RMOL. Gubernur Bengkulu nonaktif Agusrin Najamudin masih melenggang bebas, meski sudah divonis Majelis Hakim Mahkamah Agung (MA) dengan hukuman empat tahun penjara dalam kasus korupsi APBD senilai Rp 20 miliar.
Kejaksaan tak kunjung meÂngÂeksekusi putusan Majelis HaÂkim Agung itu. “Kami baru meÂneÂrima salinan putusannya. KaÂreÂÂna baru terima, maka kami koorÂdinasi dulu dengan KeÂjaksaan Tinggi BengÂkulu,†kata Kepala Pusat PeneÂraÂngan Hukum KeÂjaksaan Agung Adi Toegarisman, kemarin.
Menurut Adi, kejaksaan segera melakukan eksekusi terhadap Gubernur yang juga politisi Partai DeÂmokrat itu. “Putusannya sudah di Kejaksaan Negeri Jakarta PuÂsat. Karena baru terima, masih daÂlam tahap koordinasi. Segera diekÂsekusi,†ujar bekas Kepala KeÂjakÂsaan Tinggi Kepulauan Riau ini.
Kepala Kejaksaan Tinggi BengÂkulu Pudji Basuki Sugijono meÂngaÂku belum menerima amar puÂtuÂsan Mahkamah Agung terÂsebut. Lantaran itu, mereka beÂlum bisa melakukan eksekusi. “Belum dieksekusi, karena samÂpai saat ini kami belum terima petikan puÂtuÂsan,†ujarnya ketika dihubungi RakÂyat Merdeka, kemarin.
Pudji memprediksi, proses ekÂseÂkusi terhadap Agusrin akan diÂlakÂsanakan di Jakarta. “Kalau kami sudah terima petikan puÂtuÂsannya, disarankan eksekusi diÂlakÂsanakan di Jakarta dengan alaÂsan keÂamanan. Selanjutnya, hal itu juga bergantung pada petÂunÂjuk pimÂpinan Kejaksaan Agung,†ujarnya.
Sementara itu, anggota Majelis Kasasi perkara ini, hakim agung Agung Krisna Harahap menyamÂpaiÂkan, pihak MA sudah menyeÂlesaikan dan sudah mengirimkan salinan putusannya ke kejaksaan. “Di MA sudah selesai, dan sudah diÂkirimkan,†ujar Krisna kepada RakÂyat Merdeka lewat pesan singkat, kemarin.
Ketua Komisi Yudisial (KY) Eman Suparman menyampaikan, proses persidangan dan sejumlah kejanggalan sampai eksekusi puÂtusan pengadilan selalu diawasi. Bahkan, menurut Eman, pihakÂnya terus mengingatkan MahÂkaÂmah Agung agar memperhatikan dan membereskan masalah-maÂsalah seperti itu.
“KY mengingatkan MA supaÂya minutasi dipercepat. Soalnya, Kejagung sering mengeluh, jaksa terhambat minutasi, terpidana sudah divonis namun putusannya belum keluar. Saya ingatkan MA supaya minutasi putusan keluar segera,†ujar Eman ketika diteÂmui di Gedung Kejaksaan Agung, kemarin.
Dengan semua masukan KY, kata Eman, pihak MA berjanji akan memperbaiki kinerjanya. “Ketua MA Pak Hatta Ali sangat welcome pada permintaan-perÂmintaan dari pihak manapun, leÂbih-lebih pada KY. Pak Hatta Ali mengatakan, oke Pak Eman, teÂrimakasih kami diingatkan. Nanti kami mengingatkan jajaran kami. Ya sudah, saya harus bersangka baik pada beliau,†ujar Eman.
Pada 10 Januari 2012, MahÂkaÂmah Agung melalui Majelis KaÂsasi mengabulkan permohonan kasasi Jaksa Penuntut Umum (JPU) dan menghukum Agusrin M Najamudin selama empat taÂhun penjara serta denda Rp 200 juta subsider tiga bulan penjara.
Majelis hakim yang menangani perkara Agusrin ini, terdiri atas hakim agung Artidjo Alkostar, Krisna Harahap dan Agung Abdul Latif.
Majelis kasasi berpendapat bahÂwa secara sah dan meyaÂkiÂnÂkan Agusrin melanggar Pasal 2 ayat (1) Undang Undang PembeÂranÂtasan Tindak Pidana Korupsi, karena dengan sepengeÂtahuanÂnya, Kepala Dinas Pendapatan Provinsi Bengkulu Khaerudin teÂlah membuka rekening tambahan untuk menampung dana bagi haÂsil PBB/BPHTB Provinsi BengÂkulu, sehingga negara dirugikan lebih dari Rp 20 miliar.
Selain itu, majelis kasasi juga berpendapat bahwa vonis Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat atas Agusrin bukan bebas murni, sehingga permohonan kaÂsasi JPU dapat diterima.
REKA ULANG
Agusrin Sempat Divonis Bebas
Gubernur Bengkulu NonÂaktif Agusrin Najamudin didakÂwa koÂrupsi senilai Rp 20 miliar, sehingga melanggar Pasal 2 ayat 1 Undang Undang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).
Agusrin didakwa terlibat koÂrupsi Pajak Bumi dan Bangunan dan Bea Penerimaan Hak Atas Tanah dan Bangunan Bengkulu (PBB-BPHTB) tahun 2006-2007, dan memanipulasi uang itu deÂngan memalsukan surat perÂmoÂhoÂnan pembukaan rekening baru.
Surat permohonan pembukaan rekening baru yang diajukan keÂpada Menteri Keuangan, ternyata hanya hasil pemindaian, seÂdangÂkan surat permohonan yang asli diÂsimpan di rumah dinas terdakwa.
Hal ini terungkap dari keteÂraÂngan Chaerudin, bekas Kepala DiÂnas Pendapatan Provinsi BengÂkulu yang telah divonis satu tahun penÂjara oleh Pengadilan Tinggi BengÂkulu. Surat tuntutan yang dibaÂcaÂkan bergantian oleh jaksa SuÂnarta, Yeni Puspita, Zuhandi, dan AlamÂsyah itu menyebut terÂdakwa telah menyalahgunakan keÂweÂnaÂnganÂnya dengan melakuÂkan korupsi.
Hal ini berdasarkan hasil peÂmeÂriksaan BPK serta fakta perÂsiÂÂdangan yang berasal dari keÂteÂraÂÂngan saksi. Agusrin diduga teÂlah melakukan korupsi dengan tiÂdÂak menyetorkan dana PBB-BPHTB tahun 2006-2007 ke kas neÂgara. Sehingga, negara mengaÂlaÂmi keÂrugian sekitar Rp 20 miliar.
Bukan hanya itu, Agusrin pun telah mengeluarkan disposisi unÂtuk menyalurkan uang hasil pajak tersebut ke rekening PT BengÂkulu Mandiri, sebagai perusahaan daerah untuk kepentingan peÂnaÂnaÂman tanaman jarak.
Agusrin divonis bebas oleh maÂjelis hakim saat sidang sidang pembacaan vonis di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada 24 Mei 2011. Agusrin divonis bebas kaÂreÂna majelis hakim menilai tinÂdaÂkanÂnya tidak memenuhi unsur pidana korupsi.
Patut Dipertanyakan Apa Ada Permainan
Sandi Ebeneser Situngkir, Anggota Majelis PBHI
Menurut anggota Majelis Perhimpunan Bantuan Hukum Indonesia (PBHI) Sandi EbeneÂser Situngkir, secara normatif, tiÂdak ada ketentuan kapan saliÂnan putusan harus sampai ke taÂngan kejaksaan sebagai ekÂseÂkuÂtor putusan hakim dan terpidana.
“Hal ini dapat mengakiÂbatÂkan terjadi kolusi antara pihak terpidana, pihak pengadilan dan pihak kejaksaan. Sehingga, patut dipertanyakan, apakah ada permainan untuk menunda pemberitahun putusan terÂseÂbut,†katanya, kemarin.
Bahkan, lanjut Sandi, ada perkara illegal loging yang suÂdah putus di sebuah pengadilan tinggi dua tahun lalu, tetapi belum ada pemberitahuan dari pengadilan negeri setempat keÂpada pihak-pihak yang berÂsangkutan dengan kasus ini.
“Kalau melihat perkara WaÂliÂkota Bekasi Mochtar MuÂhamÂmad, satu minggu setelah putus dari MA, KPK sudah mengÂekÂsekusinya. Tapi, Gubernur BengÂkulu yang putusannya sama dari MA, tetapi salinan puÂÂÂtuÂsannya belum ada. SehaÂrusÂÂnya sama dong, kenapa bisa berÂÂbeda,†tandas Sandi.
Menurut peneliti senior KonÂsorsium Reformasi Hukum NaÂsioÂnal (KRHN) Erna Ratna NingÂsih, lambannya eksekusi terhaÂdap Agusrin, menimÂbulÂkan keÂtiÂdakpastian hukum dan meÂnimÂbulkan kecurigaan masyarakat.
Selain ada kesan penegak huÂkum mengulur-ulur waktu supaÂya Agusrin tidak segera dipenÂjara, proses eksekusi yang lama ini menimbulkan rasa tidak adil bagi masyarakat. Apalagi, jika masyarakat melihat rakyat kecil yang menjadi terdakwa suatu kasus, begitu cepat dieksekusi.
“Apa karena putusan itu berÂkaitan dengan jabatan pubÂlik, guÂbernur, sehingga ekseÂkuÂsiÂnya lamÂbat. Apakah ada yang sengaja mengulur-ulur waktu unÂtuk memÂberikan ruang berÂmain. Ini haÂrus segera diseÂleÂsaiÂkan demi kepasÂtian hukum,†kata Erna.
Khawatir Ada Kongkalikong
Yahdil Abdi Harahap, Anggota Komisi III DPR
Anggota Komisi III DPR Yahdil Abdil Harahap menilai, proses eksekusi terhadap putusan pengadilan sering lama dan bermasalah. Karena itu, dia mendesak MA dan Kejaksaan Agung membuat aturan internal yang mengikat dalam hal eksekusi putusan.
“Hukum acara kita memang tiÂdak mengaturnya. Saya setuju dilakukan revisi terhadap KUHAP. Namun, sebelum ke sana, MA dan Kejaksaan Agung bisa berkoordinasi dan memÂbuat aturan internal yang meÂngiÂkat agar proses eksekusi puÂtuÂsan cepat,†ujar Yahdil, kemarin.
Politisi PAN ini mengatakan, model aturan internal itu bisa berupa surat edaran bersama yang berisi sanksi. “Jadi, benar-benar ada ikatan dan sanksiÂnya,†ucap dia.
Dia khawatir, pengiriman saÂliÂnan putusan yang lama, dijaÂdikan ajang kongkalikong. “SeÂharusnya benar-benar cepat samÂpai kepada para pihak dan segera dieksekusi. Sebab, prinÂsip peradilan memang begitu, cepat, hemat, tepat dan murah,†katanya.
Yahdil menyampaikan, jika tiÂdak ada aturan jelas yang berÂisi sanksi terhadap pengiriman putusan pengadilan yang lamÂban, maka akan banyak perÂmaiÂnan yang menciderai keadilan.
“Buat saja aturan internal, silaÂkan MA, Kejaksaan Agung dan pihak-pihak terkait berÂkoorÂdinasi. Hal-hal seperti ini tidak boleh diteruskan. Harus diÂatur dengan segera,†ujarnya.
Menurut anggota Komisi III DPR Nasir Jamil, ada kejangÂgaÂlan dalam proses eksekusi terÂhadap Agusrin. Soalnya, pada zaman canggih ini, aneh jika saÂliÂnan putusan majelis hakim MA tak sampai di kejaksaan dalÂam waktu satu bulan, apalagi lebih.
Lantaran itu, Nasir meminta para pimpinan Kejaksaan Agung mengecek kinerja anak buah mereka di Bengkulu. “Saya sangat kecewa pada lamÂbatnya eksekusi putusan kasasi ini. Kejaksaan Agung mesti segera mengecek ke Kejaksaan Tinggi Bengkulu dan Kejaksaan Negeri Bengkulu, apa kenÂdaÂlaÂnya sehingga belum diekÂseÂkuÂsi,†ujarnya.
Dia juga mengingatkan pimÂpinan MA agar meningkatkan kinerja mereka, terutama untuk peÂngiriman putusan seperti itu. “Itu juga harus diawasi hakim agung bidang pengawasan. BiaÂsanya administrasi di MA cepat, tapi kadang ada oknum-oknum yang menahan surat keputusan ekÂsekusi,†ucapnya. [Harian Rakyat Merdeka]
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: