Polisi Mengaku Pantau Kejiwaan Imam Cahyo

Kasus Suap Gayus Tambunan Belum Tuntas

Senin, 19 Maret 2012, 09:58 WIB
Polisi Mengaku Pantau Kejiwaan Imam Cahyo
Gayus Tambunan

RMOL. Kasus Gayus Tambunan belum tuntas. Belum tegas betul, perusahaan mana saja yang menyuap Gayus, sehingga bekas pegawai Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan itu memiliki duit senilai Rp 74 miliar.

Alur perkara ini pun seperti putus, seiring tidak jelasnya pro­ses hukum terhadap Imam Cahyo Maliki, pria yang diduga ber­pe­ran sebagai penghubung se­jum­lah perusahaan besar dengan Gayus.     

Akan tetapi, Kepala Bagian Penerangan Umum Polri Kombes Boy Rafli Amar mengaku, polisi masih mengumpulkan bukti-bukti untuk melanjutkan pengu­su­tan kasus mafia pajak ini. “Ka­sus ini tidak dihentikan. Masih ada pengusutan dan pen­da­laman terhadap beberapa orang yang dicurigai terkait Ga­yus,” katanya.

Nah, menurut Boy, salah satu nama yang masih didalami kepo­lisian adalah Imam Cahyo Ma­liki. Namun, dia beralasan, untuk men­­da­lami keterlibatan Imam mem­butuhkan waktu yang pan­jang. Soalnya, polisi terganjal ma­salah kesehatan konsultan pajak itu.

Sejak menjalani pemeriksaan di kepolisian, lanjutnya, Imam me­ngalami tekanan psikis yang sangat berat. Tekanan psikis itu membuatnya depresi. Depresi yang dialami Imam, membuat ke­polisian tidak bisa maksimal me­ngusut kasus tersebut.

Imam, kata Boy, menjalani te­rapi secara kontinyu untuk me­nga­tasi depresi tersebut. “Psi­kia­ter kepolisian juga memantau per­kembangan terapi kejiwaan itu,” kata bekas Kepala Bidang Hu­mas Polda Metro Jaya ini.

Kendati begitu, dia tidak mau me­nyebutkan keberadaan atau di­mana Imam menjalani terapi tersebut. “Kepolisian terakhir men­deteksi yang bersangkutan berada di wilayah Jawa Tengah. Posisinya sudah diketahui polisi,” ujar bekas Kapoltabes Padang, Sumatera Barat ini.

Untuk mencegah Imam kabur ke luar negeri, menurutnya, Ma­bes Polri sudah meminta Di­rek­torat Jenderal Imigrasi Ke­men­terian Hukum dan HAM untuk menetapkan status cegah terha­dap yang bersangkutan.

Sebagai perbandingan, sejum­lah nama yang terseret kasus Ga­yus sudah jelas proses hukumnya di pengadilan. Tidak seperti Imam Cahyo Maliki.

Di Pengadilan Tipikor Jakarta, Gayus terbukti melakukan empat tindak pidana. Sejumlah nama disebut Majelis Hakim terkait ka­sus-kasus Gayus itu.

Dalam dakwaan pertama, Gayus terbukti melanggar Pasal 12 huruf B ayat 1 dan 2 junto Pa­sal 65 ayat 1 KUHP, karena me­ne­rima suap senilai Rp 925 juta dari Roberto Santonius, konsul­tan pajak PT Metropolitan Re­tail­mart terkait kepengurusan kebe­ratan pajak perusahaan tersebut.

Pada dakwaan kedua, Gayus terbukti melanggar Pasal 12 huruf b Undang Undang Nomor 20 ta­hun 2001. Soalnya, pada Juni 2010, Gayus menerima grat­i­fi­kasi berupa uang sebesar 659.800 Dolar Amerika Serikat dan 9,6 juta Dolar Singapura selama men­jadi petugas penelaah keberatan pajak. Penerimaan itu tidak di­laporkan ke KPK, melainkan di­simpan di safe deposit box Bank Mandiri Kelapa Gading.

Dalam dakwaan ketiga, Gayus terbukti melanggar ketentuan Pa­sal 3 ayat 1 huruf a Undang Un­dang Nomor 25 Tahun 2003 ten­tang Tindak Pidana Pencucian Uang. Soalnya, dia menempatkan harta kekayaan berupa uang Rp 925 juta, 3,5 juta Dolar Amerika Serikat, 659.800 Dolar Amerika Serikat, 9,6 juta Dolar Singapura dan 31 keping logam mulai masing-masing 100 gram, yang diketahui merupakan hasil tindak pidana.

Pada dakwaan keempat, Gayus terbukti melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a Undang Undang Tipi­kor jo Pasal 64 ayat 1 KUHP, ka­re­na memberikan uang suap ke­pada sejumlah petugas Rumah Tahanan Negara Markas Ko­man­do Brimob, Kelapa Dua, Depok, Jawa Barat pada tahun 2010, ter­ma­suk kepada Kepala Rutan Mako Brimob, Kelapa Dua, Kompol Iwan Siswanto.

Majelis Hakim juga meme­rin­tahkan, uang tunai senilai Rp 206 juta, 34 juta Dolar Singapura, 659 ribu Dolar Amerika Serikat, 9,8 juta Dolar Singapura dan tabu­ngan sebagaimana tersebut dalam barang bukti, dirampas dan disita untuk negara.

REKA ULANG

Memberi Harley Agar Imam Tak Jadi Tersangka

Nama konsultan pajak Imam Cahyo Maliki mencuat dalam per­sidangan kakaknya, Alif Kun­coro yang menjadi terdakwa ka­sus suap terhadap Kompol Arafat Enanie, penyidik kasus Gayus Tambunan.

Dalam dakwaan, jaksa me­nye­butkan, Alif Kuncoro memberi­kan Arafat sebuah motor Harley Davidson agar adiknya, Imam ti­dak dijadikan tersangka kasus Ga­yus. Imam disebut sebagai kon­sultan pajak PT Bumi Resources.

Awal pemberian itu terkait penyidikan kasus Gayus. Saat itu, Arafat melakukan pemeriksaan pada Imam. Pemeriksaan terkait adanya bukti transfer uang Rp 25 juta dari rekening Imam ke reke­ning Gayus.

Saat pemeriksaan, Arafat me­ngancam akan menjadikan Imam tersangka karena mem­be­ri­kan gratifikasi kepada Gayus. Agar adik­nya itu tidak dijadikan ter­sang­ka, Alif berinisiatif mem­be­ri­kan motor Harley Davidson seharga Rp 400 juta lebih kepada Arafat. Sejak pemberian motor dan pemeriksaan tersebut, jejak dan sosok Imam misterus. Tim Independen Polri pun, hingga masa tugasnya berakhir, tidak berhasil menangkap Imam.

Pia Akbar Nasution, penasihat hu­kum Gayus, dalam sidang Ju­mat, 10 Desember 2010 meminta polisi memeriksa Imam agar tak terjadi mising link. Soalnya, jaksa penuntut umum gagal meng­ha­dir­kan Imam ke persidangan. “Sa­yang, dalam persidangan, Hakim Albertina Ho juga tidak mena­nyakan lebih jauh mengenai peran Imam Cahyo Maliki,” ujarnya.

Menurut anggota Satgas Pem­berantasan Mafia Hukum Yunus Husein, Imam berperan meng­hu­bungkan wajib pajak dengan Ga­yus. “Imam buron,” ujarnya.

Akan tetapi, pihak PT Bumi Resources menyatakan tidak pernah memberi imbalan apa pun kepada Gayus terkait perma­sala­han pajak. Dileep Srivastava, Cor­porate Secretary PT Bumi Resources pada Selasa, 28 Sep­tem­ber 2010 mengatakan, Gayus perlu menyatakan dengan penga­kuan yang baru kalau dia punya bukti. “Orang yang menuduh ha­rus bisa menunjukkan bukti, bu­kan sebaliknya,” ujarnya.

Yang pasti, dalam kasus mafia pajak, Tim Independen Polri te­lah menetapkan sederet tersangka yang kemudian menjadi terdakwa dan terpidana. Para tersangka itu adalah Gayus Tambunan, Ha­po­san Hutagalung, Andi Kosasih, Lambertus Palang Ama, Kompol Arafat, AKP Sri Soemartini, Alif Kuncoro dan hakim Muhtadi Asnun. Dua tersangka lain adalah ata­san Gayus di Ditjen Pajak, yakni Humala Napitupulu dan Maruli Pandapotan Manurung.

Belakangan, pasca pem­bu­ba­ran Tim Independen Polri, Ba­res­krim menetapkan jaksa peneliti kasus Gayus, Cirus Sinaga serta Kompol Siswanto dan anak buah­nya yang menjaga Gayus di Ru­tan Mako Brimob sebagai ter­sang­ka.

Dalih Sakit Mesti Dicek

Ruhut Sitompul, Anggota Komisi III DPR

Anggota Komisi III DPR Ruhut Sitompul mengingatkan Polri agar betul-betul meme­rik­­sa kesehatan orang-orang yang diduga terkait perkara ko­rupsi, tapi berdalih sakit. “Alasan se­perti itu mesti dicek ulang,” katanya.

Hal itu ditujukan agar dalih sakit tidak selalu menjadi ala­san untuk menghindari proses hukum. Ruhut juga me­ngi­ngat­kan kepolisian agar memas­ti­kan keberadaan dan kondisi Imam Cahyo Maliki.

Jangan sampai tak jelasnya keberadaan dan kondisi Imam,  diman­faatkan pihak tertentu untuk menutup atau melindungi pihak lain yang terlibat.

“Jika kepolisian tidak me­ngu­tamakan prinsip transpa­ran­si dan akuntabel, maka akan sa­ngat sulit menyelesaikan kasus mafia pajak sampai ke akar-akarnya. Hasil penelusuran tentang keterangan Gayus yang menyebut keterlibatan Imam, semestinya juga disampaikan secara gamblang kepada ma­sya­rakat,” katanya.

Dia menambahkan, proses pe­nanganan perkara harus me­rujuk pada prinsip transparansi dan akuntabel. Prinsip-prinsip keadilan ini hendaknya tidak diabaikan penegak hukum.

“Pada dasarnya penuntasan kasus Gayus secara utuh me­mi­liki efek positif bagi rasa ke­adi­lan masyarakat,” ujar anggota Fraksi Partai Demokrat ini.

Artinya, menurut Ruhut, pe­ngusutan kasus ini tidak hanya memberi dampak positif pada masalah pajak. Melainkan lebih pada prospek keadilan.

Dia pun mengingatkan, siapa pun berkedudukan sama dalam hukum. Maka, semua warga masyarakat mempunyai posisi yang sama di hadapan hukum.

Tidak boleh ada pembedaan, dalam memproses atau menan­ga­ni suatu kasus. Baik kasus be­sar maupun kasus kecil. “Siapa pun yang bersalah, tentu harus di­tindak sesuai aturan,” tan­dasnya.

Sampaikan Hasil Pemeriksaan Psikis Kepada Masyarakat

Iwan Gunawan, Sekjen PMHI

Sekjen Perhimpunan Magis­ter Hukum Indonesia (PMHI) Iwan Gunawan menilai, dalih sakit dari seseorang yang terse­ret masalah hukum kerap jadi ju­rus untuk menghindari hukuman.

Maka, perlu kecermatan pe­ne­gak hukum untuk memas­ti­kan, apakah sakit itu hanya ala­san untuk menghindari proses hukum. “Langkah kepolisian me­ngirim psikiater untuk me­meriksa kondisi Imam Cahyo Maliki sudah tepat, asalkan pe­meriksaannya benar,” katanya.

Hal itu ditujukan agar kondisi kesehatan seseorang bisa diper­tanggungjawabkan secara hu­kum. Yang paling penting, tam­bahnya, hasil pemeriksaan ps­i­kis yang berkelanjutan juga di­sampaikan secara terbuka ke­pada masyarakat.

Dengan begitu, kemungkinan adanya permainan untuk melo­loskan seseorang dari huku­man, dapat diminimalkan. “Ja­ngan sampai alasan sakit selalu jadi penghalang dalam me­nun­taskan perkara. Apalagi perkara itu jelas-jelas perkara besar,” tandasnya.

Iwan menambahkan, pengu­su­tan skandal Gayus Tambu­nan mesti tuntas, alias tidak bo­leh ada yang tersisa. Pekerjaan ru­mah yang menggantung pada pengusutan kasus ini, hen­dak­nya segera diselesaikan ke­po­li­sian.

Soalnya, penuntasan kasus Ga­yus bisa dijadikan simbol ke­kua­tan penegak hukum dalam me­me­rangi mafia pajak. Jika pena­nga­nan skandal ini tidak tuntas, rasa keadilan masyarakat tercederai.

 â€œKasus ini bisa menjadi sim­bol tegaknya penegak hukum serta menjadi pintu masuk bagi ter­bukanya kasus-kasus pajak lain yang lebih besar,” tandasnya.

Nah, ketika pembuktian su­dah memenuhi unsur, proses pe­ngusutan kasus ini harus ber­lanjut. Biar nanti pengadilan yang menentukan salah atau ti­daknya seseorang.

“Jangan sam­pai masyarakat men­­catat, banyak kasus besar ti­dak jelas ujungnya, sedangkan yang menimpa masyarakat ba­wah seperti kasus pencurian san­dal jepit malah cepat ber­lanjut sampai ke pengadilan,” tuturnya. [Harian Rakyat Merdeka]


Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA