Padahal, tanggap Wakil Ketua Komisi I DPR, Mayjen (Purn) TB Hasanuddin, keputusan agar RUU Kamnas dibahas di Panja Komisi I adalah hasil keputusan Badan Musyawarah DPR RI yang terdiri dari para perwakilan semua fraksi. Jadi, bukan keputusan Komisi I atau fraksi tertentu.
"Masalah subtansi yang konon dianggap mengurangi kewenangan Polri, seharusnya Polri tanya langsung ke Presiden karena RUU Kamnas adalah inisiatif pemerintah, termasuk di dalamnya Polri," katanya kepada
Rakyat Merdeka Online, beberapa waktu lalu.
Memang, DPR menerima draf RUU Kamnas resmi inisiatif pemerintah dan dilengkapi dengan Amanat Presiden, alias Ampres. Maka jadi mengherankan kalau sudah ditandatangani Presiden kemudian diprotes oleh pemerintah sendiri, dalam hal ini Polri.
"Jadi kita berhadapan dengan pemerintah yang mana? Ada yang tak beres dalam sistem pemerintahan kita," tambahnya.
Sejatinya, yang membuat UU itu adalah rakyat, dibuat untuk kepentingan rakyat. Dia merasa ada kejanggalan bila lembaga yang harus tunduk melaksanakan UU kemudian merasa keberatan, atau bahkan merasa diuntungkan.
"Cara berpikir kita sedang tidak normal," tandasnya sambil tertawa.
TB Hasanuddin adalah orang yang menilai UU Kamnas sebagai UU yang dibutuhkan walau tidak mendesak dilahirkan. Tujuannya, agar penyalahgunaan kekuasaan seperti yang terjadi di era terdahulu (Orba) tidak terulang lagi.
Tapi dia menegaskan bahwa subtansi dari RUU ajuan pemerintah harus diperbaiki agar tidak menimbulkan potensi pelanggaran HAM atau membelenggu kebebasan pers, tidak berbenturan dengan UU lain, dan tidak berpotensi menimbulkan
"abuse of power" yang dapat menghasilkan pemerintahan tiran.
[ald]
BERITA TERKAIT: