Mantan Kepala Staf Angkatan Laut ke-16, Laksamana (Purn) Achmad Sutjipto menyatakan, kejayaan maritim tidak lepas dari kerjaan Majapahit. Menurutnya, setelah Gajah Mada habis, praktis kejayaan maritimnya selesai.
"Untuk mengembalikan itu semua butuh ratusan tahun. Dan saya melihat kita mengabaikan kemaritiman," kata Achmad Sutjipto di sebuah diskusi Bentang Bahari Baharu, yang diselenggarakan Indonesia Maritime Institute (IMI) dengan topik: "Menggagas Imperium Maritim" di Newseum Coffee, Jakarta, Selasa malam (13/2).
Purnawirawan murah senyum itu mendukung sebuah gerakan, atau forum-forum diskusi untuk menganggas kembalinya Indonesia menjadi negara maritim.
"Apapun gerakannya baik kecil atau besar, forum-forum atau komunitas untuk membangun negara maritim harus dihidupkan kembali dan harus kembali bergaung," imbaunya.
Diakui oleh Achmad Sutjipto kesulitan yang luar biasa untuk merubah maindseet Indonesia saat ini. Meski secara lingkungan dan geografik, Indonesia adalah negara maritim, tapi ambisi para pemimpin bangsa ini belum begitu kuat.
"Bahkan Indonesia lebih bangga disebut sebagai negara agraris, dan mendeklarasikan sebagai negara agraris," sesalnya.
Di tempat yang sama Manager Research dan LPM UI, Lily Tjahjandari, mengatakan bahwa aspek budaya maritim bisa dilihat dari kapital budaya maritim, keragaman budaya, nilai-nilai dan falsafah, dan mata pencaharian. Dia menambahkan konsep negara bahari saat ini sudah direduksi sedemikian rupa oleh hegemoni kekuasaan.
"Kekuasan kolonial Belanda waktu itu yang mencipatkan pembatasan akan laut, karena Belanda ingin menguasai transportasi laut kita," tandasnya.
Sementara itu, dari pihak Coastal Engineering Lab BPPT, Gegar Sapta Prasetyo, mengatakan kebudayaan maritim banga Indonesia tidak begitu kuat, dan sederhananya bisa dilihat dari mental anak-anak muda yang takut berkulit hitam.
"Anak-anak muda kita kalau ke pantai, hanya duduk-duduk di bawah pohon kelapa. Seperti di Ancol, mereka bergerombol seperti cendol yang siap di sendok, ini menunjukkan bahwa mental budaya maritim kita belum begitu kuat," katanya.
Dikatakan lebih lanjut, untuk menuju negara bahari yang kuat maka diperlukan sebuah pemahaman teknologi yang tinggi. Misalnya, mengusai teknologi kelautan dan teknologi perikanan.
"Syarat utama tentunya suka matematika dan fisika. Perlu manajemen perikanan yang kuat, bukan yang diterapkan manajemen menanam padi, yang dibiarkan akan langsung di panen, karena ikan tidak begitu," ujarnya.
Direktur IMI, Y Paonganan menyatakan bahwa Indonesia harus berkaca pada sejarah kebudayaan maritim.
"Saya pikir para pemimpin kita harus kembali belajar sejarah, agar tidak lupa, bahwa bangsa ini tercipta karena sejarah yang begitu kuat akan kemaritimannya," ujarnya.
Hadir dalam diskusi tersebut, Anggota DPD RI yang juga dikenal sebagai Sultan Ternate, Sultan Mudaffar Sjah, Budayawan Taufik Rahzen, elemen-elemen mahasiswa dari berbagai kampus, seperti IPB, UI, Unpad dan UIN Syarif Hidyatullah serta berbagai LSM.
[ald]
BERITA TERKAIT: