Kejagung Belum Tetapkan Tersangka Baru Kasus DW

Mulai Lakukan Penyidikan Pada 16 Februari

Selasa, 03 April 2012, 09:10 WIB
Kejagung Belum Tetapkan Tersangka Baru Kasus DW
Dhana Widyatmika

RMOL. Sudah banyak yang menilai, Dhana Widyatmika (DW) tak mungkin melakukan aksinya sendirian, jika memang dia korupsi dan melakukan pencucian uang. Tapi, hingga kemarin, Kejaksaan Agung tak kunjung menetapkan tersangka baru.  

Sebagai catatan, penyidikan terhadap Dhana telah dimulai sejak 16 Februari lalu. Tepatnya, berdasarkan Surat Perintah Pe­nyidikan Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Nomor: Print-17/F.2/Fd.1/02/2012 tanggal 16 Feb­ruari 2012. Tapi, penyidikan ter­ha­dap pegawai Direktorat Jen­deral Pajak Kementerian Ke­uangan itu, belum berkembang ke arah penetapan tersangka baru.

“Kami masih menelusuri aliran dana. Tidak tertutup kemung­kin­an ke arah tersangka baru,” alasan Jaksa Agung Muda Pidana Khu­sus (Jampidsus) Andhi Nir­wanto di Kejaksaan Agung, kemarin.

Andhi menambahkan, pihak­nya juga masih fokus meng­eva­luasi pengusutan yang sudah mereka lakukan. Lantaran itu, dalihnya, penyidik belum bisa menelurusi siapakah wajib pajak yang diduga menyuap DW. “Tunggu dulu, belum ya,” ka­tanya.

Untuk penelusuran, penyidik Ke­jaksaan Agung kembali me­manggil dan memeriksa sejumlah saksi. “Ada satu saksi yang di­periksa, dia rekannya DW. Ini­sial­nya RJ,” ujar Kepala Pusat Pe­­nerangan Hukum (Ka­pus­pen­kum) Kejaksaan Agung Adi M Toegarisman, kemarin.

Mengenai tersangka baru da­lam kasus ini, Adi pun beralasan, Ke­jaksaan Agung masih me­la­ku­kan penyidikan. “Akan tiba wak­tunya, bila memang ada bukti-bukti baru, maka tidak tertutup ke­mungkinan ada tersangka ba­ru,” kata bekas Kepala Kejaksaan Tinggi Kepulauan Riau ini.

Adi juga belum dapat me­mas­tikan “nasib” bos-bos perusahaan yang diduga mengalirkan dana ke­pada DW, apakah mereka akan ja­di tersangka. “Semua fakta akan dirumuskan dan dianalisa pe­nyidik. Kita tunggu saja hasil analisanya,” ucap dia.

Direktur Penyidikan Arnold Angkouw menyebutkan, sejum­lah perusahaan diduga meng­alir­kan dana kepada DW, seperti PT CT, PT Riau Perta Utama, PT Tri­sula Artamega dan kemudian di­in­vestasikan ke PT Bangun Per­sada Semesta, PT Mitra Modern Mo­bilindo serta investasi rek­sa­dana.

Mengenai berapa uang yang diduga didapat DW dari wajib pajak, Adi Toegarisman ber­alasan, angka tersebut sedang dalam penelusuran penyidik. Ken­dati begitu, Kejaksaan Agung telah menemukan aliran dana se­besar Rp 97 miliar di salah satu re­kening Dhana. Kejagung juga te­lah menghitung jumlah harta ke­kayaan DW yang sudah resmi disita, jumlahnya Rp 18 miliar, 448 ribu.

Akan tetapi, DW melalui kuasa hukumnya, menyampaikan ban­tahan atas jumlah aliran uang yang ditemukan di salah satu re­kening kliennya. Menurut ang­gota kuasa hukum DW, Reza Dwi­janto, apa yang disampaikan pihak Kejaksaan Agung menge­nai aliran dana dan harta keka­yaan kliennya itu tidak benar. “Ba­gaimanapun mohon hormati hak DW dan keluarganya terha­dap suatu pendiskreditan, sampai nanti memang dibuktikan ber­sa­lah dalam persidangan,” kata Reza melalui siaran pers.

REKA ULANG

Aliran Dana Masuk Rp 97 Miliar

Penyidik Kejaksaan Agung menemukan sejumlah aliran dana yang totalnya Rp 97 miliar di sa­lah satu rekening pegawai Ditjen Pajak Dhana Widyatmika (DW). Tersangka kasus korupsi dan pencucian uang itu, masih me­miliki sejumlah rekening lain yang tengah didalami penyidik.

 Penyidik telah memeriksa Dhana untuk mengklarifikasi ke­te­rangan saksi-saksi, meng­kla­rifikasi tentang uang tersangka di reksadana dan dalam beberapa re­kening di beberapa bank. Dari ha­sil klarifikasi sementara, di salah satu rekening milik tersangka, ditemukan sejumlah aliran dana yang totalnya sebesar Rp 97 mi­liar. “Ini baru di satu rekening, dan masih berupa aliran dana yang masuk, belum aliran dana yang keluar,” ujar Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Adi Toegarisman di Gedung Ke­jaksaan Agung, Selasa malam (27/3).

 Menurut Adi, DW memiliki se­jumlah rekening yang masih per­lu ditelusuri. Lantaran itu, katanya, tidak tertutup kemung­kinan jumlah aliran dana dalam rekening-rekening tersebut me­lebihi Rp 97 miliar. “Ada kira-kira 11 atau 12 rekening milik DW yang tersebar di tujuh bank,” kata bekas Kepala Kejaksaan Ting­gi Riau ini.

Kendati begitu, Adi tidak mau membeberkan di bank apa saja rekening-rekening DW tersebut. “Mohon maaf, belum bisa kami sampaikan,” elaknya.

Penyidik, lanjutnya, tidak ha­nya mengklarifikasi aliaran da­na atau uang di rekening ter­sang­ka. “Kami juga mengklarifikasi pe­rihal investasi DW, termasuk ta­nah,” katanya.

Sebelum bicara mengenai aliran dana Rp 97 miliar itu, Adi te­lah menyampaikan, harta keka­yaan DW yang disita, jumlah se­men­taranya sekitar Rp 18 miliar.

Harta kekayaan DW yang disita antara lain, uang dalam pe­nyedia jasa keuangan sebesar Rp 11 miliar, uang tunai dalam ben­tuk Dolar AS sebesar 270 juta, da­lam bentuk Dinar Irak sekitar 7 juta, dalam bentuk mata uang Riyad Saudi Arabia sebesar 1,3 juta. Kemudian, emas seberat 1,1 kilogram. “Kalau dinilai dengan uang, sekitar 465 juta rupiah,” ujarnya.

Barang sitaan lainnya, berupa kendaraan bermotor, termasuk mobil sedan Daimler Chrysler dan truk yang hasil sementara per­hitungannya Rp 1,6 miliar.

Selanjutnya, kata Adi, investasi berupa tanah yang belum se­mua­nya dihitung. Taksiran se­mentara, nilainya sekitar Rp 4,5 mi­liar. Kemudian, jam Rolex yang di­per­kirakan harganya Rp 103 juta.

Adi menambahkan, angka itu masih bisa bertambah lantaran tim penyidik masih menelusuri harta kekayaan DW.

“Misalnya, ada sembilan bi­dang tanah yang sertifikatnya su­dah disita, tapi secara fisik belum. Sembilan bidang tanah ini belum dihitung da­lam uang,” ka­tanya.

Lokasi tanah-tanah itu, me­nurutnya, ber­ada di beberapa tem­pat sekitar Ja­karta. “Luasnya juga belum direkap,” lanjut dia.

Tim penyidik juga menemukan simpanan DW yang lain di lima bank, dua safe deposit box di Bank Mandiri dan sejumlah mata uang asing di rumah tersangka, Jalan Elang Indorama, Ke­ca­mat­an Makasar, Jakarta Timur.

Khawatir Kasus DW Dilokalisir

Erna Ratna Ningsih, Peneliti KRHN

Peneliti senior LSM Kon­sor­sium Reformasi Hukum Na­sional (KRHN) Erna Ratna Ningsih khawatir, penanganan kasus korupsi dan pencucian uang dengan tersangka pegawai Ditjen Pajak Dhana Widi­yat­mika bermasalah.

Soalnya, sudah memasuki April 2012, penyidik Kejaksaan Agung belum bisa menetapkan ter­sangka baru kasus ini. “Saya khawatir kasus ini dilokalisir pada DW. Mestinya pena­ngan­an kasus ini sudah maju dengan pe­nemuan bukti-bukti baru yang kuat, sehingga ada pe­netapan tersangka baru,” ujar­nya, kemarin.

Pasalnya, menurut Erna, pe­laku kasus korupsi perpajakan tidak mungkin sendirian. “Se­jumlah pihak patut diduga ter­kait. Nah, itu mestinya sudah bisa ditelusuri dan ditetapkan se­bagai tersangka,” tandas bekas Ketua Yayayasan Lem­baga Bantuan Hukum Indo­nesia (YLBHI) ini.

Kejaksaan Agung, lanjut dia, se­mestinya bisa menangani ka­sus ini secara utuh sampai tun­tas di pengadilan. “Jangan sam­pai terulang seperti penanganan kasus pegawai Pajak Gayus Tambunan yang hanya mentok dan selesai pada Gayus. “Semua harus dibongkar,” tegasnya.

Selain itu, Erna juga me­ne­kankan perlunya pembangunan sistem di Direktorat Jenderal Pa­jak Kementerian Keuangan agar tidak memberikan ruang bagi orang-orang Pajak untuk korup. “Pencegahan juga perlu. Kasus-kasus itu semestinya menjadi pelajaran bagi Ditjen Pajak untuk membangun sistem yang kuat terhadap godaan korupsi di internal mereka,” sarannya.

Penuntasan kasus ini secara utuh dan perbaikan sistem di in­ter­nal perpajakan, me­nurutnya, da­pat memperkecil ke­mung­kinan kasus serupa terjadi.

“Sis­tem yang bagus akan mampu mendeteksi serta meng­ungkap kasus korupsi di sana,” katanya.

Kecurigaan Publik Semakin Kuat

Pieter Zulkifli, Anggota Komisi III

Anggota Komisi III DPR Pieter Zulkifli mengingatkan, pe­ngusutan kasus korupsi de­ngan terdakwa Gayus Tam­bu­nan merupakan preseden buruk bagi pimpinan dan aparat penegak hukum. Sebab, kasus itu tidak tuntas.

“Jangan sampai apa yang terjadi pada kasus Gayus Tam­bunan itu terulang dalam proses pengusutan kasus Dhana Wid­yatmika. Semua harus di­bongkar,” ujar politisi Partai Demokrat ini, kemarin.

Lantaran itu, dia meng­ingat­kan Kejaksaan Agung agar me­ngusut tuntas keterlibatan se­jumlah pihak dalam kasus ko­rupsi dan pencucian uang de­ngan tersangka pegawai Ditjen Pajak Kementerian Keuangan ini. “Jika atasan dan pihak-pi­hak lainnya tidak diseret, tentu ke­curigaan publik bahwa pim­pinan dan aparat penegak hukum masih sarat dengan model tebang pilih, semakin kuat,” ujarnya.

Bagi Pieter, penegakan hu­kum selama ini hanya ampuh kepada orang-orang miskin, orang-orang kecil, namun tidak ber­arti bagi orang-orang yang pu­nya kekuasaan dan uang. Da­lam posisi seperti itu, lanjutnya, Ke­jaksaan Agung layak di­per­tanyakan. “Penegak hukum kita kok ragu-ragu dan terkesan sa­ngat lembek jika berhadapan dengan orang-orang berduit dan yang memiliki akses kekuasaan. Itu tidak boleh terjadi,” katanya.

Dia mengingatkan, hukum harus diperlakukan sama untuk setiap orang. “Saya harap Ke­jak­saan Agung tidak gamang dan tidak masuk angin bila ber­hadapan dengan pelaku korupsi yang notabene memiliki akses ke­kuasaan. Semua harus diper­lakukan sama di muka hukum,” ujarnya.

Jika pimpinan dan aparat pe­negak hukum tidak berani, lanjut dia, maka publik akan se­makin tidak percaya. “Bisa mem­buat masyarakat kita ma­rah besar. Dunia internasional juga akan memandang Indo­ne­sia sebagai negara yang masih ko­rup, dengan penegakan hu­kum yang tebang pilih dan man­dul,” ucapnya. [Harian Rakyat Merdeka]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA