Kejaksaan Agung Belum Dalami Peran BP Migas

Perkara Normalisasi Bekas Lahan Eksplorasi Chevron

Sabtu, 14 April 2012, 09:55 WIB
Kejaksaan Agung Belum Dalami Peran BP Migas
BP Migas

RMOL. Kejaksaan Agung belum mendalami peran pihak Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (BP Migas) dalam kasus korupsi proyek normalisasi lahan bekas eksplorasi PT Chevron Pasific Indonesia di Riau, yang diduga merugikan negara Rp 200 miliar.

Jaksa Agung Basrief Arief me­ngatakan, penyidik masih ber­konsentrasi pada pelaksana lapa­ngan, yakni PT Chevron dengan dua perusahaan lokal kelompok kerjasama (KKS) yaitu PT Grand Planet Indonesia (GPI) dan PT Sumigita Jaya (SJ).

“BP Migas nanti, setelah se­le­sai semua. Kami akan evaluasi dan lihat seberapa jauh pertang­gungjawaban yang dibebankan kepada pejabat BP migas. Saya kira penyidikan masih jalan,” kata Basrief, kemarin.

Disinggung mengenai, satu dari tujuh tersangka yang belum di­periksa, yakni Alexiat Tirta­wid­jaja, Basrief menegaskan pe­nyi­dik akan memeriksanya. “Nanti pada saatnya kami mintakan per­tanggungjawaban. Kita lihat penyidikannya,” katanya.

Menurutnya, penyidik belum memerlukan penahanan terhadap tujuh tersangka kasus ini, antara lain lima dari pihak Chevron, yak­ni Endah Rubiyanti, Widodo, Ku­kuh, Alexiat Tirtawidjaja dan Bachtiar Abdul Fatah.

Dua ter­sangka lain dari peru­sah­aan swas­ta kelompok kerja­sama yakni, Di­rektur PT Green Planet In­don­e­sia Ricksy Pre­ma­turi, dan Di­rek­tur PT Sumigita Jaya Herlan.

“Soal penahanan, sesuai ke­ten­tuan undang undang, itu bu­nyi­nya dapat dilakukan pe­na­ha­nan, bukan harus atau wajib di­ta­han. Kemudian dinilai tim pe­nyidik, apa perlu dilakukan pe­na­hanan,” katanya.

Jaksa Agung Muda Pidana Khu­sus Andhi Nirwanto men­je­las­kan, 10 orang anggota tim pe­nyidik yang diturunkan pada pekan lalu ke Riau akan kembali ke Jakarta, Sabtu(14/4) ini.

De­ngan begitu, pada pekan depan pihaknya akan melakukan evaluasi, termasuk meneliti ke­ter­libatan pihak BP Migas sebagai badan pengawas negara dalam proyek migas.

Dikatakan Andhi, tidak me­nu­tup kemungkinan bagi penyidik untuk melakukan penahanan kepada enam tersangka meskipun mereka sudah dicegah ke luar ne­geri. “Yang enam itu sudah kami cekal dan penyidikan sedang ber­langsung,” katanya.

Dia beralasan, Alexiat Tirta­widjaja yang merupakan pim­pi­nan Chevron dan tengah berada di Amerika, tidak masuk daftar pencarian orang (DPO) karena ada tahap administrasi yang mesti di­jalani. “Tata cara atau pen­ce­ga­han itu ada adminsitrasinya. Dia harus dimintai keterangan dulu dan itu diambil fotonya dan kami be­lum dapat,” alasannya.

Sementara itu, pihak BP Mi­gas me­rasa sudah melakukan tugas pe­ngawasannya dalam kasus Bio­remediasi ini. Bahkan, di ma­ta BP Migas, PT Chevron Pa­sific Indonesia (CPI) sangat sem­purna dan tak ada cacat hu­kum. Aneh­nya, Kejaksaan Agung ma­lah me­nemukan adanya ke­rugian negara yang besar dalam kasus ini.

“Keterlibatan BP Migas dalam hal sebagai pengawas dan pe­ngen­dali kegiatan operasinya Chev­ron. Selama ini kegiatan bio­remediasi Chevron justru kami anggap sebagai proyek per­contohan dan diakui berhasil oleh Kementerian Lingkungan Hidup. Terbukti dengan penilaian KLH yang memberi nilai proper biru,” ujar Humas BP Migas Gde Pra­dnyana, kepada Rakyat Merdeka.

Dikatakan Gde, tidak banyak perusahaan tambang yang mem­peroleh nilai setinggi itu. Bahkan, lanjut Gde, Chevron terikat de­ngan regulasi ketat anti korupsi Amerika. “Chevron adalah per­u­sa­haan yang terikat dengan un­dang-undang anti korupsi Am­e­rika (FCPA) yang pasti akan membuat mereka tidak akan be­rani main-main dalam melakukan proses pelelangan,” ujarnya.

BP Migas, kata Gde, tidak per­nah menemukan adanya pe­lang­ga­ran yang dilakukan PT CPI. “Selama ini tidak ada temuan au­dit atas proses pengadaan pro­yek bioremediasi ini. Belum ada ke­ru­gian negara. Sebab itu meng­gu­nakan dananya Chevron. Baru akan dibayar kembali jika tidak ada temuan audit atau pe­langgaran yang mereka lakukan,” ujarnya.

REKA ULANG

Kejagung Menyangka, Chevron Membantah

Untuk memastikan luas keru­sa­kan lingkungan yang diaki­bat­kan proses eksplorasi minyak bumi dan gas (migas) yang dila­ku­kan PT Chevron Pasific Indo­nesia (CPI) di Riau, Sumatera, Kejaksaan Agung menurunkan tim beranggotakan 10 penyidik ke lokasi kejadian.

Tim itu berangkat pada Senin lalu (9/4). “Sebanyak 10 orang akan ke Riau untuk cek lapangan terkait kasus CPI,” ujar Direktur Penyidikan  Kejaksaan Agung Arnold Angkouw di Gedung Bun­dar, Kejaksaan Agung tanpa merinci apa saja yang dilakukan ron dengan dua perusahaan lokal. Ini kasus korupsi, khususnya pengadaan barang dan jasa,” ujarnya di Kejaksaan Agung.

Pihak Chevron membantah sang­kaan dari Kejagung itu. Me­nurut Coorporate Communica­tion Manager PT CPI Dony In­dra­wan, pekerjaan pemulihan be­kas lahan eksplorasi CPI dengan penggunaan teknologi biore­me­diasi, dilakukan secara terbuka.

“Chevron memilih kontraktor melalui proses terbuka, trans­pa­ran dan bertanggung jawab sesuai dengan prosedur yang ditetapkan menangani masalah perbaikan kondisi tanah.

“Sampai saat ini, proyek biore­mediasi di Sumatera te­lah ber­hasil meremediasi 520.000 meter kubik tanah terkontaminasi di 132 lokasi,” ujarnya.

Atas penjelasan pihak Chev­ron, Kejaksaan Agung tidak be­gitu saja percaya. Sebab, proses pembuktian harus tetap dila­ku­kan. “Silakan saja mereka be­r­dalih. Sebab, kami juga menu­run­kan pakar bioremediasi. Kami me­nemukan adanya tindak pi­dana korupsi,” ujar Dirdik Keja­gung Arnold Angkow.

Pimpinan Tidak Boleh Ragu-ragu

Pieter Zulkifli, Anggota Komisi III DPR

Anggota Komisi III DPR Pieter Zulkifli menyampaikan, kasus korupsi apapun, termasuk kasus korupsi yang melibatkan perusahaan asing seperti PT Chevron Pasific Indonesia (CPI) harus diusut tuntas.

Meskipun perusahaan asing itu memiliki akses politik yang bisa mempengaruhi pimpinan penegak hukum, namun tindak pidana korupsi adalah musuh bersama yang harus diberantas.

“Saya menduga, kasus ini me­li­batkan orang-orang berpu­nya, orang-orang penting yang me­miliki akses politik dan uang. Tapi, para pimpinan pe­negak hukum tidak boleh ragu-ragu menuntaskan kasus ini,” ujar Pieter.

Politisi Partai Demokrat itu me­ngingatkan, pimpinan dan apa­rat penegak hukum tidak bo­leh diintervensi dalam mengu­sut kasus korupsi apapun.

“Kalau selama ini disebut se­ring ragu-ragu mengusut kasus karena ada pengaruh kuat, maka sekarang pimpinan dan aparat penegak hukum kita harus membuktikan mampu menuntaskan kasus korupsi di sektor migas itu,” ujar Pieter.

Dikatakan Pieter, Kejaksaan Agung harus bisa mengusut tuntas keterlibatan sejumlah pihak dalam kasus Chevron ini. “Jika atasan dan pihak-pihak lainnya tidak diseret, tentu se­makin kuatlah kecurigaan publik bahwa pimpinan dan aparat penegak hukum kita ma­sih sarat dengan model tebang pilih,” ujarnya.

Bagi Pieter, penegakan hu­kum selama ini hanya ampuh kepada orang-orang miskin, orang-orang kecil, namun tak ber­arti bagi orang-orang yang pu­nya kekuasaan dan uang. Dalam posisi seperti itu, Kejak­saan Agung layak di­per­ta­nya­kan.

“Penegak hukum ragu-ragu dan terkesan sangat lembek jika ber­hadapan dengan orang-orang yang berduit dan memi­liki akses kekuasaan. Itu tidak boleh terjadi,” katanya.

Menurutnya, penegakan hu­kum harus diperlakukan sama untuk setiap orang. “Saya ha­rap Kejaksaan Agung tidak men­jadi gamang dan tidak ma­suk angin bila sudah ber­ha­dapan dengan pelaku korupsi yang notabene memiliki akses kekuasaan. Se­mua harus di­per­la­kukan sama,” ujarnya.

Mestinya Semua Tersangka Dicegah  Ke Luar Negeri

Erna Ratna Ningsih, Peneliti KRHN

Peneliti senior Konsorsium Reformasi Hukum Nasional (KRHN) Erna Ratna Ningsih menilai, proses cegah ke luar negeri yang dilakukan Ke­jaksaan Agung terhadap enam tersangka kasus Chevron sudah lumayan.

Tapi, dia mengingatkan, satu tersangka lainnya semestinya juga dicegah ke luar negeri agar tidak ada kesan tebang pilih. Sehingga, Kejaksaan Agung tidak dicurigai masyarakat.

“Yang belum dicegah, semes­tinya dilakukan proses cegah juga, dengan mengikuti pro­se­dur tentunya,” ujar Erna.

Bekas Ketua YLBHI itu me­nyampaikan, semua pihak ter­kait, baik Ditjen Imigrasi, Pol­ri, Kejagung dan KPK perlu ber­koordinasi membongkar ka­sus korupsi ini.

“Sudah ter­lalu banyak kasus korupsi yang ha­rus diselesai­kan. Butuh kese­riusan dan ke­te­gasan bersama dalam me­ngu­­sut dan menuntaskannya,” ucapnya.

Erna meyakini, bila kete­gasan, keseriusan dan integritas yang tinggi diterapkan pimpi­nan penegak hukum, maka jenis korupsi yang melibatkan pe­ru­sahaan asing pun bisa diusut de­ngan benar dan kerugian negara dapat diselamatkan.

“Kembali kita menantikan bukti keseriusan dari pimpinan dan aparat penegak hukum un­tuk mengusutnya,” ujarnya.

Menurutnya, jika sudah sampai ke proses penuntutan, maka akan kian terlihat kinerja pimpinan dan aparat Kejaksaan Agung dalam mengusut kasus tersebut. “Proses hukum tentu akan dipantau publik, apalagi da­lam persidangan yang me­mang terbuka untuk masya­rakat,” katanya.

Dia pun mengingatkan pim­pinan dan penyidik Kejaksaan Agung agar benar-benar bisa membuktikan sangkaan ko­rupsi ini. “Jangan sampai le­ngah dan jangan mau dile­mah­kan,” katanya. [Harian Rakyat Merdeka]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA