Tahan Tiga Tersangka, Polisi Blokir 12 Rekening

Penggelapan Dana Investasi PT KAI & PT AJB Bumiputera

Senin, 02 April 2012, 09:44 WIB
Tahan Tiga Tersangka, Polisi Blokir 12 Rekening
PT KAI
RMOL. Polisi mengincar tersangka lain dalam kasus raibnya dana PT KAI dan PT AJB Bumiputera di PT Optima.

Polri menelusuri keterkaitan oknum PT Optima Kharya Ca­pi­tal Management (Optima) dengan perusahaan penginvestasi dana dan pihak bank.  Menurut Kadiv­humas Polri Irjen Saud Usman Na­sution, penelusuran makan waktu relatif panjang. Kepolisian tak bisa buru-buru menentukan siapa yang layak dijadikan ter­sangka baru.

“Semua data dan keterangan kita kembangkan,” ujarnya. Di­tegaskan, perkara Optima sangat komplek. Selain ditangani Mabes Polri,  kasus ini juga ditangani Pol­da Metro Jaya dan Polda Ja­bar. Hasil dan capaian Polda Met­ro dan Polda Jabar, sebutnya, men­jadi acuan penyidik Dit II Eksus Bareskrim dalam me­ngu­sut kasus tersebut.

Bekas Direskrim Polda Ma­lu­ku ini menambahkan, hasil pe­me­riksaan para tersangka dari Op­tima, menunjukkan titik terang. “Jadi tidak menutup ke­mung­kinan tersangkanya bertambah,” jelas­nya. Dia mengemukakan, se­telah menangkap Dirut Optima Harjono K di Polda Metro, Kamis (22/3), penyidik menemukan ke­terlibatan dua tersangka lain. Ke­dua­nya ada­lah Direktur PT Opti­ma Antonius (AS) dan Financial Controller PT Optima, Kaswan S (KS).

Kedua tersangka yang ditang­kap Kamis (29/3) diduga turut meng­gelapkan dana nasabah. Se­laku direktur, AS adalah peja­bat yang berwenang di bidang admi­nis­trasi dan penentuan kurs. AS di­tuduh bersalah, karena me­nya­lahgunakan dana  Asuransi Jiwa Bersama (AJB) Bumiputera dan dana PT Kereta Api Indo­nesia (KAI) untuk kepentingan pribadi.

Disebut bekas Kadensus 88 Polri ini, AS nekat menggunakan dana nasabah untuk membuka rekening deposito. Namun, Saud tak mau menyebut nama bank tempat AS memarkir uang hasil kejahatannya. Pasalnya, hal itu menyangkut teknis penyidikan. Sementara, dugaan keterlibatan KS masih didalami.

Dia menginformasikan,  peng­hitungan sementara kerugian AJB Bumiputera Rp 299 miliar dan 3 juta dolar Amerika. Sementara PT KAI, terpaksa kehilangan dana investasi Rp 100 miliar. Hi­langnya dana PT KAI diawali kala Optima dan perusahaan ang­kutan masal ini menjalin kontrak kerjasama pada 2008.  Isi kontrak menyebutkan, PT KAI menanam investasi penyertaan dana Rp 100 miliar ke PT Optima.

Dalam kontrak, tersangka Har­jono dan konco-konconya men­janjikan keuntungan imbal hasil 11 persen buat PT KAI. Op­tima pun sempat membayar keun­tu­ngan pada Agustus 2008. Namun, saat kontrak kerja sama jatuh tem­po, Desember 2008, Optima tak  mengembalikan dana pokok milik PT KAI. Uang penyertaan jaminan investasi PT KAI Rp 120 miliar juga tidak bisa cair.  Akibat hal tersebut, bekas Dirut PT KAI Ronny Wahyudi  dan bekas Di­rektur Keuangan PT KAI Ach­mad Kuntjoro dijadikan ter­sang­ka oleh Polda Jabar.

Sumber RM di lingkungan pe­nyidik Dit II Eksus Bareskrim Polri menginformasikan, Harjono dikenal licin. Berkat ke­pia­wai­an­nya, Dirut  Optima yang diburu Pol­da Jabar ini sempat buron. Ia bu­ron dua tahun lamanya. Di­se­butkan, ia buron setelah dil­a­por­kan AJB Bumiputera ke Polda Metro Jaya dan Mabes Polri, di­laporkan PT KAI ke Polda Jabar, dan dilaporkan Bapepam ke Ma­bes Polri pada 2009.

Menambahkan keterangan seputar dugaan pelanggaran oleh Harjono, Saud menyatakan, ter­sang­ka aktif menjual dan me­min­dahkan dana investasi nasabah ke 12 rekening pribadinya. “Ber­sa­ma tersangka AS dan KS, Har­jo­no memindahkan rekening nasa­bah ke rekening mereka,” tegasnya.

Dana nasabah itu dipakai untuk ke­pentingan pribadi seperti  mem­­beli apartemen di Rasuna Said, Kuningan, Jaksel. Sejak di­ringkus Kamis,  apartemen dan aset tersangka Harjono disita. Ke­polisian juga sudah me­ng­iden­ti­fikasi rekening Harjono dan min­ta Bank Indonesia (BI) mem­blo­kir rekening tersebut.

“Rekening tersangka lainnya juga sudah diblokir. Kita juga me­nyita aset para tersangka,” ucap­nya. Saud belum bisa memas­ti­kan berapa nominal aset yang di­sita. Dia menambahkan, tiga ter­sangka dari Optima ini diduga me­langgar pasal penggelapan dan pencucian uang.

REKA ULANG

Pernah Dijatuhi Sanksi Oleh Bapepam

Ketua Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK) Fuad Rahmany, kala itu, prihatin. Ia me­nya­yang­kan, kabar tentang kaburnya Di­rut PT Optima Harjono Kesuma ke luar negeri.

“Saya dengar berita itu. Tapi belum tahu benar atau tidak. Tapi jika benar, saya turut prihatin,” ujarnya usai menghadiri acara AITRI-OSFI Workshop On On-Site and Off-Site Examination For Insurance Supervisors, di Ho­tel Sari Pan Pasific, Jakarta, Senin (12/4/2010).

Sebelumnya, Bareskrim Polri minta Ditjen Imigrasi  mencekal Dirut Optima Harjono Kesuma. Pen­cekalan dilakukan terkait kasus penggelapan dana nasabah-nasabah grup Optima.

Per­min­taan cekal dilakukan lantaran po­lisi khawatir Harjono kabur ke luar negeri. Polisi ber­ala­san, pen­cekalan juga bertujuan untuk ke­lancaran proses pe­nyi­dikan. Surat pencekalan dila­yang­k­an ke Dit­jen Imigrasi tanggal 15 Februari 2010.    

Fuad menambahkan, jika pem­berlakuan cekal benar terjadi, pro­sesnya harus dilakukan sung­guh-sungguh. “Saya inginkan kalau cekal, cekal beneran,” te­gas­nya. Pencekalan dilakukan setelah Harjono resmi me­nyan­dang label tersangka kasus peng­gelapan dana PT AJB Bumi­pu­tera Rp 300 miliar. AJB Bumi­putera merupakan salah satu na­sa­bah PT Optima, perusahaan ter­afiliasi dengan Optima Securities yang dipimpinnya.

Untuk diketahui, Optima Secu­rities berdiri pada Desember 1989 dengan nama PT Sun Hung Kai Securities. Pada September 1997 berubah jadi PT Ciptamahardhika Mandiri Sekuritas. Pada April 2006 menjadi Optima Securities.

Pada 2007, Optima menyabet ge­lar sekuritas terbaik untuk ka­tegori aset di atas Rp 500 miliar-Rp 1 triliun. Tersangka Harjono me­­miliki saham PT Optima Khar­­ya Mulia (OKM), yang ber­posisi sebagai perusahaan induk Optima Securities dan Optima Ma­nage­ment. Kepemilikan Har­jono 75 persen, sedangkan Antonius To­rang P. Siahaan, mitranya, me­me­gang 25 persen sisanya.

Optima Securities pernah ditu­duh melanggar Pasal 91 dan 92 UU Nomor 8/1995 tentang Pasar Modal karena menciptakan gam­baran semu harga efek. Mereka juga dijerat Peraturan Bapepam-LK Nomor V.F.1 tentang Perila­ku Perusahaan Efek Sebagai Pen­jamin Emisi Efek dan Peraturan Nomor IX.A.7 tentang Tang­gung Jawab Manajer Penj­a­tahan dalam Rangka Pemesanan dan Pen­ja­ta­han Efek Dalam Pe­na­waran Umum.

Sekadar mengingatkan, Tri­wira adalah perusahaan yang 6,61 persen sahamnya dimiliki PT Ker­eta Api Indonesia. Kereta Api dan Grup Optima dikenal dekat, ter­lihat dari posisi Optima seba­gai konsultan keuangan proyek RaiLink milik Kereta Api dan PT Angkasa Pura II.

Belakangan, kedekatan itu me­nyeret Dirut Optima Mana­ge­ment Antonius T. P. Siahaan ke kursi pesakitan. Dia dituduh me­nyuap pejabat Kereta Api sebesar Rp100 juta guna memuluskan pe­nempatan investasi Rp100 miliar perseroan itu ke Optima Ma­na­ge­ment.

Nuansa Pencucian Uangnya Kental

Yenti Garnasih, Dosen Univ Trisakti

Pengamat masalah pen­cu­cian uang dari Uni­versitas Tri­sakti Yenti Garnasih menilai, tin­dakan tersangka tidak bisa dikategorikan sebatas melang­gar pasal penggelapan. Unsur pen­cucian uang di sini, me­nu­rutnya harus dimunculkan.

Dia menyatakan, nuansa pen­­cucian uang di kasus ini sa­ngat kental. Untuk itu, kepo­lisian jangan ragu-ragu men­jerat ter­sangka dengan pasal pen­cucian uang. Tujuannya ti­dak lain, agar hu­kuman bagi para tersangka men­jadi lebih berat. “Ancaman hu­­kumannya lebih berat ketim­bang pasal penggelapan,” katanya.

Jika tindak kejahatan model ini tak diberi sanksi berat, kelak dikhawatirkan kasus-kasus se­rupa terus bermunculan. Dia bi­lang, kasus jenis ini tidak bisa di­pandang sepele. Soalnya, sa­ngat terkait dengan per­eko­nomian. Memang secara hi­tung-hitungan, efeknya tidak langsung dirasakan masyarakat kecil. Namun jika dibiarkan, dam­paknya bisa mem­ba­ha­ya­kan stabilitas ekonomi negara dan masyarakat.

Untuk itu, diperlukan formula khusus untuk memberantas ke­jahatan model ini. Paling tidak, kewaspadaan Bapepam LK se­bagai pengawas penanaman mo­dal dan securitas perlu di­ting­katkan. Dia menyatakan, koor­dinasi dengan penegak hukum hendaknya lebih diintensifkan.

Jadi, jika ada pelanggaran oleh pialang atau broker saham, nantinya tidak hanya dijatuhi sanksi administrasi saja. “Su­paya ada kepastian hukum. Usut juga pelanggaran pidananya,” tuturnya. Dengan begitu, pelaku kejahatan sektor ini akan jera atau kapok.

Di sisi lain, imbuhnya, para pe­laku akan berpikir 1000 kali ketika akan melaksanakan ke­ja­hatannya. Dengan kepastian hu­kum yang jelas, maka peru­sahaan sekuritas juga menjadi lebih berhati-hati mengelola aset investornya.

Di lain hal, para investor baik perorangan maupun perusahaan juga akan merasa lebih aman lan­taran investasinya dikelola pia­lang secara benar alias ter­jamin  keamanannya.  “Jadi di sini, saya tetap menginginkan agar dalam kasus seperti ini ada kepastian hu­kum yang jelas.”

Kejahatan Korporasi, Rapi & Terkoordinasi

Nudirman Munir, Anggota Komisi III DPR

Politisi Partai Golkar Nu­dirman Munir berpendapat, persoalan hilangnya dana oleh perusahaan sekuritas harus dilihat secara utuh. Dia yakin, kasus seperti ini dilakukan ok­num-oknum yang sangat piawai alias ahli di bidangnya.

“Pelakunya pasti memahami seluk beluk ekonomi maupun investasi,” katanya. Selain itu, dia berani memastikan jika pe­laku kasus ini bukan pelaku tung­gal. Biasanya, kejahatan de­ngan pola ini melibatkan ba­nyak orang. Masing-masing pi­hak mempunyai peran yang vi­tal. “Kejahatan ini juga me­ru­pakan kejahatan korporasi. Ter­koordinir dengan rapi.”

Pilihan melaksanakan keja­ha­tan secara korporat ditujukan untuk menghilangkan jejak. Jadi sambungnya, ketika ke­ja­hatan ini terendus, pelakunya bisa lebih dulu menyelamatkan diri. Apalagi nilainya, proses pe­nyelidikan dan penyidikan ka­sus ini sangat menguras ener­gi dan waktu. Pada kesempatan ini, pelaku biasanya me­man­faat­kan momen untuk kabur.

Hal tersebut, tandasnya juga ter­jadi pada kasus Harjono. Ter­bukti lanjutnya, tersangka bos PT Optima itu bisa buron sela­ma dua tahun. “Dia sudah mem­perhitungkan risiko-risiko yang kemungkinan dihadapi­nya serta antisipasi yang dila­ku­kan,” tuturnya.

Untuk itu, penyidik perlu le­bih teliti dan cermat dalam me­ngungkap hal tersebut. Jangan sampai, kepolisian maupun ke­jaksaan justru kalah melawan pe­laku kejahatan ini.

Dia meng­garisbawahi, penja­hat dalam kasus ini kebanyakan adalah kelompok professional. Selain mempunyai kekuatan fi­nansial juga mempunyai latar be­lakang ilmu yang mendukung.

“Dengan kepiawaian dan uang dalam jumlah besar, me­reka bisa saja mengiming-imi­ngi penyidik untuk mem­be­lo­kan arah pena­nganan kasus te­r­sebut,” ucap­nya. Lagi-lagi, pro­fe­sionalisme pe­nyidik di sini di­harapkan mam­pu melawan go­daan yang se­ringkali muncul. [Harian Rakyat Merdeka]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA