RMOL. Kasus Gayus Tambunan belum tuntas. Belum tegas betul, perusahaan mana saja yang menyuap Gayus, sehingga bekas pegawai Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan itu memiliki duit senilai Rp 74 miliar.
Alur perkara ini pun seperti putus, seiring tidak jelasnya proÂses hukum terhadap Imam Cahyo Maliki, pria yang diduga berÂpeÂran sebagai penghubung seÂjumÂlah perusahaan besar dengan Gayus.
Akan tetapi, Kepala Bagian Penerangan Umum Polri Kombes Boy Rafli Amar mengaku, polisi masih mengumpulkan bukti-bukti untuk melanjutkan penguÂsuÂtan kasus mafia pajak ini. “KaÂsus ini tidak dihentikan. Masih ada pengusutan dan penÂdaÂlaman terhadap beberapa orang yang dicurigai terkait GaÂyus,†katanya.
Nah, menurut Boy, salah satu nama yang masih didalami kepoÂlisian adalah Imam Cahyo MaÂliki. Namun, dia beralasan, untuk menÂÂdaÂlami keterlibatan Imam memÂbutuhkan waktu yang panÂjang. Soalnya, polisi terganjal maÂsalah kesehatan konsultan pajak itu.
Sejak menjalani pemeriksaan di kepolisian, lanjutnya, Imam meÂngalami tekanan psikis yang sangat berat. Tekanan psikis itu membuatnya depresi. Depresi yang dialami Imam, membuat keÂpolisian tidak bisa maksimal meÂngusut kasus tersebut.
Imam, kata Boy, menjalani teÂrapi secara kontinyu untuk meÂngaÂtasi depresi tersebut. “PsiÂkiaÂter kepolisian juga memantau perÂkembangan terapi kejiwaan itu,†kata bekas Kepala Bidang HuÂmas Polda Metro Jaya ini.
Kendati begitu, dia tidak mau meÂnyebutkan keberadaan atau diÂmana Imam menjalani terapi tersebut. “Kepolisian terakhir menÂdeteksi yang bersangkutan berada di wilayah Jawa Tengah. Posisinya sudah diketahui polisi,†ujar bekas Kapoltabes Padang, Sumatera Barat ini.
Untuk mencegah Imam kabur ke luar negeri, menurutnya, MaÂbes Polri sudah meminta DiÂrekÂtorat Jenderal Imigrasi KeÂmenÂterian Hukum dan HAM untuk menetapkan status cegah terhaÂdap yang bersangkutan.
Sebagai perbandingan, sejumÂlah nama yang terseret kasus GaÂyus sudah jelas proses hukumnya di pengadilan. Tidak seperti Imam Cahyo Maliki.
Di Pengadilan Tipikor Jakarta, Gayus terbukti melakukan empat tindak pidana. Sejumlah nama disebut Majelis Hakim terkait kaÂsus-kasus Gayus itu.
Dalam dakwaan pertama, Gayus terbukti melanggar Pasal 12 huruf B ayat 1 dan 2 junto PaÂsal 65 ayat 1 KUHP, karena meÂneÂrima suap senilai Rp 925 juta dari Roberto Santonius, konsulÂtan pajak PT Metropolitan ReÂtailÂmart terkait kepengurusan kebeÂratan pajak perusahaan tersebut.
Pada dakwaan kedua, Gayus terbukti melanggar Pasal 12 huruf b Undang Undang Nomor 20 taÂhun 2001. Soalnya, pada Juni 2010, Gayus menerima gratÂiÂfiÂkasi berupa uang sebesar 659.800 Dolar Amerika Serikat dan 9,6 juta Dolar Singapura selama menÂjadi petugas penelaah keberatan pajak. Penerimaan itu tidak diÂlaporkan ke KPK, melainkan diÂsimpan di safe deposit box Bank Mandiri Kelapa Gading.
Dalam dakwaan ketiga, Gayus terbukti melanggar ketentuan PaÂsal 3 ayat 1 huruf a Undang UnÂdang Nomor 25 Tahun 2003 tenÂtang Tindak Pidana Pencucian Uang. Soalnya, dia menempatkan harta kekayaan berupa uang Rp 925 juta, 3,5 juta Dolar Amerika Serikat, 659.800 Dolar Amerika Serikat, 9,6 juta Dolar Singapura dan 31 keping logam mulai masing-masing 100 gram, yang diketahui merupakan hasil tindak pidana.
Pada dakwaan keempat, Gayus terbukti melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a Undang Undang TipiÂkor jo Pasal 64 ayat 1 KUHP, kaÂreÂna memberikan uang suap keÂpada sejumlah petugas Rumah Tahanan Negara Markas KoÂmanÂdo Brimob, Kelapa Dua, Depok, Jawa Barat pada tahun 2010, terÂmaÂsuk kepada Kepala Rutan Mako Brimob, Kelapa Dua, Kompol Iwan Siswanto.
Majelis Hakim juga memeÂrinÂtahkan, uang tunai senilai Rp 206 juta, 34 juta Dolar Singapura, 659 ribu Dolar Amerika Serikat, 9,8 juta Dolar Singapura dan tabuÂngan sebagaimana tersebut dalam barang bukti, dirampas dan disita untuk negara.
REKA ULANG
Memberi Harley Agar Imam Tak Jadi Tersangka
Nama konsultan pajak Imam Cahyo Maliki mencuat dalam perÂsidangan kakaknya, Alif KunÂcoro yang menjadi terdakwa kaÂsus suap terhadap Kompol Arafat Enanie, penyidik kasus Gayus Tambunan.
Dalam dakwaan, jaksa meÂnyeÂbutkan, Alif Kuncoro memberiÂkan Arafat sebuah motor Harley Davidson agar adiknya, Imam tiÂdak dijadikan tersangka kasus GaÂyus. Imam disebut sebagai konÂsultan pajak PT Bumi Resources.
Awal pemberian itu terkait penyidikan kasus Gayus. Saat itu, Arafat melakukan pemeriksaan pada Imam. Pemeriksaan terkait adanya bukti transfer uang Rp 25 juta dari rekening Imam ke rekeÂning Gayus.
Saat pemeriksaan, Arafat meÂngancam akan menjadikan Imam tersangka karena memÂbeÂriÂkan gratifikasi kepada Gayus. Agar adikÂnya itu tidak dijadikan terÂsangÂka, Alif berinisiatif memÂbeÂriÂkan motor Harley Davidson seharga Rp 400 juta lebih kepada Arafat. Sejak pemberian motor dan pemeriksaan tersebut, jejak dan sosok Imam misterus. Tim Independen Polri pun, hingga masa tugasnya berakhir, tidak berhasil menangkap Imam.
Pia Akbar Nasution, penasihat huÂkum Gayus, dalam sidang JuÂmat, 10 Desember 2010 meminta polisi memeriksa Imam agar tak terjadi mising link. Soalnya, jaksa penuntut umum gagal mengÂhaÂdirÂkan Imam ke persidangan. “SaÂyang, dalam persidangan, Hakim Albertina Ho juga tidak menaÂnyakan lebih jauh mengenai peran Imam Cahyo Maliki,†ujarnya.
Menurut anggota Satgas PemÂberantasan Mafia Hukum Yunus Husein, Imam berperan mengÂhuÂbungkan wajib pajak dengan GaÂyus. “Imam buron,†ujarnya.
Akan tetapi, pihak PT Bumi Resources menyatakan tidak pernah memberi imbalan apa pun kepada Gayus terkait permaÂsalaÂhan pajak. Dileep Srivastava, CorÂporate Secretary PT Bumi Resources pada Selasa, 28 SepÂtemÂber 2010 mengatakan, Gayus perlu menyatakan dengan pengaÂkuan yang baru kalau dia punya bukti. “Orang yang menuduh haÂrus bisa menunjukkan bukti, buÂkan sebaliknya,†ujarnya.
Yang pasti, dalam kasus mafia pajak, Tim Independen Polri teÂlah menetapkan sederet tersangka yang kemudian menjadi terdakwa dan terpidana. Para tersangka itu adalah Gayus Tambunan, HaÂpoÂsan Hutagalung, Andi Kosasih, Lambertus Palang Ama, Kompol Arafat, AKP Sri Soemartini, Alif Kuncoro dan hakim Muhtadi Asnun. Dua tersangka lain adalah ataÂsan Gayus di Ditjen Pajak, yakni Humala Napitupulu dan Maruli Pandapotan Manurung.
Belakangan, pasca pemÂbuÂbaÂran Tim Independen Polri, BaÂresÂkrim menetapkan jaksa peneliti kasus Gayus, Cirus Sinaga serta Kompol Siswanto dan anak buahÂnya yang menjaga Gayus di RuÂtan Mako Brimob sebagai terÂsangÂka.
Dalih Sakit Mesti Dicek
Ruhut Sitompul, Anggota Komisi III DPR
Anggota Komisi III DPR Ruhut Sitompul mengingatkan Polri agar betul-betul memeÂrikÂÂsa kesehatan orang-orang yang diduga terkait perkara koÂrupsi, tapi berdalih sakit. “Alasan seÂperti itu mesti dicek ulang,†katanya.
Hal itu ditujukan agar dalih sakit tidak selalu menjadi alaÂsan untuk menghindari proses hukum. Ruhut juga meÂngiÂngatÂkan kepolisian agar memasÂtiÂkan keberadaan dan kondisi Imam Cahyo Maliki.
Jangan sampai tak jelasnya keberadaan dan kondisi Imam, dimanÂfaatkan pihak tertentu untuk menutup atau melindungi pihak lain yang terlibat.
“Jika kepolisian tidak meÂnguÂtamakan prinsip transpaÂranÂsi dan akuntabel, maka akan saÂngat sulit menyelesaikan kasus mafia pajak sampai ke akar-akarnya. Hasil penelusuran tentang keterangan Gayus yang menyebut keterlibatan Imam, semestinya juga disampaikan secara gamblang kepada maÂsyaÂrakat,†katanya.
Dia menambahkan, proses peÂnanganan perkara harus meÂrujuk pada prinsip transparansi dan akuntabel. Prinsip-prinsip keadilan ini hendaknya tidak diabaikan penegak hukum.
“Pada dasarnya penuntasan kasus Gayus secara utuh meÂmiÂliki efek positif bagi rasa keÂadiÂlan masyarakat,†ujar anggota Fraksi Partai Demokrat ini.
Artinya, menurut Ruhut, peÂngusutan kasus ini tidak hanya memberi dampak positif pada masalah pajak. Melainkan lebih pada prospek keadilan.
Dia pun mengingatkan, siapa pun berkedudukan sama dalam hukum. Maka, semua warga masyarakat mempunyai posisi yang sama di hadapan hukum.
Tidak boleh ada pembedaan, dalam memproses atau menanÂgaÂni suatu kasus. Baik kasus beÂsar maupun kasus kecil. “Siapa pun yang bersalah, tentu harus diÂtindak sesuai aturan,†tanÂdasnya.
Sampaikan Hasil Pemeriksaan Psikis Kepada Masyarakat
Iwan Gunawan, Sekjen PMHI
Sekjen Perhimpunan MagisÂter Hukum Indonesia (PMHI) Iwan Gunawan menilai, dalih sakit dari seseorang yang terseÂret masalah hukum kerap jadi juÂrus untuk menghindari hukuman.
Maka, perlu kecermatan peÂneÂgak hukum untuk memasÂtiÂkan, apakah sakit itu hanya alaÂsan untuk menghindari proses hukum. “Langkah kepolisian meÂngirim psikiater untuk meÂmeriksa kondisi Imam Cahyo Maliki sudah tepat, asalkan peÂmeriksaannya benar,†katanya.
Hal itu ditujukan agar kondisi kesehatan seseorang bisa diperÂtanggungjawabkan secara huÂkum. Yang paling penting, tamÂbahnya, hasil pemeriksaan psÂiÂkis yang berkelanjutan juga diÂsampaikan secara terbuka keÂpada masyarakat.
Dengan begitu, kemungkinan adanya permainan untuk meloÂloskan seseorang dari hukuÂman, dapat diminimalkan. “JaÂngan sampai alasan sakit selalu jadi penghalang dalam meÂnunÂtaskan perkara. Apalagi perkara itu jelas-jelas perkara besar,†tandasnya.
Iwan menambahkan, penguÂsuÂtan skandal Gayus TambuÂnan mesti tuntas, alias tidak boÂleh ada yang tersisa. Pekerjaan ruÂmah yang menggantung pada pengusutan kasus ini, henÂdakÂnya segera diselesaikan keÂpoÂliÂsian.
Soalnya, penuntasan kasus GaÂyus bisa dijadikan simbol keÂkuaÂtan penegak hukum dalam meÂmeÂrangi mafia pajak. Jika penaÂngaÂnan skandal ini tidak tuntas, rasa keadilan masyarakat tercederai.
“Kasus ini bisa menjadi simÂbol tegaknya penegak hukum serta menjadi pintu masuk bagi terÂbukanya kasus-kasus pajak lain yang lebih besar,†tandasnya.
Nah, ketika pembuktian suÂdah memenuhi unsur, proses peÂngusutan kasus ini harus berÂlanjut. Biar nanti pengadilan yang menentukan salah atau tiÂdaknya seseorang.
“Jangan samÂpai masyarakat menÂÂcatat, banyak kasus besar tiÂdak jelas ujungnya, sedangkan yang menimpa masyarakat baÂwah seperti kasus pencurian sanÂdal jepit malah cepat berÂlanjut sampai ke pengadilan,†tuturnya. [Harian Rakyat Merdeka]
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: