Jelas Sondang Hutagalung bukan orang Indonesia pertama yang memilih jalan kematian untuk mengakhiri penderitaan. Sudah sejak beberapa tahun terakhir fenomena bunuh diri, karena kemiskinan dan tekanan hidup yang semakin kerap terjadi.
"Ada ibu yang bunuh diri bersama anak-anaknya. Ada juga yang karena punya utang beberapa ratus ribu rupiah melompat ke dalam sumur," ujar pendeta Roy Simanjuntak di depan puluhan orang yang menghadiri aksi solidaritas untuk Sondang Hutagalung di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM), Jakarta, Jumat malam (9/12).
Sondang Hutagalung sedang meregang nyawa di Unit Luka Bakar RSCM setelah berusaha bunuh diri dengan membakar sekujur tubuh, Rabu sore (7/12).
"Mereka melakukan itu karena tertekan. Karena tidak punya solusi. Karena tidak ada yang mau berpihak pada mereka. Mereka tidak lagi melihat masa depan," masih ujar Roy yang juga mantan aktivis mahasiswa angkatan 1998 ini.
Pihak penguasa dan orang-orang yang sudah tumpul mata hatinya pasti akan menganggap apa yang dilakukan Sondang adalah perbuatan sia-sia dan wujud dari rasa putus asa.
"Tetapi ingat," sambung Roy, "pengadilan sejatinya ada di hadapan Tuhan."
Sondang, sebut Roy, sebenarnya melakukan apa yang selama ini hampir tidak dilakukan oleh kalangan elit.
"Sondang tidak bicara soal Indonesia, soal politik dan kepentingan politik, dan sebagainya. Tetapi Sondang bicara soal hidup dan mati," masih kata Roy di tengah massa yang membawa obor bambu dan menyalakan lilin serta membentangkan sejumlah spanduk berisi dukungan untuk Sondang dan kecaman untuk pemerintahan SBY-Boediono. Beberapa foto Sondang pun disebarkan.
"Dan di hadapan kematian yang ada hanya soal kejujuran. Karena itu, kalau Sondang sudah berani berhadapan dengan kematian, hati-hatilah penguasa. Ingatlah bahwa bukan seorang hanya Sondang. Banyak rakyat yang memilih jalan kematian karena pahit hidup di negeri sendiri," demikian Roy. [guh]
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.