Menurut Harry Heriawan Saleh, Hidup dan membangun kehidupan tak bisa lepas dari lima unsur. Yakni, penduduk, ruang, waktu, kecepatan, serta teknologi. Pengabaian para pengambil kebijakan terhadap lima unsur tadi membuat kesemrawutan terjadi.
"Ketidakmampuan pemerintah mengelola kelima ruangan tadi secara bijak, baik dan benar, membuat masing-masing unsur bergerak sendiri-sendiri tanpa arah, yang melahirkan 'kota-kota yang tumbuh alami, dan belum jadi', atau embrio kesemrawutan atau kesesakan perkotaan," ujar Harry dalam acara diskusi dan
launching buku bertajuk
'Mengurai Benang Kusut Metropolitan: Bumi Nusantara untuk Manusia Indonesia' di gedung Widyagraha LIPI, Jakarta (Sabtu, 29/10).
Menurut Harry, yang merupakan penulis buku tersebut, Jakarta sebagai pusat segala-galanya dan segala-galanya pusat bagi Indonesia tak mampu memikul beban lagi. Sehingga menjadikan pertumbuhan kota-kota di Jawa ini tergantung alam, yang mengakibatkan gerak mobilitas barang, jasa, dan penduduk hanya berputar-putar tanpa pola.
Di lain sisi, Harry menawarkan dalam bukunya, perlunya dikembangkan wacana untuk menggeser, mengalihkan, dan mendistribusikan sebagian dari segala-galanya Jawa itu ke seluruh bumi nusantara, sekaligus mengembangkan dan mengelola potensi sumberdaya wilayah dan sumberdaya alam yang sampai saat ini belum dikelola dengan baik dan terkesan mubazir saja.
"Buku ini mengingatkan kita pada pemikiran Bung Karno yang mewacanakan untuk memindahkan Ibukota RI ke Palangkaraya, dan statemen Buya Syafii Maarif yang dengan geram menyatakan bahwa kita baru akan mampu mewujudkan Indonesia yang sebenarnya merdeka, jika kita mampu membangun luar Jawa," kata jebolan University of Missouri Columbia, Amerika Serikat itu.
[dem]
BERITA TERKAIT: