RMOL. Terdakwa kasus pajak Gayus Halomoan Partahanan Tambunan divonis 6 tahun penjara dan membayar denda Rp 1 miliar. Jika denda tidak dibayar, maka ditambah hukuman kurungan 4 bulan.
Sehingga, secara keseluruhan, hukuman untuk Gayus menjadi 20 tahun. Karena sebelumnya, bekas penelaah keberatan pajak pada Ditjen Pajak ini, telah terbukti terÂliÂbat dua kasus, yang hukumanÂnya masing-masing 12 tahun dan 2 tahun penjara (baca reka ulang).
Dalam sidang pembacaan putusan, kemarin, Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana KoÂrupsi (Tipikor), Jakarta, meÂnyaÂtakan Gayus bersalah melakukan sejumlah tindak pidana korupsi seperti suap, menerima gratifiÂkaÂsi, dan pencucian uang.
“Terdakwa Gayus Halomoan ParÂtahanan Tambunan telah terÂbukti secara sah melakukan tinÂdak pidana korupsi yang meruÂpaÂkan gabungan dari beberapa tinÂdak pidana yang berdiri sendiri. Menjatuhkan hukuman terdakwa selama 6 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar,†kata Ketua Majelis HaÂkim Suhartoyo saat memÂbaÂcakan vonis.
Gayus yang mengenakan baju koko warna krem, sesekali terÂtunduk saat mendengarkan vonis yang dibacakan majelis hakim secara bergantian. Bekas pegawai negeri sipil DiÂrektorat Jenderal Pajak KeÂmenÂterian Keuangan ini, terbukti berÂsalah sebagaimana daÂlam dakÂwaan pertama, kedua, keÂtiga dan keempat.
Dalam dakwaan pertama, GaÂyus terbukti melanggar Pasal 12 huruf B ayat 1 dan 2 junto Pasal 65 ayat 1 KUHP, karena meÂneÂrima suap senilai Rp 925 juta dari Roberto Santonius, konsultan pajak PT Metropolitan Retailmart terkait kepengurusan keberatan pajak perusahaan tersebut.
Pada dakwaan kedua, Gayus terÂbukti melanggar Pasal 12 huruf b Undang Undang Nomor 20 taÂhun 2001. Soalnya, pada Juni 2010, Gayus menerima graÂtiÂfiÂkasi berupa uang sebesar 659.800 Dolar Amerika Serikat dan 9,6 juta Dolar Singapura selama menÂjadi petugas penelaah kebeÂratan paÂjak. Penerimaan itu tidak dilaÂporÂkan ke KPK, melainkan disimpan di safe deposit box Bank Mandiri Kelapa Gading.
Dalam dakwaan ketiga, Gayus terÂbukti melanggar ketentuan PaÂsal 3 ayat 1 huruf a Undang UnÂdang Nomor 25 Tahun 2003 tenÂtang Tindak Pidana Pencucian Uang. Soalnya, dia menemÂpatÂkan harta kekayaan berupa uang Rp 925 juta, 3,5 juta Dolar AmeÂrika SeÂrikat, 659.800 Dolar AmeÂrika SeÂrikat, 9,6 juta Dolar Singapura dan 31 keping logam mulai masing-masing 100 gram, yang diketahui merupakan hasil tindak pidana.
Pada dakwaan keempat, Gayus terbukti melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a Undang Undang TipiÂkÂor jo Pasal 64 ayat 1 KUHP, kaÂrena memberikan uang suap keÂpada sejumlah petugas Rumah TaÂhanan Negara Markas KomanÂdo Brimob, Kelapa Dua, Depok, Jawa Barat pada tahun 2010, terÂmasuk kepada Kepala Rutan Mako Brimob, Kelapa Dua, KomÂpol Iwan Siswanto.
Majelis Hakim juga memeÂrinÂtahÂkan, uang tunai senilai Rp 206 juta, 34 juta Dolar Singapura, 659 ribu Dolar Amerika Serikat, 9,8 juta Dolar Singapura dan tabuÂngan sebagaimana tersebut dalam barang bukti, dirampas dan disita untuk negara.
Yang memberatkan terdakwa, perbuatannya mengurangi keperÂcayaan masyarakat terhadap paÂjak, sehingga mengurangi pemaÂsuÂkan negara. Selain itu, perbuaÂtan terdakwa tidak mendukung program pemberantasan korupsi. Yang meringankan, terdakwa meÂmiliki tanggungan dan bersikap sopan di persidangan.
Putusan tersebut jauh lebih riÂngan ketimbang tuntutan jaksa peÂnuntut umum (JPU) KPK. GaÂyus dituntut delapan tahun penÂjara dan denda Rp 1 miliar subÂsider 6 bulan kurungan. Menurut JPU, Gayus terbukti telah melaÂkuÂkÂan korupsi beÂrupa suap, meÂnerima gratifiÂkaÂsi dan pencucian uang.
Atas putusan Majelis Hakim, Gayus Tambunan dan tim peÂnaÂsiÂhat hukumnya meminta waktu unÂtuk berkonsultasi selama 7 hari. BeÂgitupun JPU, menyatakan pikir-pikir atas putusan tersebut.
REKA ULANG
12 Tahun, 2 Tahun Dan 6 Tahun Penjara
Sebelumnya, Gayus TambuÂnan juga sudah divonis untuk seÂjumlah kasus yang berbeda.
Pada 19 Januari 2011, Gayus dinyatakan bersalah oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan atas penanganan kasus keberatan pajak PT Surya Alam Tunggal.
Majelis hakim tingkat pertama, menjatuhkan hukuman 7 tahun penjara dan denda Rp 300 juta kepada penelaah keberatan pajak ini. Di tangan Majelis KaÂsasi Mahkamah Agung (MA), huÂkuman untuk Gayus itu menjadi lebih berat, yakni pidana 12 tahun penjara serta denda Rp 500 juta.
Kemudian, untuk perkara peÂmalsuan paspor, Gayus divonis 2 tahun penjara oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Tangerang, Banten, pada Oktober 2011. SeÂperti diketahui, dengan paspor berÂidentitas palsu itu, Gayus jaÂlan-jalan ke luar negeri saat masih berstatus tahanan.
Kemarin, Gayus kembali diÂvonis bersalah, tapi dalam empat perkara yang lain (baca berita utaÂma). Majelis Hakim Pengadilan TipiÂkor, Jakarta, menjatuhkan huÂkuman 6 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar kepada suami Milana Anggraeni ini. Sehingga, jika diÂtotal, Gayus mesti menjalani huÂkuman 20 tahun penjara.
Kuasa hukum Gayus, Hotma Sitompoel menyatakan, karena total hukuman untuk kliennya sudah 20 tahun, maka tidak bisa dituntut lagi untuk perkara pidana yang lain. “Pasti hukumannya nihil, karena hukumannya sekaÂrang sudah 20 tahun,†ujarnya.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) D Sitohang mengatakan, sesuai amar putusan yang dibacakan Majelis Hakim Pengadilan TipiÂkor, Jakarta, hukuman yang akan dijalani Gayus untuk sejumlah kaÂsus itu, terpisah. “Jadi, semua harus dijalankan. Habis hukuman yang satu, lanjut ke hukuman berikutnya,†tandas dia.
Majelis Hakim juga memeÂrinÂtahÂkan agar harta kekayaan bekas pegawai negeri sipil di Direktorat Jenderal Pajak Kementerian KeÂuangan itu, disita untuk negara. Yakni, sejumlah uang yang tersimpan dalam rekening dan deposito, baik dalam mata uang rupiah maupun mata uang asing sebesar Rp 74 miliar; rumah di GaÂding Park View, Kelapa GaÂding, Jakarta Utara; mobil Honda Jazz; Ford Everest; serta 31 batang emas masing-masing seberat 100 gram.
“Semua barang berharga disita untuk negara, sejumlah surat dan dokumen juga disita dan diseÂrahkan ke pihak Ditjen Pajak,†ujar Sitohang.
Curiga Kasus Gayus Dilokalisir
Taslim Chaniago, Anggota Komisi III DPR
Anggota Komisi III DPR TasÂlim Chaniago mendorong pimÂpinan dan aparat penegak huÂkum, khususnya KPK agar membongkar dan mendalami kasus-kasus korupsi di sektor pajak.
Dengan begitu, menurutnya, pelaku korupsi yang bersemÂbuÂnyi di sektor pajak, bisa diseret ke pengadilan untuk dihukum seÂperti Gayus.
“Semestinya KPK lebih mendalami kasus ini, sehingga yang terjerat tidak hanya GaÂyus. Jika tidak terus dikejar, saya cuÂriga telah terjadi loÂkaÂliÂsir kasus haÂnya ke Gayus,†ujarnya.
Taslim menilai, sektor pajak kerap dijadikan wadah yang mengÂgiurkan untuk bermain-main. Bahkan, para pelaku koÂrupsi malah membangun sejeÂnis sistem internal agar tidak terÂjerat hukum. Karena itulah, kata dia, aparat penegak hukum harus lebih tegar dan berani meÂngusutnya. Sebab, banyak peÂlaku kelas kakap yang tidak terÂsentuh hingga saat ini.
“Karena mafia pajak ini saÂngat banyak yang terlibat, terÂutaÂma perusahaan-perusahaan beÂsar yang tentu jumlah uangÂnya pun besar. Kemungkinan juga yang tersangkut adalah orang-orang besar,†ujarnya.
Taslim pun mengingatkan, agar pengadilan dan jaksa seÂgera mengeksekusi dan menyita harat kekayaan Gayus TamÂbuÂnan yang diperoleh dari hasil keÂjahatan. “Aset-aset itu juga haÂrus dijaga, jangan sampai hiÂlang di tengah jalan,†ingatnya.
Dia pun mengaku akan terus mendorong agar pengusutan kasus mafia pajak tidak berhenti pada Gayus dan beberapa orang kelÂas rendahan saja. “Yang paÂling penting, kasus ini jangan berÂhenti sampai Gayus,†katanya.
Taslim menambahkan, semaÂngat pemberantasan korupsi perpajakan semestinya bisa terÂgambar dari vonis yang dijaÂtuhÂkan hakim kepada Gayus. “EmÂpat kasus yang menjerat Gayus itu mestinya memberikan efek jera bagi para pelaku korupsi di perÂpajakan,†ucapnya.
Belum Penuhi Rasa Keadilan
Alvon Kurnia Palma, Ketua Badan Pengurus YLBHI
Ketua Badan Pengurus YaÂyasan Lembaga Bantuan HuÂkum Indonesia (YLBHI) Alvon Kurnia Palma mengakui, akuÂmuÂlasi hukuman 20 tahun penÂjara bagi Gayus Tambunan suÂdah maksimal.
Tapi, katanya, rasa keadilan masyarakat tidak terpenuhi, seÂbab kasus Gayus tak kunjung bisa dibongkar sampai tuntas. “Dengan vonis Gayus ini, beÂlum bisa dikatakan bahwa kasus mafia pajak sudah terbongkar, sebab yang kakap dan pelaku utamanya belum tersentuh. MeÂreka berlindung pada kelompok kepentingan, partai politik dan koorporasi tertentu,†ujar AlÂvon, kemarin.
Menurut dia, kasus Gayus kalau memang aparatur peneÂgak hukum serius mengusutnya, bisa dijadikan pemicu untuk mengusut mafia pajak sampai ke tingkat elit. “Dengan kasus ini, tentu bisa ditemukan pola pengusutan mafianya. Terlalu banyak aktor dan para politisi yang memiliki kepentingan di sini, dan itu semua harus diÂbongkar total,†tandasnya.
Namun, bagi Alvon, aparatur penegak hukum Indonesia beÂlum berani bila berhadapan deÂngan pelaku korupsi yang juga duduk sebagai pejabat dan elit partai. “Sebab, mereka kadang juga memiliki kepentingan. Ini tidak boleh dibiarkan,†katanya.
Menurut Alvon, Gayus haÂnyaÂlah bagian kecil dari kasus perÂpajakan, dan seperti dikorÂbanÂkan untuk mengamankan pelaku-pelaku yang lebih besar. “Gayus adalah remah-remah saja dari bagian yang pokok. Justru yang pokoknya belum tersentuh. Jangan yang pokok dibiarkan dan dijadikan remah-remah, sedangkan yang remah-remah seperti Gayus dianggap sebagai pokok,†katanya. [Harian Rakyat Merdeka]
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.