Kendati begitu, sejauh ini KoÂmisi Pemberantasan Korupsi belum mau memanggil atau meÂmeriksa Soetan, Wisnu dan GoÂries. “Sampai saat ini belum ada,†ujar Kepala Biro Humas KPK Johan Budi Sapto Prabowo.
Namun, KPK tidak menutup keÂmungkinan untuk memanggil dan memeriksa siapa pun yang diÂduga terlibat dalam dugaan tinÂdak pidana korupsi tersebut.
“Apakah mereka akan diÂpangÂgil dan diperiksa, atau dihadirkan di pengadilan, itu sangat terÂganÂtung pada kebutuhan akan keÂteÂrangan mereka dalam mendakwa terdakwa,†ujarnya.
Sekecil apapun informasi di peÂngadilan, lanjut Johan, tentu akan ditindaklanjuti KPK. ApaÂlagi, KPK sangat berkepentingan untuk melakukan pemeriksaan.
“Jika berdasarkan kesaksian di persidangan dianggap diperlukan untuk memanggil, ya kami pangÂgil. Siapa pun itu akan diÂtinÂdakÂlanjuti KPK dan akan ditelusuri. Hanya saja, saat ini belum,†ujarnya.
Wakil Jaksa Agung Darmono menyatakan akan mengecek duÂgaan keterlibatan bekas Jamintel Wisnu Subroto dalam kasus terÂseÂbut. “Tentu akan kami cek ucaÂpan yang mengatakan ada keÂterÂlibatan Pak Wisnu Subroto ini,†katanya di Kejaksaan Agung.
Menurut Darmono, kejaksaan tidak akan memberikan perÂlaÂkuÂan khusus apapun kepada bekas pejabatnya. “Tentu, semua akan kami serahkan ke ranah hukum. Kami akan bertindak sesuai atuÂran hukum yang ada,†ujarnya.
Menanggapi adanya timbal balik antara Wisnu dengan bekas atasan terdakwa Ridwan SanÂjaya, yakni bekas Dirjen Listrik dan Pemanfaatan Energi, Jacob PurÂnomo yang disebut pernah terÂsangÂkut perkara di kejaksaan dan kasusnya telah dihentikan (SP3) pada tahun 2009, DarÂmono meÂngaku akan mengecek dulu kasus tersebut.
“Kami akan cek dulu apakah benar kasus tersebut memang pernah di SP3 di kejaksaan. Ini baru ucapan dari penasihat huÂkumnya, belum tentu sepenuhnya benar,†ujarnya.
Menurut Darmono, jika nanÂtinya terjadi pelanggaran, KeÂjaÂgung tidak bisa menjatuhkan huÂkuÂman disiplin terhadap purnaÂjaksa (purnaja/pensiunan jaksa). Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin PeÂgawai Negeri Sipil tidak meÂnÂjangkau pensiunan PNS. “TerÂhaÂdap orang yang sudah purnaja, kaÂlau dari sisi pelanggaran diÂsipÂlin, tentu sudah tidak,†katanya.
Namun, lanjut Darmono, purna jaksa yang disebutkan namanya itu bisa memberi keterangan keÂpada publik tanpa paksaan. “Tapi sepanjang yang bersangkutan mau memberikan keterangan, silakan saja, tapi kejaksaan tidak bisa memaksakan,†ujarnya.
Kepala Bagian Penerangan Umum Mabes Polri Boy Rafli Amar menghormati KPK jika ingin memanggil dan mengorek keterangan Gories. “Silakan saja. Semua yang terkait dengan KPK bisa diperiksa, beda dengan peÂnyeÂlidikan yang kami lakukan. KaÂlau kami memeriksa anggota Dewan dan kepala daerah harus ada izin. Kalau KPK undang-undangnya berbeda,†kata Boy di Mabes Polri, Jakarta.
Sementara itu, Jaksa Agung Muda Intelijen Edwin Pamimpin Situmorang mengingatkan bahwa seniornya, Wisnu sudah pensiun. “Pak Wisnu itu sudah pensiun, jadi sudah tidak ke kami lagi uruÂsannya,†ujar dia.
Menurut Edwin, bila memang dalam kasus korupsi pengadaan SHS di Kementerian ESDM itu ada yang menyebut nama Wisnu Subroto, maka pihaknya tidak berÂkÂÂewenangan melakukan tinÂdakan. “Itu ditangani KPK, tentu bukan ke kami,†ucapnya.
Jika pun ada persoalan internal sebagai sesama anggota Korps Kejaksaan Agung yang dilakukan Wisnu, jelas Edwin, maka perÂsoaÂlan itu menjadi kewenangan biÂdang pengawasan. “Terkait perÂsonal, jika memang menyangkut kejaksaan, tentu menjadi kewÂeÂnangan Jamwas,†ucapnya.
Terdakwa Bilang, Itu Pesanan Dirjen
Reka Ulang
Dalam sidang perdana kasus pengadaan pembangkit listrik tenaga surya berupa solar home system (SHS) di Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dengan terdakwa PeÂjabat Pembuat Komitmen RidÂwan Sanjaya, jaksa KPK memÂbeÂberkan intervensi oknum DPR, kepolisian dan kejaksaan.
Namun, jaksa penuntut umum (JPU) KPK tidak secara spesifik menyebutkan siapa saja anggota DPR, anggota kepolisian dan angÂgota kejaksaan yang mengÂinÂtervensi proyek itu.
Dalam sidang lanjutan pada Kamis, 24 november 2011, baruÂlah pihak Ridwan mÂeÂngungÂkapkan identitas anggota DPR, keÂpolisian dan kejaksaan yang diÂduga ikut bermain dalam proyek yang merugikan negara Rp 131,2 miliar ini.
Pengacara Ridwan, Sofyan KaÂsÂim menyebut nama Sutan BhaÂtoeÂgana, Gories Mere dan Wisnu Subroto. “Dari DPR Sutan BhaÂtoeÂgana, Polri ada Gories Mere dan dari Kejaksaan Wisnu SubÂroto. Ridwan bilang itu pesanan dari Dirjen Jack Purwono, karena Dirjen tersangkut perkara di keÂjaksaan,†ujar Sofyan di PeÂngaÂdilan Tipikor, Jakarta.
Sofyan juga mengungkapkan bahwa di Berkas Acara PemeÂrikÂsaan (BAP) kliennya, Sutan Bhatoegana, Gories Mere dan Wisnu Subroto disebut. Tetapi, dalam surat dakwaan terhadap Ridwan, ketiga nama itu tidak disebutkan.
Dalam sidang perdana, JPU memaparkan bahwa Ridwan menginstruksikan panitia peÂngaÂdaan untuk memilih peruÂsaÂhaan titipan anggota Dewan seÂbagai reÂkanan.
“Terdakwa menyampaikan arahan kepada panitia pengadaan dengan mengatakan, ini tolong dibantu untuk dimenangkan kaÂrena merupakan titipan dari DPR dengan tujuan untuk membantu menggolkan RUU KeteÂnaÂgaÂlisÂtrikan, juga titipan dari kejaksaan dan kepolisian,†papar jaksa KMS Roni saat membacakan surat dakwaan.
Arahan itu, lanjut Roni, diÂsamÂpaikan Ridwan dalam rapat paÂnitia pengadaan pada Mei 2009. Saat itu, Ridwan mengajukan PT Ridho Tehnik untuk mengerjakan proyek SHS di Aceh. Ia juga menyodorkan PT Paesa Pasindo untuk proyek di Sumatera Selatan dan Bengkulu serta PT Berdikari Utama Jaya untuk wilayah Sumatera Barat.
Sebelum rapat dengan panitia peÂngadaan, Ridwan telah meneÂmui Ketua Panitia Pengadaan, BuÂdianto Hari Purnomo. Ia meÂnyeÂrahkan daftar 28 perusahaan yang ingin dimenangkan sebagai rekanan kepada Budianto.
KPK juga telah menyeret bekas Dirjen LPE Kementerian ESDM Jacobus Purwono sebaÂgai terdakÂwa. Ridwan dan JaÂcoÂbus secara bersama-sama meÂngaÂrahkan paÂnitia pengadaan guna memeÂnangÂkan rekanan terÂtentu. Modusnya, deÂngan meÂnguÂbah hasil evaluasi teknik.
Hasil perbuatanya, Ridwan mendapat imbalan Rp 14,66 miÂliar dan juga memperkaya Jacob Rp 1 miliar. Terdakwa juga memÂÂperkaya koorporasi yaitu, PT Ridho Teknik untuk pekerÂjaan di NAD, Rp 3,86 miliar, PT Somit Karsa Trienergi untuk peÂkerjaan di Sumut, Rp 4,2 miÂliar dan pihak lainÂnya (26 peÂruÂsaÂhaan). “SehinÂgÂga, merugikan neÂgara Rp 131,280 miliar,†tandas Roni.
Tanpa Bukti Kuat Belum Kebenaran
Azis Syamsudin, Wakil Ketua Komisi III DPR
Wakil Ketua Komisi III DPR Azis Syamsudin mengingatkan Kapolri Jenderal Timur PraÂdoÂpo agar meningkatkan pengaÂwaÂsan internal untuk menÂdeteksi perilaku anak buahnya dalam menjalankan tugas.
Sehingga, perilaku menÂyimÂpÂang dapat diminimalisir, seÂperti dalam kasus pengadaan soÂlar home system (SHS) di KeÂmenterian Energi dan SumÂber Daya Mineral (ESDM) yang aromanya tercium dalam persidangan di Pengadilan TiÂpikor, Jakarta. “Itulah peÂnÂtingÂnya ada bagian pengawasan,†ujar politikus Partai Golkar ini.
Dugaan keterlibatan bekas petinggi Kejaksaan Agung, oknum Polri dan anggota DPR dalam kasus SHS, lanjut Azis memang perlu didalami Komisi Pemberantasan Korupsi. Akan tetapi, lanjutnya, tidak berarti bahwa itu sudah menjadi kebenaran, jika belum ada bukti yang kuat.
Karena itu, Azis percaya, proÂses hukum di KPK dan PeÂngadilan Tipikor akan berjalan dengan baik dan mampu memÂbongkar dugaan korupsi peÂngaÂdaan SHS di Kementerian ESDM itu secara menyeluruh. “Kita beri kepercayaan kepada KPK untuk mengusut kasus tersebut, dan untuk memproses seÂsuai aturan perundang-undaÂngan yang ada,†katanya.
Dalam sidang lanjutan pada Kamis, 24 november 2011, piÂhak terdakwa Ridwan Sanjaya mengungkapkan identitas angÂgota DPR, kepolisian dan keÂjakÂsaan yang diduga ikut bermain dalam proyek yang merugikan negara Rp 131,2 miliar ini.
Pengacara Ridwan, Sofyan Kasim menyebut nama Sutan Bhatoegana, Gories Mere dan Wisnu Subroto. “Dari DPR SuÂtan Bhatoegana, Polri ada GoÂries Mere dan dari kejaksaan Wisnu Subroto. Ridwan bilang itu pesanan dari Dirjen Jack Purwono, karena Dirjen teÂrÂsangkut perkara di kejaksaan,†ujar Sofyan di Pengadilan Tipikor, Jakarta.
Sofyan juga mengungkapkan bahwa di Berkas Acara PemeÂrikÂsaan (BAP) kliennya, Sutan Bhatoegana, Gories Mere dan Wisnu Subroto disebut. Tetapi, dalam surat dakwaan terhadap Ridwan, ketiga nama itu tidak disebutkan.
Sanksi Internal Cepat Keluar
Alex Sato Bya, Staf Khusus Menteri ESDM
Menurut Staf Khusus MenÂteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Alex Sato Bya, kasus pengadaan solar home system (SHS) meÂrebak seÂtelah KPK melakukan penyeÂlidikan terhadap bekas Dirjen Listrik dan Pemanfaatan Energi (LPE) Kementerian ESDM Jacobus Purwono.
“Begitu KPK menetapkan Pak Jacobus sebagai tersangka, Pak Irjen melakukan penyeÂliÂdikan internal untuk meneÂlusuri sejauh mana keterlibatan Jac daÂlam kasus itu,†ujar beÂkas JakÂsa Agung Muda Perdata dan Tata Usaha Negara (JamÂdatun) ini.
Kata Alex, internal KemenÂteÂrian ESDM cepat memÂbeÂriÂkan sanksi internal terhadap orang-orang yang diduga terÂliÂbat, termasuk segera memÂbeÂbasÂtugaskan Dirjen LPE Jacobus Purwono dan Ridwan Sanjaya.
“Kalau saya tidak salah ingat, orang-orang yang diduga terÂliÂbat itu ada sanksi, diÂbebasÂtuÂgasÂkan, supaya mereka konsenÂtrasi menghadapi proses hukum di KPK,†ujarnya.
Alex menambahkan, pihakÂnya sudah menyerahkan seÂpeÂnuhÂnya proses hukum kepada KPK. “KPK yang menangani, maka kami serahkan sepeÂnuhÂnya ke KPK,†ujarnya.
Sebagai bekas jaksa, Alex meÂnyampaikan, jika memang ada pejabat atau aparatur peneÂgak hukum, baik dari kejaksaan maupun kepolisian yang diduga terlibat perkara itu, maka sudah seÂlayaknya ada tindakan dari insÂtitusi masing-masing, dan diÂusut sampai tuntas hingga persidangan.
“Kalau memang benar ada keterlibatan oknum kejaksaan dan instusi lain seperti kepoÂliÂsiÂan dan DPR, tidak masalah diÂlakukan dulu penyelidikan inÂterÂnal masing-masing institusi.â€
Kemudian, KPK perlu meÂnÂdaÂlami keterlibatan sejumlah piÂhak yang disebut-sebut itu. “Untuk mengetahui apakah maÂsih ada yang terlibat, koorÂdÂiÂnaÂsiÂkan pemeriksaan internal deÂngan proses yang sedang berÂjalan di KPK,†ujarnya.
KPK juga telah menyeret beÂkas Dirjen LPE Kementerian ESDM Jacobus Purwono sebaÂgai terdakwa. Ridwan dan JaÂcobus secara bersama-sama meÂngarahkan panitia pengadaan guna memenangkan rekanan terÂtentu. Modusnya, deÂngan meÂngubah hasil evaluasi teknik.
Hasil perbuatanya, Ridwan mendapat imbalan Rp 14,66 miliar dan juga memperkaya Jacob Rp 1 miliar. Terdakwa juga memperkaya koorporasi yaitu, PT Ridho Teknik untuk pekerjaan di NAD, Rp 3,86 mÂiÂliar, PT Somit Karsa Trienergi untuk pekerjaan di Sumut, Rp 4,2 miliar dan pihak lainnya (26 perusahaan). “Sehingga, meÂruÂgiÂkan negara Rp 131,280 miÂliar,†kata jaksa KPK Roni. [Harian Rakyat Merdeka]
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: