RMOL. Sudah banyak yang menilai, Dhana Widyatmika (DW) tak mungkin melakukan aksinya sendirian, jika memang dia korupsi dan melakukan pencucian uang. Tapi, hingga kemarin, Kejaksaan Agung tak kunjung menetapkan tersangka baru.
Sebagai catatan, penyidikan terhadap Dhana telah dimulai sejak 16 Februari lalu. Tepatnya, berdasarkan Surat Perintah PeÂnyidikan Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Nomor: Print-17/F.2/Fd.1/02/2012 tanggal 16 FebÂruari 2012. Tapi, penyidikan terÂhaÂdap pegawai Direktorat JenÂderal Pajak Kementerian KeÂuangan itu, belum berkembang ke arah penetapan tersangka baru.
“Kami masih menelusuri aliran dana. Tidak tertutup kemungÂkinÂan ke arah tersangka baru,†alasan Jaksa Agung Muda Pidana KhuÂsus (Jampidsus) Andhi NirÂwanto di Kejaksaan Agung, kemarin.
Andhi menambahkan, pihakÂnya juga masih fokus mengÂevaÂluasi pengusutan yang sudah mereka lakukan. Lantaran itu, dalihnya, penyidik belum bisa menelurusi siapakah wajib pajak yang diduga menyuap DW. “Tunggu dulu, belum ya,†kaÂtanya.
Untuk penelusuran, penyidik KeÂjaksaan Agung kembali meÂmanggil dan memeriksa sejumlah saksi. “Ada satu saksi yang diÂperiksa, dia rekannya DW. IniÂsialÂnya RJ,†ujar Kepala Pusat PeÂÂnerangan Hukum (KaÂpusÂpenÂkum) Kejaksaan Agung Adi M Toegarisman, kemarin.
Mengenai tersangka baru daÂlam kasus ini, Adi pun beralasan, KeÂjaksaan Agung masih meÂlaÂkuÂkan penyidikan. “Akan tiba wakÂtunya, bila memang ada bukti-bukti baru, maka tidak tertutup keÂmungkinan ada tersangka baÂru,†kata bekas Kepala Kejaksaan Tinggi Kepulauan Riau ini.
Adi juga belum dapat meÂmasÂtikan “nasib†bos-bos perusahaan yang diduga mengalirkan dana keÂpada DW, apakah mereka akan jaÂdi tersangka. “Semua fakta akan dirumuskan dan dianalisa peÂnyidik. Kita tunggu saja hasil analisanya,†ucap dia.
Direktur Penyidikan Arnold Angkouw menyebutkan, sejumÂlah perusahaan diduga mengÂalirÂkan dana kepada DW, seperti PT CT, PT Riau Perta Utama, PT TriÂsula Artamega dan kemudian diÂinÂvestasikan ke PT Bangun PerÂsada Semesta, PT Mitra Modern MoÂbilindo serta investasi rekÂsaÂdana.
Mengenai berapa uang yang diduga didapat DW dari wajib pajak, Adi Toegarisman berÂalasan, angka tersebut sedang dalam penelusuran penyidik. KenÂdati begitu, Kejaksaan Agung telah menemukan aliran dana seÂbesar Rp 97 miliar di salah satu reÂkening Dhana. Kejagung juga teÂlah menghitung jumlah harta keÂkayaan DW yang sudah resmi disita, jumlahnya Rp 18 miliar, 448 ribu.
Akan tetapi, DW melalui kuasa hukumnya, menyampaikan banÂtahan atas jumlah aliran uang yang ditemukan di salah satu reÂkening kliennya. Menurut angÂgota kuasa hukum DW, Reza DwiÂjanto, apa yang disampaikan pihak Kejaksaan Agung mengeÂnai aliran dana dan harta kekaÂyaan kliennya itu tidak benar. “BaÂgaimanapun mohon hormati hak DW dan keluarganya terhaÂdap suatu pendiskreditan, sampai nanti memang dibuktikan berÂsaÂlah dalam persidangan,†kata Reza melalui siaran pers.
REKA ULANG
Aliran Dana Masuk Rp 97 Miliar
Penyidik Kejaksaan Agung menemukan sejumlah aliran dana yang totalnya Rp 97 miliar di saÂlah satu rekening pegawai Ditjen Pajak Dhana Widyatmika (DW). Tersangka kasus korupsi dan pencucian uang itu, masih meÂmiliki sejumlah rekening lain yang tengah didalami penyidik.
Penyidik telah memeriksa Dhana untuk mengklarifikasi keÂteÂrangan saksi-saksi, mengÂklaÂrifikasi tentang uang tersangka di reksadana dan dalam beberapa reÂkening di beberapa bank. Dari haÂsil klarifikasi sementara, di salah satu rekening milik tersangka, ditemukan sejumlah aliran dana yang totalnya sebesar Rp 97 miÂliar. “Ini baru di satu rekening, dan masih berupa aliran dana yang masuk, belum aliran dana yang keluar,†ujar Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Adi Toegarisman di Gedung KeÂjaksaan Agung, Selasa malam (27/3).
Menurut Adi, DW memiliki seÂjumlah rekening yang masih perÂlu ditelusuri. Lantaran itu, katanya, tidak tertutup kemungÂkinan jumlah aliran dana dalam rekening-rekening tersebut meÂlebihi Rp 97 miliar. “Ada kira-kira 11 atau 12 rekening milik DW yang tersebar di tujuh bank,†kata bekas Kepala Kejaksaan TingÂgi Riau ini.
Kendati begitu, Adi tidak mau membeberkan di bank apa saja rekening-rekening DW tersebut. “Mohon maaf, belum bisa kami sampaikan,†elaknya.
Penyidik, lanjutnya, tidak haÂnya mengklarifikasi aliaran daÂna atau uang di rekening terÂsangÂka. “Kami juga mengklarifikasi peÂrihal investasi DW, termasuk taÂnah,†katanya.
Sebelum bicara mengenai aliran dana Rp 97 miliar itu, Adi teÂlah menyampaikan, harta kekaÂyaan DW yang disita, jumlah seÂmenÂtaranya sekitar Rp 18 miliar.
Harta kekayaan DW yang disita antara lain, uang dalam peÂnyedia jasa keuangan sebesar Rp 11 miliar, uang tunai dalam benÂtuk Dolar AS sebesar 270 juta, daÂlam bentuk Dinar Irak sekitar 7 juta, dalam bentuk mata uang Riyad Saudi Arabia sebesar 1,3 juta. Kemudian, emas seberat 1,1 kilogram. “Kalau dinilai dengan uang, sekitar 465 juta rupiah,†ujarnya.
Barang sitaan lainnya, berupa kendaraan bermotor, termasuk mobil sedan Daimler Chrysler dan truk yang hasil sementara perÂhitungannya Rp 1,6 miliar.
Selanjutnya, kata Adi, investasi berupa tanah yang belum seÂmuaÂnya dihitung. Taksiran seÂmentara, nilainya sekitar Rp 4,5 miÂliar. Kemudian, jam Rolex yang diÂperÂkirakan harganya Rp 103 juta.
Adi menambahkan, angka itu masih bisa bertambah lantaran tim penyidik masih menelusuri harta kekayaan DW.
“Misalnya, ada sembilan biÂdang tanah yang sertifikatnya suÂdah disita, tapi secara fisik belum. Sembilan bidang tanah ini belum dihitung daÂlam uang,†kaÂtanya.
Lokasi tanah-tanah itu, meÂnurutnya, berÂada di beberapa temÂpat sekitar JaÂkarta. “Luasnya juga belum direkap,†lanjut dia.
Tim penyidik juga menemukan simpanan DW yang lain di lima bank, dua safe deposit box di Bank Mandiri dan sejumlah mata uang asing di rumah tersangka, Jalan Elang Indorama, KeÂcaÂmatÂan Makasar, Jakarta Timur.
Khawatir Kasus DW Dilokalisir
Erna Ratna Ningsih, Peneliti KRHN
Peneliti senior LSM KonÂsorÂsium Reformasi Hukum NaÂsional (KRHN) Erna Ratna Ningsih khawatir, penanganan kasus korupsi dan pencucian uang dengan tersangka pegawai Ditjen Pajak Dhana WidiÂyatÂmika bermasalah.
Soalnya, sudah memasuki April 2012, penyidik Kejaksaan Agung belum bisa menetapkan terÂsangka baru kasus ini. “Saya khawatir kasus ini dilokalisir pada DW. Mestinya penaÂnganÂan kasus ini sudah maju dengan peÂnemuan bukti-bukti baru yang kuat, sehingga ada peÂnetapan tersangka baru,†ujarÂnya, kemarin.
Pasalnya, menurut Erna, peÂlaku kasus korupsi perpajakan tidak mungkin sendirian. “SeÂjumlah pihak patut diduga terÂkait. Nah, itu mestinya sudah bisa ditelusuri dan ditetapkan seÂbagai tersangka,†tandas bekas Ketua Yayayasan LemÂbaga Bantuan Hukum IndoÂnesia (YLBHI) ini.
Kejaksaan Agung, lanjut dia, seÂmestinya bisa menangani kaÂsus ini secara utuh sampai tunÂtas di pengadilan. “Jangan samÂpai terulang seperti penanganan kasus pegawai Pajak Gayus Tambunan yang hanya mentok dan selesai pada Gayus. “Semua harus dibongkar,†tegasnya.
Selain itu, Erna juga meÂneÂkankan perlunya pembangunan sistem di Direktorat Jenderal PaÂjak Kementerian Keuangan agar tidak memberikan ruang bagi orang-orang Pajak untuk korup. “Pencegahan juga perlu. Kasus-kasus itu semestinya menjadi pelajaran bagi Ditjen Pajak untuk membangun sistem yang kuat terhadap godaan korupsi di internal mereka,†sarannya.
Penuntasan kasus ini secara utuh dan perbaikan sistem di inÂterÂnal perpajakan, meÂnurutnya, daÂpat memperkecil keÂmungÂkinan kasus serupa terjadi.
“SisÂtem yang bagus akan mampu mendeteksi serta mengÂungkap kasus korupsi di sana,†katanya.
Kecurigaan Publik Semakin Kuat
Pieter Zulkifli, Anggota Komisi III
Anggota Komisi III DPR Pieter Zulkifli mengingatkan, peÂngusutan kasus korupsi deÂngan terdakwa Gayus TamÂbuÂnan merupakan preseden buruk bagi pimpinan dan aparat penegak hukum. Sebab, kasus itu tidak tuntas.
“Jangan sampai apa yang terjadi pada kasus Gayus TamÂbunan itu terulang dalam proses pengusutan kasus Dhana WidÂyatmika. Semua harus diÂbongkar,†ujar politisi Partai Demokrat ini, kemarin.
Lantaran itu, dia mengÂingatÂkan Kejaksaan Agung agar meÂngusut tuntas keterlibatan seÂjumlah pihak dalam kasus koÂrupsi dan pencucian uang deÂngan tersangka pegawai Ditjen Pajak Kementerian Keuangan ini. “Jika atasan dan pihak-piÂhak lainnya tidak diseret, tentu keÂcurigaan publik bahwa pimÂpinan dan aparat penegak hukum masih sarat dengan model tebang pilih, semakin kuat,†ujarnya.
Bagi Pieter, penegakan huÂkum selama ini hanya ampuh kepada orang-orang miskin, orang-orang kecil, namun tidak berÂarti bagi orang-orang yang puÂnya kekuasaan dan uang. DaÂlam posisi seperti itu, lanjutnya, KeÂjaksaan Agung layak diÂperÂtanyakan. “Penegak hukum kita kok ragu-ragu dan terkesan saÂngat lembek jika berhadapan dengan orang-orang berduit dan yang memiliki akses kekuasaan. Itu tidak boleh terjadi,†katanya.
Dia mengingatkan, hukum harus diperlakukan sama untuk setiap orang. “Saya harap KeÂjakÂsaan Agung tidak gamang dan tidak masuk angin bila berÂhadapan dengan pelaku korupsi yang notabene memiliki akses keÂkuasaan. Semua harus diperÂlakukan sama di muka hukum,†ujarnya.
Jika pimpinan dan aparat peÂnegak hukum tidak berani, lanjut dia, maka publik akan seÂmakin tidak percaya. “Bisa memÂbuat masyarakat kita maÂrah besar. Dunia internasional juga akan memandang IndoÂneÂsia sebagai negara yang masih koÂrup, dengan penegakan huÂkum yang tebang pilih dan manÂdul,†ucapnya. [Harian Rakyat Merdeka]
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: