Ketika Menjadi Gangster Lebih Aman daripada Menjadi Aktivis

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/aldi-gultom-1'>ALDI GULTOM</a>
LAPORAN: ALDI GULTOM
  • Minggu, 15 April 2012, 09:54 WIB
<i>Ketika Menjadi Gangster Lebih Aman daripada Menjadi Aktivis</i>
ilustrasi/ist
RMOL. Dalam satu tahun terakhir, geng motor menjadi momok menakutkan karena menyerang, merusak, membakar, mencuri, melukai, bahkan membunuh orang. Dalam jangka satu tahun itu pula, tidak lebih dari 30 anggota geng motor ditangkap

"Setidaknya ada tiga tujuan geng motor. Yaitu eksistensi kelompok, ekonomi dan sekedar rasa senang karena disegani," kata pemerhati sosial-politik, Adian Napitupulu, kepada Rakyat Merdeka Online beberapa saat lalu (Minggu, 15/4).

Di sisi lain, lanjut Adian, dalam 20 hari, yaitu dari 9 maret hingga 30 Maret, ada 548 aktivis yang di tangkap dan sekitar 800 aktivis luka-luka. Sebagian dari aktivis yg ditangkap itu telah menjadi tersangka dan bisa dipastikan akan segera jadi terpidana penghuni penjara.

Padahal, masih kata Adian, tujuan aktivis itu jelas memperjuangkan keyakinannya, membela kepentingan banyak orang termasuk anak dan isteri anggota polisi yang saat ini ikut menikmati hasil perjuangan para aktivis, dan bahkan para ktivis itu sedang berjuang menjaga kedaulatan dan kemerdekaan negara yang sedang di intervensi kekuatan asing.

"Kenapa hanya 30-an anggota geng motor yang ditangkap dalam satu tahun sementara 548 aktivis ditangkap hanya dalam 20 hari? IPW  menfatakan polisi takut terhadap geng motor karena kebanyakan berasal dari keluarga pejabat, sementara yang jadi korban umumnya adalah rakyat. Bagaimana dengan aktivis? sepertinya mereka ditangkapi karena yang terjadi justeru sebaliknya yaitu merugikan kepentingan pejabat dan menguntungkan rakyat," sesal Adian, yang juga mantan aktivis 1998.

Dengan perlakuan tidak adil ini, ungkap Adian, kekuasaan sedang membentuk pandangan baru di kaum muda, yaitu jadi gangster lebih aman dari pada jadi aktivis. Menyakiti Rakyat lebih dilindungi hukum dari pada memperjuangkan rakyat.

"Jadi jangan kaget jika suatu ketika anak muda Indonesia lebih suka membuat geng motor dari pada membuat kelompok diskusi. Karena anak muda lalu menilai bahwa berbuat sadis lebih aman, tapi berfikir kritis adalah berbahaya," demikian Adian. [ysa]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA