KPK Jadwalkan Lagi Pemeriksaan Menkes

Korek Keterangan Tersangka Alkes 2007

Selasa, 10 April 2012, 09:27 WIB
KPK Jadwalkan Lagi Pemeriksaan Menkes
komisi pemberantas korupsi

RMOL. Kemarin, KPK kembali memanggil dan memeriksa Bekas Kepala Pusat Penanggulangan Krisis Departemen Kesehatan Rustam Syarifuddin Pakaya yang telah ditetapkan sebagai tersangka kasus pengadaan alat kesehatan pada 2007.

“RSP diperiksa sebagai ter­sangka,” kata Kepala Biro Humas Komisi Pemberantasan Korupsi Jo­han Budi Sapto Prabowo.

Selain mengorek keterangan Rustam lagi, menurut Johan, KPK juga menjadwalkan kem­bali pemeriksaan Menteri Ke­se­hatan Endang Rahayu Sed­ya­ningsih. Pada 26 Maret lalu, KPK menjadwalkan pemeriksaan ter­hadap Endang sebagai saksi. Na­mun, Menteri Kesehatan tidak da­tang dengan alasan sakit. “Ka­mi sudah menjadwalkan kem­bali,” ujar Johan.

Kendati begitu, Johan belum mau memastikan jadwal peme­rik­saan terhadap Menteri Ke­se­hatan. “Yang pasti, panggilan su­dah kami kirim lagi,” elaknya.

Johan menjelaskan, KPK men­dalami empat kasus dugaan ko­rupsi di Departemen Ke­sehatan (sekarang Kementerian Kese­hat­an). Pertama, perkara pengadaan alat kesehatan untuk penanganan flu burung. Kedua, pengadaan alkes tahun 2006 dan 2007. Ke­tiga, pengadaan alkes untuk Pusat Penanggulangan Krisis Depkes tahun 2007. Keempat, perkara pem­belian zat-zat kimia. Nah, Men­teri Kesehatan akan di­panggil kembali sebagai saksi salah satu kasus korupsi itu.

Johan tidak menjelaskan secara rinci, mengapa Endang dipanggil se­bagai saksi. Tapi, bekas Sek­retaris Ditjen Bina Pelayanan Me­dik Departemen Kesehatan Rat­na Dewi Umar yang meru­pa­kan salah satu tersangka kasus ini, sedikit memberikan gam­bar­an, mengapa KPK ingin me­ngorek keterangan Endang.

Meski mengaku tidak tahu apa yang diketahui Endang sebagai saksi, Ratna menyatakan, penga­daan alkes flu burung pada 2007 merupakan tanggung jawab Pusat Litbang Biomedis Farmasi. Saat itu, Pusat Litbang Biomedis dike­palai Endang. “Yang jelas, itu do­mainnya Litbangkes,” kata Ratna seusai menjalani pemeriksaan di Gedung KPK, Jakarta (29/3).

Menurut Ratna, Endang juga pernah menjadi Koordinator Penelitian Flu Burung pada tahun 2006. Selain memanggil Endang, KPK juga telah memanggil bekas Menteri Kesehatan Siti Fadilah Su­pari untuk dimintai kete­rang­an. Anggota Dewan Pertim­bang­an Presiden itu telah berkali-kali hadir untuk diperiksa sebagai saksi. Bukan tersangka.

Tiga tersangka kasus korupsi di Depkes, yakni bekas Sekretaris Dit­jen Bina Pelayanan Medik Dep­kes Mulya A Hasjmy, bekas Sek­retaris Ditjen Bina Pelayanan Medik Ratna Dewi Umar dan be­kas Kepala Pusat Penang­gu­langan Krisis Depkes Rustam Syarifuddin Pakaya.

Rustam ditetapkan sebagai ter­sangka setelah Majelis Hakim Pe­ngadilan Tindak Pidana Ko­rupsi (Tipikor) Jakarta menjatuhkan hukuman tiga tahun penjara ke­pada bekas Sekretaris Menteri Koordi­nator Kesejahteraan Rak­yat Sutedjo Juwono dalam kasus pengadaan alat kesehatan senilai Rp 40 miliar. “Pe­netapan ter­sang­ka itu merupakan pengembangan pe­nyidikan dari kasus yang lalu,” kata Johan.

Pada proyek pengadaan alkes flu burung, Rustam berperan se­bagai Kuasa Pengguna Ang­garan dan Pejabat Pembuat Komitmen. Rus­tam disangka telah mem­per­kaya diri sendiri.

Menurut Johan, Rustam di­sangka melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang Undang Pemberantasan Korupsi. Rustam di­sangka memperkaya diri sen­diri sebesar Rp 6,8 miliar. “Saat itu, dia berperan sebagai Kuasa Pengguna Anggaran dan Pejabat Pembuat Komitmen,” katanya.

Tidak tertutup kemungkinan, kata Johan, KPK akan mene­tap­kan tersangka lain kasus yang telah menyeret anak buah Menko Kesra Aburizal Bakrie, Ses­men­kokesra Sutedjo Ju­wo­no sebagai terpidana ini. “Ke­mungkinan itu ada, tergantung pi­hak penyidik,” ujarnya.

REKA ULANG

Sekretaris Menkokesra Di Era Ical Jadi Terpidana

Sutedjo Yuwono, bekas Sek­retaris Menteri Koordinator Ke­sejahteraan Rakyat Aburizal Bak­rie atau Ical, ditahan KPK pada 7 Februari 2011 setelah ditetapkan sebagai ter­sangka kasus korupsi peng­ada­an alat kesehatan pada 3 Sep­tember 2009.

Sutedjo telah diadili di Pe­ngadilan Tipikor, Jakarta. Pada Selasa, 23 Agustus 2011, Majelis Hakim menjatuhkan hukuman penjara tiga tahun untuknya.

Menurut KPK, Sutedjo me­nyebabkan kerugian negara se­besar Rp 32 miliar. Adapun nilai kontrak pengadaan senilai Rp 98 miliar. Dia dikenakan Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang Undang Pem­berantasan Tindak Pidana Ko­rupsi (Tipikor).

Dalam kasus ini, terjadi peng­gelembungan harga pembelian alat-alat kesehatan. Komisi Pem­berantasan Korupsi menghitung, da­lam pengadaan itu terjadi pen­ggelembungan harga hingga 200 persen.

Selain mark up, modus korupsi juga dilakukan melalui upaya pe­ngiriman kembali alat-alat yang sama kepada RSUD yang sebe­lum­nya sudah pernah menerima, se­hingga barang-barang tersebut sudah tidak diperlukan, karena sudah ada.

Pada Mei 2010, KPK me­ne­tapkan bekas Sekretaris Di­rek­torat Jenderal  Bina Pelayanan Me­dik Ratna Dewi Umar sebagai tersangka kasus pengadaan alat kesehatan penanganan flu burung tahun 2006.

Ratna ditetapkan sebagai ter­sangka terkait posisinya selaku Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) dan Pejabat Pembuat Ko­mitmen (PPK) dalam pengadaan alat kesehatan.

Selain Ratna, bekas Kepala Pu­sat Penanggulangan Krisis De­partemen Kesehatan Rustam Sya­rifuddin Pakaya juga telah ditetapkan KPK sebagai ter­sangka. Rustam yang bela­kang­an menjabat Direktur Sum­ber Daya Ma­nusia Rumah Sakit Dharmais, ditetapkan KPK se­bagai ter­sang­ka pada 29 Sep­tem­ber 2011.

KPK juga telah menetapkan Sesditjen Bina Pelayanan Medik Ke­menterian Kesehatan Mulya A Ha­syim sebagai tersangka. Da­lam konteks kasus ini, Mulya ber­tanggungjawab dalam pengadaan yang anggarannya telah dige­lembungkan.

Selain KPK, Mabes Polri juga menangani perkara korupsi pe­ngadaan alat kesehatan. Namun, yang Mabes Polri tangani me­rupakan dugaan korupsi penga­da­an alat kesehatan rumah sakit di 30 provinsi tahun anggaran 2009. Kejaksaan Agung pun menangani kasus serupa untuk tahun ang­garan 2010.

Menurut Jaksa Agung Muda Pi­d­ana Khusus Andhi Nirwanto, hal tersebut bukanlah masalah. Katanya, Kejagung berkoordinasi dengan Mabes Polri terkait pe­nanganan perkara dugaan korupsi pengadaan alat pendidikan dokter di Kemenkes ini. “Penuntutan per­kara itu akan digabung dengan tersangka yang ditangani Mabes Polri, yakni Syamsul Bahri,” ujarnya.

Andhi menambahkan, berkas penuntutan akan digabung se­telah dinyatakan lengkap atau P21 serta tersangka dan barang buk­ti diserahkan ke kejaksaan. Dia juga mengatakan, Kejaksaan Agung dan Polri telah se­pa­kat soal penggabungan berkas dan penuntutan ini.

“Digabung ter­­hadap yang tersangkanya sa­ma. Di sana kan baru satu ter­sangka, sementara di sini sudah ada tiga tersangka, jadi nanti kita ga­bung. Tidak ada masalah,” ujar­nya.

KPK Tak Boleh Duluin Pencitraan

Taslim Chaniago, Anggota Komisi III DPR

Anggota Komisi III DPR Taslim Chanigo menilai, Komisi Pemberantasan Korupsi lambat mengusut kasus korupsi pengadaan alat kesehatan.

Saking lambatnya, ada yang telah ditetapkan sebagai ter­sang­ka sejak Mei 2010, tetapi be­lum dibawa ke tahap pe­nun­tutan. “Menurut saya, KPK ti­dak serius, sehingga pe­nang­an­an kasus ini lambat,” ujarnya, ke­marin.

Taslim menambahkan, se­tidaknya, ada dua kemungkinan mengapa KPK tidak kunjung me­limpahkan para tersangka itu ke Pengadilan Tindak Pidana Ko­rupsi (Tipikor). Pertama, ber­kas para tersangka itu belum leng­kap. Kedua, tidak cukup bukti untuk menjadikan berkas-berkas itu P21.

Dia pun mengingatkan agar KPK tidak sibuk membangun citra saja, tanpa mengusut ka­sus-kasus korupsi yang ter­beng­kalai sampai tuntas. “KPK tidak boleh lebih banyak ke pen­­citraan ke­timbang me­nye­le­sai­kan kasus korupsi,” nasihatnya.

Hal yang juga penting, lanjut Tas­lim, KPK perlu melakukan pembenahan internal supaya kasus-kasus yang ada bisa tuntas, dan tidak ada lokalisir per­­kara. “Ada yang baru dite­tap­kan sebagai tersangka lan­g­sung ditahan, tapi yang sudah ber­tahun-tahun jadi tersangka tidak diapa-apakan, ini kan aneh. Ada apa dengan KPK,” he­­rannya.

Menurut Taslim, KPK lambat mengusut dugaan korupsi pada pengadaan alat kesehatan ka­rena kasus itu sudah tidak men­jadi sorotan publik lagi. “KPK cenderung kepada perkara yang lebih menjadi sorotan publik. Inilah salah satu faktor yang membuat KPK dinilai tebang pilih,” ujarnya.

Lambat Karena Sentuh Pejabat Dan Bekas Pejabat

Petrus Selestinus, Praktisi Hukum

Praktisi hukum yang juga Koordinator Forum Advokat Pengawal Konstitusi (Faksi) Pet­rus Selestinus curiga, pe­ngusutan kasus pengadaan alat kesehatan (alkes) lamban ka­rena menyenggol nama se­jum­lah pejabat dan bekas pejabat.

“Penanganan kasus ini lam­bat karena ada sejumlah nama orang penting di situ,” ujar Koor­dinator Tim Pembela De­mokrasi Indonesia (TPDI) ini, kemarin.

Lantaran itu, menurut Petrus, independensi KPK dalam me­ngusut kasus pengadaan alat kesehatan patut dipertanyakan. “Ter­sangkanya tidak ditahan, pe­nyidikannya sangat lambat. Se­pertinya KPK ingin jalan ce­pat, tapi langkahnya ditarik ke be­lakang oleh kekuatan besar yang diduga terlibat. Kekuatan be­sar itu belum disentuh,” ujar­n­ya.

Lebih lanjut, Petrus meng­ingatkan, langkah KPK me­mang­gil sejumlah saksi, ter­masuk bekas Menteri Ke­se­hatan Siti Fadilah Supari dan Menteri Kesehatan Endang Ra­hayu Sedyaningsih dipantau ma­syarakat. “Jangan sampai ke­l­ambanan ini karena KPK me­lindungi pihak-pihak tertentu. Masyarakat bisa merasakan jika ada yang janggal di KPK,” ujarnya.

Dia pun meminta KPK segera melakukan penahanan terhadap para tersangka dan melakukan pe­ningkatan penyidikan dengan me­netapkan tersangka baru. “Jika tetap lambat, saya kha­watir, masyarakat curiga KPK se­dang melindungi pelaku ko­rupsi sesungguhnya,” wanti-wanti Petrus.

Petrus pun berharap KPK mem­buka posisi hukum sebe­narnya terkait kasus korupsi pe­ngadaan alat kesehatan. “KPK per­lu segera menjelaskan ke­pada publik mengenai posisi hu­kum kasus alkes,” ujarnya. [Harian Rakyat Merdeka]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA