21 Teroris Tewas Kena Timah Panas Densus 88

Catatan IPW Sejak Januari 2011-Maret 2012

Kamis, 29 Maret 2012, 09:00 WIB
21 Teroris Tewas Kena Timah Panas Densus 88
ilustrasi/ist
RMOL.Selama 15 bulan terakhir (Januari 2011-Maret 2012)  Indonesia Police Watch mencatat setidaknya 21 teroris mati ditembak Pasukan Detasemen Khusus 88 Antiteror.

Tahun lalu setidaknya 15 ter­sangka yang disebut teroris tewas ditembak, dan sampai Maret ini sudah ada 6 tersangka teroris yang kena hujam timah panas.

Koordinator Presidium IPW, Neta S. Pane mengecam aksi pe­nembakan itu. Baginya tindakan main tembak itu adalah bar-bar dan tidak patut dibanggakan. Tu­gas polisi yang sebenarnya adalah melumpuhkan tersangka demi men­dapatkan informasi dan mengembangkan penyelidikan.

“Untuk membongkar jaringan teroris harus dari dalam, yakni menangkap anggotanya hidup-hidup dan menggali informasi. Dengan begitu, ada modal bagi Densus 88 untuk mengem­bang­kan penyelidikan,” katanya saat berbincang kepada Rakyat Merdeka, kemarin.

Menurutnya, bila Densus 88 terus-menerus beraksi seperti ko­boi dan main tembak ditempat bisa dikategorikan tidak beradab. Bukan tidak mungkin hal itu bisa menimbulkan trauma yang men­dalam bagi masyarakat, dan men­jadi  teror dalam bentuk lain.

Diungkapkan, jika tidak ada perubahan standart operation procedure dalam kerja Densus 88 Antiteror, berita tentang ter­sang­ka teroris tewas ditembak ba­kal te­rus-terusan bermunculan dalam me­dia massa. Sebab, sampai se­karang saja sedikitnya ada sekitar 30 sampai 50 buron alias DPO.

Semua DPO itu memang ter­golong teroris karena memiliki sejarah yakni pernah ikut dengan Abu Thalut, terpidana teroris yang diduga berperan sebagai pen­cari dana jaringan teroris kelompok Aceh.

Densus 88 mestinya memper­hi­tungkan bahwa penembakan ter­hadap teroris menimbulkan efek balas dendam. Terbukti, ta­hun lalu terjadi beberapa kali pe­ristiwa penembakan terhadap apa­rat polisi. Seperti penye­rang­an pos po­lisi di Palu pada Mei 2011.

Melihat kondisi tersebut IPW men­­desak kewenangan diskresi yang dimiliki Densus 88 Anti­teror di­­evalusi secara internal. Mengi­ngat penembakan itu se­akan-akan sebuah eksekusi ter­sangka teroris tanpa proses peradilan.

“Kami minta Polri melakukan penyelidikan internal apakah penembakan itu sesuai prosedur atau tidak, dan hasil penyelidikan internal itu perlu diinformasikan kepada publik,” ujarnya.

Sekalipun Densus mempunyai kewenangan diskresi sebagai­mana yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 2/2002 Tentang Kepolisian dan  KUHAP, tetapi se­telah tindakan tersebut dilaku­kan, diperlukan penyelidikan in­ternal untuk membuktikan apa­kah tindakan itu telah melalui se­buah pertimbangan yang  matang. “Ini demi peningkatan kinerja kepolisian dan penghormatan terhadap hak asasi manusia,” katanya.

Kenyataan di Lapangan Yang  Kerap Memaksa

Ansyaad Mbai, Kepala BNPT

Badan Nasional Penanggu­langan Terorisme (BNPT) me­min­ta De­wan Perwakilan Rakyat membuat undang-undang soal penggunaan senjata api untuk melumpuhkan hingga menembak mati kelom­pok teroris atau pelaku kejahatan lainnya. Meng­ingat, kenyataan di la­pangan me­maksa aparat keama­nan meng­ambil tindakan menem­bak hing­ga tewas pelaku kejaha­tan tindak terorisme.

Undang-Undang itu diperlukan untuk memberikan arahan dan prosedural bagi aparat untuk ber­tindak di lapangan yang terpaksa harus melakukan tindakan mem­balas tembakan pelaku terorisme. Ini demi memberikan perlin­dungan hukum bagi aparat agar ti­dak dituduh melanggar hak asasi manusia.

Petugas lapangan hanya seka­dar menjalankan tugas dan perin­tah dari atasannya. Karena itulah, BNPT berharap, perlu ada UU yang mengatur prosedur penggu­naan senjata api untuk melawan terorisme atau pelaku tindak ke­jahatan lainnya.

Perlu diingat pada 19 April 2011 Presiden SBY telah meng­ins­truksikan agar dilakukan koor­dinasi dengan seluruh Peme­rintah Daerah untuk bekerjasama dengan Polri (Densus 88), Den­sus milik TNI, dan aparat lainnya dalam mencegah dan menang­gulangi aksi terorisme di negeri ini.

Tindakan Tak Beradab

Aboebakar Alhabsy, Anggota Komisi III DPR

Polisi dinilai tidak profesio­nal dan ceroboh karena semena-mena main tembak orang yang disangkakan teroris. Kasus penembakan itu tidak lebih dari tindakan tidak beradab, karena mengeksekusi tersangka tanpa proses persidangan.

Janganlah Indonesia ini di­jadikan lahan latihan bermain perang perangan, sudah cukup puluhan orang mati ditembak tanpa proses persidangan. Ini sudah masuk dalam kategori pelanggaran HAM.

Kami khawatir Polri makin berani melanggar Peraturan Ka­pol­ri Nomor 8 Tahun 2009 ten­tang Penerapan HAM di Ke­polisian, dan seterusnya peri­laku main tembak ini menjadi kebia­saan. Bisa jadi nanti kalau ada po­lisi salah tembak mereka lang­sung bilang korban adalah tero­ris, sebagai bentuk pem­be­naran.

Kapolri harus melakukan pemeriksaan internal. Perlu au­dit investigatif atas tindakan apa­rat yang tak prosedural ini. Jangan sampai isu terorisme di­jadikan alasan pembenar untuk membunuh orang.

Membunuh Atau Dibunuh

Susaningtyas Kertopati, Anggota Komisi I DPR

Tindakan Densus 88 Anti Teror yang main tembak ter­sangka teroris sangat disayang­kan. Sebab, teroris yang mati ti­dak bisa digali informasi untuk mendapatkan embrio grupnya.

Namun, tidak bisa dipungkiri saat berhadap-hadapan dengan teroris, aparat keamanan dalam kon­disi ‘berperang’ yang arti­nya keputusan cepat harus di­ambil, yakni membunuh atau dibunuh.

Terpenting sebelum menyer­gap teroris adalah informasi in­telijen. Densus 88 harus punya informasi yang akurat seputar siapa yang dihadapi, kadar ba­haya dari si teroris dan persen­ja­taan yang mereka miliki. De­ngan begitu, polisi punya kepu­tusan yang tepat ketika ber­hadap-hadapan dengan teroris.

Kewenangan Polri dalam menangani teroris tertuang da­lam Undang-Undang Tero­ris­­me Pasal 6 yang menyebut­kan pelaku teror harus dipi­da­na, artinya harus dihukum dan di­tangkap.

Oleh karena itulah sebaiknya Densus 88 jangan terpancing untuk melakukan tindakan ke­ras seperti penembakan di tem­pat yang mengakibatkan jatuh banyak korban. [Harian Rakyat Merdeka]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA