Istri Nazar Rambutnya Jadi Rada Nge-blow

Ubah Penampilan Supaya Tak Gampang Dikenali

Senin, 03 Oktober 2011, 05:30 WIB
Istri Nazar Rambutnya Jadi Rada Nge-blow
Neneng Sri Wahyuni
RMOL.Istri Nazaruddin, Neneng Sri Wahyuni belum terendus keberadaannya. Langkah Polri mengejarnya, meski sudah dibantu kepolisian internasional (Interpol), belum membuahkan hasil.

Sumber di lingkungan Sek­retariat NCB Interpol atau Divisi Hubungan Internasional Polri me­nyebutkan, perburuan Neneng yang dilakukan sejak 23 Mei 2011 sempat berbuah kabar baik.

Soalnya, kata perwira Polri ini, dalam perburuan oleh tim gabu­ngan Polri, KPK dan Ditjen Imig­rasi, jejak Neneng sempat ter­en­dus saat berada di Singapura. Na­mun, saat hendak disergap di Ne­gara Kepala Singa tersebut, Ne­neng sudah menghilang bersama Nazaruddin.

Pelacakan terhadap Neneng kem­bali menemukan titik terang saat Nazaruddin dan istrinya itu masuk Kolombia. Namun, saat penangkapan Nazaruddin di Ko­lombia pada 7 Agustus lalu,  Ne­neng sudah lebih dulu keluar dari Kolombia. Dari Kolombia, pe­nge­jaran diarahkan ke Malaysia. Tapi, kabar mengenai keberadaan bu­ronan 188 negara anggota In­ter­pol itu tak kunjung bisa di­pastikan.”Pencarian di Malaysia dan negara-negara sesama ang­go­ta Interpol terus dilakukan. Se­jauh ini belum diperoleh info pas­ti keberadaannya,” ucapnya.

Dia pun menginformasikan, tim pemburu Nazaruddin meng­iden­tifikasi bahwa Neneng sudah mengubah penampilannya di Kolombia. Wanita yang aslinya berambut lurus itu, sebut sumber ini, telah mengubah potongan ram­butnya menjadi rada nge-blow. “Rambut hitamnya juga di­semir agak pirang.”

Kepala Divisi Humas Polri Irjen Anton Bachrul Alam tak me­nutup kemungkinan, tersang­ka kasus korupsi pengadaan pem­bangkit listrik tenaga surya (PLTS) Kementerian Tenaga Ker­ja dan Transmigrasi itu, sudah me­ngubah penampilannya. Se­bab, kata Anton, orang yang se­dang menjadi target buruan, pasti berupaya maksimal meng­hilang­kan jejak melalui berbagai cara.

Namun, Anton enggan menya­ta­kan negara mana yang dij­a­di­kan sasaran utama Interpol dalam memburu Neneng. Dia hanya me­nyatakan, kepolisian tetap in­tensif memburu Neneng.

“Kami tidak bisa menyebutkan negara yang dijadikan fokus pelacakan,” ujar bekas Kapolda Jawa Timur ini.

Dia menambahkan, sejak nama perempuan kelahiran 1982 ini res­mi masuk daftar pencarian orang (DPO) Interpol pada 20 Agustus 2011, perburuan terus di­lakukan. “Dia masih menjadi DPO kami,” katanya. Namun, Anton menolak membeberkan informasi apa yang telah diterima Polri dari Interpol pusat yang berkedudukan di Lyon, Perancis.

Kepala Divisi Hubungan In­ter­nasional Polri Irjen Boy Sa­la­mu­din pun menyatakan hal serupa. Menurutnya, pencarian Neneng ti­dak berhenti sampai penang­ka­pan Nazaruddin. Tapi, dia pun me­nolak memberikan penjelasan seputar negara-negara yang didu­ga kuat sebagai tempat per­sem­bunyian Neneng.

“Nanti setelah ada kepastian akan disampaikan kepada ma­syarakat. Sampai sekarang, kami masih menelaah dan mencari yang bersangkutan bersama negara anggota Interpol lainnya,” tutur dia.

Sementara itu, Kepala Biro Hu­mas Ditjen Imigrasi Maryoto me­nyatakan, kendati jajarannya te­lah menarik dan membekukan pas­por Neneng, toh keberadaan istri Nazar itu masih misterius. Tapi, katanya, Imigrasi tidak ber­pangku tangan. Dia menegaskan, sampai saat ini timnya aktif melacak posisi perempuan yang diduga kesrimpet perkara korupsi Rp 8,9 miliar ini.

Maryoto menolak memberi ke­terangan lanjutan seputar ke­mungkinan penggunaan identitas palsu oleh Neneng. Dia hanya me­nyebutkan, segala kemung­kinan mengenai hal tersebut bisa saja terjadi.

Yang jelas, sam­bung­nya, koor­dinasi Ditjen Imigrasi de­ngan jajaran Imigrasi negara lain telah dikembangkan. Dengan kerja­sama tersebut, katanya, bu­ronan Interpol yang satu ini tidak bisa bergerak leluasa.

“Ruang geraknya tentu men­jadi terbatas. Tidak bisa me­nin­g­galkan negara satu dan masuk ke negara lain dengan mudah,” ujarnya.

Sedangkan Kepala Biro Humas KPK Johan Budi Sapto Prabowo mengaku belum mengetahui perkembangan mengenai perbu­ruan buronan ini. “Kami belum menerima informasi keberadaan Neneng terakhir,” ucapnya.

Dia mengaku, urusan penge­jaran buronan tersebut diserahkan sepenuhnya ke tangan Polri dan Imigrasi. Johan pun berharap, Ne­neng bisa segera dibawa ke Indonesia agar proses hukum ka­sus ini tidak terkendala.

Prihatin Sampai 59 Buronan

Eva Kusuma Sundari, Anggota Komisi III DPR

Anggota Komisi III DPR Eva Kusuma Sundari meminta Sekretariat Interpol Indonesia lebih intensif melakukan koor­dinasi dengan Interpol pusat agar pengejaran Neneng Sri Wahyuni dan buronan lainnya segera membuahkan hasil.

Koordinasi itu sangat penting agar seabrek perkara korupsi yang masih mangkrak bisa se­gera tuntas. “Kita ingin pe­nang­kapan dan upaya membawa pulang para buronan dari luar negeri bisa dilaksanakan de­ngan cepat,” kata Eva akhir pekan lalu.

Menurut politisi PDIP ini, jumlah buronan asal Indonesia yang mencapai angka 59 dalam daftar Interpol, membangkitkan keprihatinan tersendiri. Hal ter­sebut, menurut dia, meng­in­di­ka­sikan masih lemahnya pe­ngawasan terhadap para ter­sangka, terdakwa maupun terpi­dana sehingga bisa kabur ke luar negeri. “Ada celah yang se­lalu bisa dimanfaatkan para pe­laku kejahatan untuk melarikan diri ke luar negeri,” tandasnya.

Jika ditelaah secara cermat, kata Eva, modus yang dipakai untuk kabur ke luar negeri ter­sebut memiliki kesamaan. “Ada kesamaan pola yang ditempuh para pelaku kejahatan untuk me­larikan diri ke luar negeri. Anehnya, hal itu bisa terjadi berulang kali,” tandas dia.

Eva menambahkan, kele­ma­han mengawasi para tersangka yang akhirnya dinyatakan se­ba­gai buronan, tidak sepenuhnya menjadi kesalahan salah satu pihak. Dia menyebut, kesalahan substansial dilakukan semua lembaga yang menangani per­soalan hukum di Tanah Air.

Adanya ketidaksinkronan an­tar lembaga serta lambatnya me­­netapkan status cegah, mem­buat pelaku kejahatan be­gitu mu­dahnya melarikan diri ke luar negeri.

Intinya, dia me­min­ta agar koor­dinasi antar lem­ba­ga, khu­susnya kepolisian, ke­jak­saan, KPK dan Ditjen Imig­rasi di­in­tensifkan untuk me­nga­wasi dan menindak setiap orang yang te­lah menyandang status ter­sang­ka, terdakwa ataupun terpidana. “Jangan sampai setelah me­reka melarikan diri ke luar ne­geri, baru kita di sini ribut mencari-cari.

Lagi-lagi upaya perburuan itu ga­gal karena belum adanya perjanjian ekstradisi antar nega­ra. Preseden yang terus ber­ulang ini, tentu menjadi contoh buruk penegakan hukum di sini,” katanya.

Tegas ke Bawah Lembek ke Atas

Marwan Batubara, Koordinator LSM KPKN

Koordinator LSM Komi­te Penyelamat Kekayaan Ne­gara (KPKN) Marwan Batu­bara berpendapat, ketidak­ber­ha­silan membawa pulang 59 bu­ronan ke Indonesia, termasuk Neneng Sri Wahyuni, me­nun­juk­kan bahwa hukum masih ka­lah oleh kepentingan segelintir orang.

Untuk itu, dia mengingatkan, pemberantasan korupsi tidak boleh hanya tegas di kelas ba­wah, sementara lembek ketika berhadapan dengan orang yang memiliki atau dekat dengan kekuasaan. “Prinsip hukum tidak pandang bulu itu harus benar-benar bisa ditegakkan,” tandas Marwan.

Dia menggarisbawahi, se­ba­gai negara yang berlandaskan hu­kum, sudah semestinya hu­kum menjadi panglima yang tidak boleh kalah oleh kekuatan apapun.  Proses penegakan hu­kum itu, sambungnya, berlaku sama terhadap seluruh warga negara. Artinya, siapa pun wa­jib patuh dan taat hukum.

Marwan pun mengingatkan, kaburnya sederet pelaku ke­ja­hatan ke luar negeri me­nun­juk­kan, komitmen penegakan hu­kum aparat masih lemah. “Ma­sih seringkali kecolongan oleh pe­laku kejahatan yang nota be­ne berasal dari tingkat atas atau ke­rah putih. Ini sangat mem­pri­ha­tin­kan kita tentunya,” tandasnya.

Dia menambahkan, per­bu­ru­an terhadap para buronan ke luar negeri juga perlu di­ting­kat­kan. Jangan sampai belum ada­nya perjanjian ekstradisi jadi ala­san. Apalagi, tutur dia, dija­di­kan sebagai alasan untuk ti­dak mengambil langkah kon­kret. Kepiawaian aparat Polri, kejaksaan, KPK, Ditjen Imig­rasi berikut partisipasi aktif ja­jaran Kementerian Luar Negeri dalam membina lobi-lobi ting­kat tinggi dengan pejabat negara lain, sangat dibutuhkan.

“Saya yakin, selain lewat ja­lur hukum, lobi-lobi mem­ba­ngun hubungan yang sifatnya sa­ling menguntungkan antar ne­gara, akan membantu proses pe­mulangan para buronan ter­se­but,” ujar bekas anggota Dewan Per­wa­kilan Daerah (DPD) ini. [rm]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA