Pengamat pertanahan, M. Fadhil Hasan, mengatakan secara historis atau konseptual MP3EI merupakan bentuk ketidakapuasan terhadap RPJPM yang dinilai masih pada tataran normatif. Menurutnya, MP3EI hanya memberikan ruang bagi pelaku ekonomi asing melalui instrumen liberalisasi perdagangan.
"Jadi menurut saya persoalan penting adalah masalah strukutur ekonomi yang masih timpang. Tapi pendekatan MP3EI kenyataanya masih berdasarkan pertumbuhan. MP3EI hanya memberi ruang yang besar bagi pelaku ekonomi asing melalui instrumen liberalisasi perdagangan," ujar Fadhil.
Fadhil, yang juga Direktur Eksekutif Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) itu mengemukakan hal tersebut dalam seminar MP2EI, Pengadaan Lahan dan Kesejahteraan Rakyat yang digelar Sabang Merauke Circle di Hotel Crown, Jakarta, Rabu (15/2).
Menurut Fadhil, MP3EI hanya memacu pertumbuhan ekonomi dan pendapatan per kapita yang tinggi, tetapi tidak ada strategi penguatan struktur ekonomi dan transformasi ketenagakerjaan.
"MP3EI juga hanya memberi porsi besar kepada swasta nasional namun meninggalkan konsep usaha kecil seperti koperasi dan UKMK," ujarnya.
Bahkan menurut Fadhil, pembangunan koridor berdasarkan pulau hanya menimbulkan kekauan. Misalnya pulau Jawa yang fokus pada industri dan jasa. "Bagaimana dengan pertanian? Padahal di luar Jawa belum tentu cocok untuk lahan pertanian."
Bukan hanya itu, menurut Fadhil, dengan hadirnya MP3EI ini pembangunan infrastruktur juga dinilai lebih banyak melayani kepentingan sektor industri atau jasa dan cenderung abai terhadap sektor pertanian seperti irigasi, bendungan, jalan desa dan sebagainya. [zul]
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: