TERORISME

Inilah Beberapa Kemungkinan di Balik Operasi Menyambut Obama

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/aldi-gultom-1'>ALDI GULTOM</a>
LAPORAN: ALDI GULTOM
  • Selasa, 15 November 2011, 19:09 WIB
Inilah Beberapa Kemungkinan di Balik Operasi Menyambut Obama
ilustrasi
RMOL. Ada tiga kemungkinan mengapa terduga teroris begitu ramai ditangkapi oleh Densus 88 hanya jelang kedatangan Presiden Amerika Serikat Barack Obama.

Koordinator Indonesian Crime Analyst Forum (ICAF) Mustofa B. Nahrawardaya kepada Rakyat Merdeka Online (Selasa, 15/11), mengatakan, kemungkinan pertama adalah proyek "cari muka" pada negeri Paman Sam.

Dia mengingatkan, beberapa tahun lalu, ketika Indonesia mengumumkan betapa berbahayanya Dulmatin, Amerika Serikat berjanji untuk memberikan uang sebesar US$ 10 juta. Kalau dirupiahkan, setara dengan Rp 93 miliar. Seperti biasa, anak buah Dulmatin ditangkap dahulu, dan Dulmatin dikabarkan lolos. Kemudian, Maret 2010, di Warnet Multiplus Jalam Siliwangi, Pamulang, Tangerang Selatan, tengah hari, Dulmatin alias Joko Pitono asal Petarukan, Pemalang, Jawa Tengah tewas diberondong polisi.

Meski begitu, kejanggalan pun muncul, karena wartawan berhasil memotret jenazah Dulmatin di atas kursi yang tangannya masih memegang senjata laras pendek. Senjata laras pendek yang beratnya lebih dari 1 kg itu ternyata masih menempel erat di tangan jenazah Dulmatin yang lemas. Tapi Kapolri saat itu, Bambang Hendarso Danuri yang menggelar konferensi pers di Mabes Polri mengumumkan bahwa Dulmatin tewas dengan senjata pistol revolver di tangan.

"Siapakah yang menikmati uang Rp 93 miliar dari Amerika? Tidak ada yang tahu," kata Mustofa.

Kemungkinan lain memang murni pemberantasan teroris. Namun saja, momennya menunggu kehadiran Obama. Dengan menunggu momen kehadiran Obama, maka efek positifnya akan lebih terasa di masyarakat ketimbang tanpa memanfaatkan momen tertentu. Bagaimanapun, Amerika berkepentingan atas prestasi negara
sekutunya, dalam hal pemberantasan terorisme.

"Laporan keberhasilan pemberantasan teroris kepada Amerika di depan mata Obama, tentu lebih terasa efeknya, ketimbang laporan keberhasilan pemberantasan terorisme jauh dari pandangan mata Obama," jelasnya.

Menurut Mustofa, bukan kesalahan Densus 88 atau aparat kepolisian, jika hanya mampu menangkap banyak teroris jelang kedatangan Obama. Pasalnya, pasokan informasi adanya teroris bisa datang dari BIN (Badan Intelijen Negara) atau satuan intelijen lain yang turut mendukung upaya pemberantasan terorisme.

Bisa juga, pasokan informasi datang dari kelompok "intelijen hitam" yang bermain memanfaatkan situasi kepentingan Obama di Tanah Air. Permainan intelijen hitam inilah yang menurut Mustofa sangat membahayakan, karena bagi mereka, yang penting mendapatkan uang dan materi, meski informasi yang dilaporkan adalah fakta atas hasil rekayasa mereka sendiri.

"Jika benar terjadi, seluruh hasil pemberantasan terorisme di Indonesia tidak lebih dari sebuah penebaran fitnah demi keuntungan sesaat dengan mengorbankan masyarakat yang tidak mengerti ada apa di balik peristiwa itu," tandasnya.[ald]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA