Apalagi menjelang Pemilihan Gubernur DKI Jakarta. Hal ini maksudkan agar warga Jakarta memilih pemimpin dari kalangan militer, yang selama ini dicitrakan tegas.
"Kemungkinan itu bisa saja. Pihak-pihak tertentu bermain untuk menggolkan jagonya," ujar Ketua Presidium Indonesi Police Watch (IPW), Neta S Pane kepada Rakyat Merdeka Online pagi ini (Minggu, 15/4).
Namun, neta mengingatkan, tak ada jaminan pemimpin Jakarta dari kalangan militer, Ibukota akan aman dari aksi premansime. Hal ini berkaca dari pengalaman sebelumnya. Pada saat mantan Pangdam Jaya Sutiyoso menjadi orang nomor satu di Jakarta, aksi preman dan premanisme tetap tak terkendali. Bahkan, saat ini, bekas Aster KSAD Mayjend (purn) Prijanto juga menjadi wakil gubernur, tetap tidak berpengaruh.
"Ini terjadi karena preman memang dipiara pihak-pihak tertentu untuk keuntungan kelompok-kelompok tertentu juga," sebut Neta.
Neta menambahkan, dalam menciptakan Jakarta yang aman, gubernur terpilih ke depan harus terus menerus berkoordinasi dengan Kapolda dan melakukan kerjasama dengan komponen-komponen masyarakat. Selain itu, gubernur juga harus meminta para walikota selalu berkordinasi dengan Kapolres dan Kapolsek dalam membangun sistem keamanan.
"Dan yang tak kalah penting, (gubernur harus) kembali menggalakkan Siskamling, terutama di daerah pinggiran Jakarta. Pemda DKI juga perlu memberikan mobil atau motor patroli buat polisi-polisi di Polsek atau Polres yang rawan gangguan Kamtibmas," tandasnya.
Dari enam pasangan calon gubernur dan wakil gubernur DKI Jakarta, terdapat tiga kandidat berasal dari militer. Yaitu, cagub dari jalur independen Hendardji Supandji serta cawagub dari Partai Demokrat Nachrowi Ramli dan cawagub yang dijagokan Golkar, PPP, dan PDS Nono Sampono. [zul]
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: