebagai terÂsangka,†ujar Kepala Pusat PeneÂrangan Hukum Kejaksaan Agung Adi M Toegarisman di GeÂdung Kejaksaan Agung, Jakarta, keÂmarin.
Firman disangka memiliki peran signifikan dalam kasus ini, sewaktu anak buahnya, Dhana bertugas di Kantor Pajak PanÂcorÂan. Sehingga, Firman dijerat deÂngan Pasal 12 g Undang Undang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor). “Pada 2006, DW adalah Ketua Tim Pemeriksa Pajak yang meÂmeÂriksa wajib pajak PT KTU. F adaÂlah Supervisor DW waktu itu. Inti kasusnya di situ. Nanti kami samÂpaikan secara rinci keÂterliÂbatÂan atasan DW itu setelah proses peÂmeriksaan,†ujarnya.
Hingga kemarin, atasan DW itu belum ditahan. Adi beralasan, maÂsalah penahanan tersangka seÂsuai kebutuhan penyidik saja.
Namun, penyidik sudah menÂjadÂwalkan pemeriksaan Firman seÂbagai tersangka. “Kalau tidak ada halangan, hari Kamis tanggal 19 April, F akan diperiksa pertaÂma kali sebagai tersangka,†ujar Adi.
Selain menetapkan Firman seÂbagai tersangka, kemarin, peÂnyiÂdik memanggil tujuh orang seÂbagai saksi, yakni Imam Rasyidi, M Ikhsan Arifin, M Rizal, Yusan SuÂbiantoro, Toto Rudianto, Lutfil Chakim dan Agus Maulana.
Penyidik Kejaksaan Agung sebenarnya sudah pernah meÂmeÂriksa Firman, tapi sebagai saksi, belum tersangka. Menurut DirekÂtur Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Arnold AngÂkouw, ada banyak yang meÂnerima uang, bukan hanya F. SeÂhingga, tak tertutup kemungÂkinan, tersangka kasus ini bakal bertambah lagi. “Ada banyak yang menerima uang, bukan cuma dia. Kalau terima miliar-miliaran kan bagus. Makanya kami dalami,†ujarnya.
Bekas atasan DW yang juga telah diperiksa sebagai saksi adaÂlah Herly Isdiharsono. Herly diÂduga berkongsi dengan Dhana di PT Mitra Modern Mobilindo. PT ini mempunyai showroom moÂbil truk bernama Mobilindo 88. Herly terakhir bekerja sebagai KeÂpala Seksi Kantor Wilayah DiÂrekÂtorat Jenderal Pajak Provinsi Aceh.
Penyidik juga mengorek keterangan TD dan AR sebagai sakÂsi. TD adalah Kepala PeÂmeÂriksa Pajak pada Kantor PelaÂyanÂan Pajak (KPP) Pratama PanÂcorÂan, Jakarta. Sedangkan AR adaÂlah Kepala Seksi Pemeriksa Pajak KPP Pratama Pancoran.
Arnold menambahkan, penyiÂdik masih belum sampai pada keÂsimpulan terkait aliran dana seÂbesar Rp 97 miliar di rekening DhaÂna dan sembilan sertifikat tanah. “Nanti setifikat-sertifikat itu kami cek untuk kelengkapan peÂnyitaannya, cek fisiknya, cek adÂministrasinya, cek sertifikatnya benar atau tidak. Kalau itu sudah beres, barulah masuk ke tahap final,†ujarnya.
Bekas Kepala Kejaksaan TingÂgi Sulawesi Utara itu meÂnyamÂpaiÂkan, aliran dana miliaran ruÂpiah di rekening Dhana juga perlu dÂiteliti secara cermat. “Itu kan lalu lintas uang saja, khusus kita diperÂlihatkan yang masuk. Tapi, ada juga yang keluar. Artinya, dia kok punya lalu lintas uang seÂbesar itu daÂlam satu rekening. Di enam bank saja ada beberapa reÂkening. Tak sesuai dengan proÂfilÂnya sebagai pegawai negeri,†katanya.
Dhana Widyatmika ditetapkan sebagai tersangka perkara tindak pidana korupsi dan pencucian uang pada 17 Februari 2012. KeÂjakÂsaan Agung telah memÂperÂpanjang masa penahanan DhaÂna pada Rabu (21/3) lalu.
Dhana disangka memiliki harta tidak wajar sebagai PNS golongÂan III C. Ia memiliki rekeÂning berÂjumlah miliaran rupiah di seÂjumlah bank. Selain itu, Dhana juga memiliki beberapa barang berÂharga seperti emas, dokumen serÂtifikat tanah dan mobil meÂwah. Tim Satuan Khusus pada JamÂÂpidsus telah menyita sejumÂlah barang berharga milik Dhana pada tanggal 21 dan 29 Februari.
REKA ULANG
Bukan Cuma Uang Di Bank, Tapi Juga Tanah
Penyidik Kejaksaan Agung tak hanya menelusuri kasus Dhana Widyatmika (DW) dari aliran uang pegawai Ditjen Pajak KeÂmenterian Keuangan itu di bank.
Penyidik pada Jaksa Agung Muda Pidana Khusus, meneÂmuÂkan aset DW berupa lahan di peruÂmahan Woodhill Residence, Jati Asih, Bekasi, Jawa Barat milik PT Bangun Persada SeÂmesta (BPS). Dhana diketahui tuÂrut menaÂnamkan modalnya di PT BPS.
Menurut Kepala Pusat PeneÂrangÂan Hukum Kejaksaan Agung Adi Toegarisman, DW memiliki taÂnah sebanyak 27 kavling dan taÂnah yang belum dikavling seluas 1,2 hektar. “Diperkirakan nilaiÂnya sebesar Rp 4,5 miliar. LangÂkah-langkah yang kami lakukan selanjutnya adalah penyitaan,†katanya.
Akan tetapi, proses penyitaan tidak rampung dalam satu hari. “Sebab banyak hal yang harus diÂurus. Ada tanah, sertifikat, doÂkuÂmen, proses izin ke Pengadilan Negeri Bekasi, tinjau lokasi, izin pemerintah setempat. Butuh waktu,†katanya.
Tim penyidik telah melakukan pemancangan terhadap lahan milik Dhana. “Tapi, penyitaan ruÂmah belum, karena harus diÂcoÂcokkan dengan dokumen-doÂkumen, sebab Dhana bukan peÂmilik tunggal perumahan ini. Harus dipastikan yang mana saja bagian Dhana. Proses belum selesai, masih berlanjut,†ujarnya.
Aset DW yang juga disita Kejaksaan Agung, yakni showÂroom mobil PT Mitra Modern MoÂÂbilindo di Jalan Raya DerÂmaÂga Nomor 38, Duren Sawit, KlenÂder Jakarta Timur, berikut 17 truk dalam showroom itu. Kedua, ruÂmah tersangka di Jalan Elang Indopura, Blok A7/15, Cipinang Melayu, Kecamatan Makasar, Jakarta Timur, berikut mobil sedan Daimler Chrysler yang ada di garasi rumah tersebut. Ketiga, 27 kavling tanah dan lahan yang belum dikavling seluas 1,2 hektar di Perumahan Woodhill ResidenÂce, Jati Asih, Bekasi, Jawa Barat.
Aset-aset selain rekening yang telah disita itu, menurut Adi, diÂtemÂpatkan secara terpisah di seÂjumlah rumah penitipan barang sitaÂan negara (rupbasan). SoalÂnya, rupbasan-rupbasan itu peÂnuh, sehingga tidak bisa menamÂpung semua barang sitaan terseÂbut. “Tersebar di sejumlah rupÂbasÂan, ada di Jakarta Utara, TaÂngerang dan lain-lain,†katanya.
Berdasarkan data dari Pusat PeÂnerangan Hukum Kejaksaan Agung, Dhana saat menjabat Account Representative pada kanÂtor Pelayanan Pajak diduga meÂlakukan penyimpangan seÂbagai pemeriksa pajak, yaitu pada proses pemeriksaan pajak sampai dengan keberatan tersebut diÂajukan ke Pengadilan Pajak.
Transaksi Dhana sebagai PNS dengan golongan III/C, voluÂmeÂnya relatif besar, yaitu antara Rp 500.000.000 (lima ratus juta ruÂpiah) sampai Rp 1.950.000.000 (satu miliar sembilan ratus lima puluh juta rupiah) dalam bentuk transaksi tunai, dari tahun 2005�"2011. Dalam transaksi-transaksi itu, terlihat dugaan penyamaran asal-usul uang dengan mengÂgunakan PT Mitra Modern MoÂbilindo dengan penghasilan Rp 1,5 miliar per tahun, padahal PT terÂsebut baru didirikan pada 2006.
Usut Sampai Yang Teratas
Achmad Basarah, Anggota Komisi III DPR
ANGGOTA Komisi III DPR Achmad Basarah mengÂingatÂkan para pimpinan Kejaksaan Agung agar mengusut sampai leÂvel paling atas yang terlibat kasus korupsi dan pencucian uang dengan tersangka Dhana Widyatmika.
Basarah mempertanyakan, apakah Pegawai Negeri Sipil (PNS) Golongan III C pada DiÂrekÂtorat Jenderal Pajak KeÂmenterian Keuangan, bisa melakukan aksinya sendirian. “Apakah wajar, kasus seperti ini dilakukan tanpa bekerja saÂma dengan atasannya yang meÂmiliki peran sebagai penentu kebijakan,†katanya, kemarin.
Menurut anggota DPR dari Fraksi PDIP ini, dugaan berÂsama-sama melakukan tindak piÂdana korupsi dan pencucian uang sangat kuat dalam kasus Dhana Widyatmika. “Dalam kaÂsus DW, jelas ada unsur keÂjahatan secara bersama-sama antara orang Ditjen Pajak dan pihak perusahaan atau wajib pajak,†tandasnya.
Lantaran itu, Basarah mengÂingatkan pimpinan Kejaksaan Agung agar pengusutan kasus DW tidak seperti penanganan kasus pegawai Ditjen Pajak Gayus Tambunan. “Kejaksaan jaÂngan mengulangi kekeliruan penanganan kasus Gayus TamÂbunan yang tidak dituntaskan sampai ke akar masalahnya,†tegas dia.
Jika cara yang dipakai KejakÂsaan Agung masih seperti meÂnangani perkara Gayus, BaÂsarah khawatir, pengusutan kasus DW ini pun tidak akan tuntas. Tidak akan jelas siapa penyuap DW. “Kasus Gayus hanya ramai di permukaan, sepi penuntasannya. Sama halnya dengan kasus DW, potensi penuntasan setengah hati sudah tampak,†ucapnya.
Dia juga mengingatkan, pimÂpinan Kejaksaan Agung jaÂngan tertutup menangani perkara koÂrupsi, termasuk kasus Dhana. KeÂjaksaan Agung dalam mengÂusut kasus korupsi pajak tidak boleh setengah hati. Artinya, lanÂjut dia, para pimpinan pegaÂwai pajak ke atas mesti disentuh jika cukup bukti. Demikian pula deÂngan perusahaan pengemÂplang pajak.
Tidak Mungkin Pelakunya Hanya Dua Orang
Sandi Ebenezer, Majelis PBHI
Anggota Majelis PerhimÂpunan Bantuan Hukum IndoÂnesia (PBHI) Sandi Ebenezer Situngkir menyampaikan, KeÂjaksaan Agung tak cukup hanya menetapkan satu atasan DW seÂbagai tersangka. Sebab, meÂnurutnya, kasus seperti ini tidak mungkin dilakukan hanya satu atau dua orang.
“Intinya, Kejaksaan Agung mesti menelisik siapa lagi atasan Dhana Widyatmika yang patut disangka terlibat. Karena tidak ada bawahan yang berÂmain sendiri tanpa persetujuan atasÂannya,†ujar Sandi, kemaÂrin.
Menurut Sandi, yang paling penting dilakukan penyidik adalah, pertama, memeriksa seluruh keuangan kolega, atasan, keluarga, pejabat yang bersangkutan karena tidak ada pejabat yang menyimpan uang dan kekayaannya pada orang yang tidak dikenalnya.
“Caranya periksa seluruh data keuangan pejabat sampai ke level atasnya, kalau ada harta yang melebihi gajinya, suruh dia buktikan itu dari mana, sesuai azas pembuktian terÂbalik,†katanya.
Untuk kasus Dhana, kata SanÂdi, penelusuran semestinya tidak berhenti pada satu tingkat di atasÂnya. Karena satu tingkat di atas DW bukanlah pengambil keÂputusan. “Jadi, kalau hanya seÂkelas kasubbag dan kasubsi yang jadi tersangka, Kejaksaan Agung bisa dinilai bias dalam meÂlakukan penyidikan,†ujarÂnya.
Ke depan, saran Sandi, KoÂmisi Pemberantasan Korupsi (KPK) seharusnya mengajukan seluruh pejabat yang memiliki kekayaan di luar kewajaran gajiÂnya kepada pengadilan unÂtuk penerapan azas pembuktian terbalik dalam tindak pidana penÂcucian uang (TPPU). [Harian Rakyat Merdeka]
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: