Pemahaman dan penegakan etika jurnalistik sepanjang 2011 belum menggembirakan. Malahan kepercayaan publik pada media, yang dinilai kian partisan dan berpihak pada kepentingan pemilik media, semakin berkurang.Begitu antara lain refleksi akhir tahun Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jakarta yang diterima redaksi beberapa saat lalu (Rabu, 28/12).
Menurut AJI Jakarta, dalam rilis yang ditandatangani Ketua AJI Jakarta Wahyu Dhyatmika dan Sekretaris Umar Idris, pemusatan kepemilikan media di tangan sejumlah konglomerat yang punya agenda politik tertentu makin memperburuk keadaan, dan seolah membenarkan persepsi publik yang kian kritis mempertanyakan imparsialitas wartawan.
"Pelanggaran aturan soal pembatasan kepemilikan lembaga penyiaran (seperti yang diatur UU Penyiaran) terjadi secara kasat mata. Rekomendasi hukum Komisi Penyiaran Indonesia seperti membentur tembok. Seolah berlaku hukum rimba di industri media kita: siapa kuat, dia menang. Siapa berduit, dia yang didengar," tulis mereka.
"Konsumen media kita tentu tidak buta dan tuli."
Tulis mereka lagi, disuguhi santapan informasi macam itu, pembaca dan pemirsa media dituntut untuk punya antena lebih tajam untuk mencium agenda atau muatan politik tertentu di balik sebuah pemberitaan.
Di sisi lain, publik cenderung menggeneralisasi, menganggap semua jurnalis punya agenda yang sama. Kepercayaan mereka terhadap media pun merosot tajam. Kondisi ini membuat posisi jurnalis di lapangan kian terjepit. [guh]
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: