"Sebagai incumbent dia punya peluang dan kesempatan untuk memasarkan dirinya," kata pengamat politik A. Bakir Ihsan kepada
Rakyat Merdeka Online sesaat lalu (Sabtu, 14/4).
Tapi, katanya, bila dilihat dari segi materi atau konten, maka marketing politik Foke kalah bagus dari Alex Noerdin. Alex menawarkan tiga tahun Jakarta tanpa banjir dan macet. Sehari setelah dilantik, dia berkomitmen akan menggratiskan biaya pendidikan dari SD hingga SMA.
"Dia (Alex) memberi tawaran jawaban atas problem Jakarta," sebut Bakir.
Bagaimana dengan Jokowi? Tidak cukupkah ketenaran mobil Esemka mendongkrak popularitasnya?
Dijelaskan dosen marketing politik Fisip UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ini, dalam marketing politik ada banyak cara untuk memasarkan kontestan secara efektif. Saat ini media massa merupakan alat pemasaran yang sangat efektif dank lebih mudah untuk dilakukan seorang kandidat dibandingkan hadir di tengah masyarakat dengan berbagai segmentasinya. Selain membutuhkan waktu, marketing model terakhir membutuhkan dana yang lebih besar.
"Nah, Jokowi belum memaksimalkan media untuk pencalonannya," sebutnya.
Khusus untuk Faisal Basri dan Hendardji Soepandji yang maju dari jalur independent, menurut Bakir, keduanya bisa menggunakan sisi kekurangan akut dalam birokrasi yang terjadi selama ini. Inilah peluang pasar yang bisa mereka gunakan.
"Tapi mereka perlu kerja yang lebih maksimal, karena tidak punya kaki partai yang sejatinya bisa mempermudah dan meringankan kerja-kerja pemasarannya," demikian Bakir.
[dem]
BERITA TERKAIT: