Sumber di lingkungan SekÂretariat NCB Interpol atau Divisi Hubungan Internasional Polri meÂnyebutkan, perburuan Neneng yang dilakukan sejak 23 Mei 2011 sempat berbuah kabar baik.
Soalnya, kata perwira Polri ini, dalam perburuan oleh tim gabuÂngan Polri, KPK dan Ditjen ImigÂrasi, jejak Neneng sempat terÂenÂdus saat berada di Singapura. NaÂmun, saat hendak disergap di NeÂgara Kepala Singa tersebut, NeÂneng sudah menghilang bersama Nazaruddin.
Pelacakan terhadap Neneng kemÂbali menemukan titik terang saat Nazaruddin dan istrinya itu masuk Kolombia. Namun, saat penangkapan Nazaruddin di KoÂlombia pada 7 Agustus lalu, NeÂneng sudah lebih dulu keluar dari Kolombia. Dari Kolombia, peÂngeÂjaran diarahkan ke Malaysia. Tapi, kabar mengenai keberadaan buÂronan 188 negara anggota InÂterÂpol itu tak kunjung bisa diÂpastikan.â€Pencarian di Malaysia dan negara-negara sesama angÂgoÂta Interpol terus dilakukan. SeÂjauh ini belum diperoleh info pasÂti keberadaannya,†ucapnya.
Dia pun menginformasikan, tim pemburu Nazaruddin mengÂidenÂtifikasi bahwa Neneng sudah mengubah penampilannya di Kolombia. Wanita yang aslinya berambut lurus itu, sebut sumber ini, telah mengubah potongan ramÂbutnya menjadi rada nge-blow. “Rambut hitamnya juga diÂsemir agak pirang.â€
Kepala Divisi Humas Polri Irjen Anton Bachrul Alam tak meÂnutup kemungkinan, tersangÂka kasus korupsi pengadaan pemÂbangkit listrik tenaga surya (PLTS) Kementerian Tenaga KerÂja dan Transmigrasi itu, sudah meÂngubah penampilannya. SeÂbab, kata Anton, orang yang seÂdang menjadi target buruan, pasti berupaya maksimal mengÂhilangÂkan jejak melalui berbagai cara.
Namun, Anton enggan menyaÂtaÂkan negara mana yang dijÂaÂdiÂkan sasaran utama Interpol dalam memburu Neneng. Dia hanya meÂnyatakan, kepolisian tetap inÂtensif memburu Neneng.
“Kami tidak bisa menyebutkan negara yang dijadikan fokus pelacakan,†ujar bekas Kapolda Jawa Timur ini.
Dia menambahkan, sejak nama perempuan kelahiran 1982 ini resÂmi masuk daftar pencarian orang (DPO) Interpol pada 20 Agustus 2011, perburuan terus diÂlakukan. “Dia masih menjadi DPO kami,†katanya. Namun, Anton menolak membeberkan informasi apa yang telah diterima Polri dari Interpol pusat yang berkedudukan di Lyon, Perancis.
Kepala Divisi Hubungan InÂterÂnasional Polri Irjen Boy SaÂlaÂmuÂdin pun menyatakan hal serupa. Menurutnya, pencarian Neneng tiÂdak berhenti sampai penangÂkaÂpan Nazaruddin. Tapi, dia pun meÂnolak memberikan penjelasan seputar negara-negara yang diduÂga kuat sebagai tempat perÂsemÂbunyian Neneng.
“Nanti setelah ada kepastian akan disampaikan kepada maÂsyarakat. Sampai sekarang, kami masih menelaah dan mencari yang bersangkutan bersama negara anggota Interpol lainnya,†tutur dia.
Sementara itu, Kepala Biro HuÂmas Ditjen Imigrasi Maryoto meÂnyatakan, kendati jajarannya teÂlah menarik dan membekukan pasÂpor Neneng, toh keberadaan istri Nazar itu masih misterius. Tapi, katanya, Imigrasi tidak berÂpangku tangan. Dia menegaskan, sampai saat ini timnya aktif melacak posisi perempuan yang diduga kesrimpet perkara korupsi Rp 8,9 miliar ini.
Maryoto menolak memberi keÂterangan lanjutan seputar keÂmungkinan penggunaan identitas palsu oleh Neneng. Dia hanya meÂnyebutkan, segala kemungÂkinan mengenai hal tersebut bisa saja terjadi.
Yang jelas, samÂbungÂnya, koorÂdinasi Ditjen Imigrasi deÂngan jajaran Imigrasi negara lain telah dikembangkan. Dengan kerjaÂsama tersebut, katanya, buÂronan Interpol yang satu ini tidak bisa bergerak leluasa.
“Ruang geraknya tentu menÂjadi terbatas. Tidak bisa meÂninÂgÂgalkan negara satu dan masuk ke negara lain dengan mudah,†ujarnya.
Sedangkan Kepala Biro Humas KPK Johan Budi Sapto Prabowo mengaku belum mengetahui perkembangan mengenai perbuÂruan buronan ini. “Kami belum menerima informasi keberadaan Neneng terakhir,†ucapnya.
Dia mengaku, urusan pengeÂjaran buronan tersebut diserahkan sepenuhnya ke tangan Polri dan Imigrasi. Johan pun berharap, NeÂneng bisa segera dibawa ke Indonesia agar proses hukum kaÂsus ini tidak terkendala.
Prihatin Sampai 59 Buronan
Eva Kusuma Sundari, Anggota Komisi III DPR
Anggota Komisi III DPR Eva Kusuma Sundari meminta Sekretariat Interpol Indonesia lebih intensif melakukan koorÂdinasi dengan Interpol pusat agar pengejaran Neneng Sri Wahyuni dan buronan lainnya segera membuahkan hasil.
Koordinasi itu sangat penting agar seabrek perkara korupsi yang masih mangkrak bisa seÂgera tuntas. “Kita ingin peÂnangÂkapan dan upaya membawa pulang para buronan dari luar negeri bisa dilaksanakan deÂngan cepat,†kata Eva akhir pekan lalu.
Menurut politisi PDIP ini, jumlah buronan asal Indonesia yang mencapai angka 59 dalam daftar Interpol, membangkitkan keprihatinan tersendiri. Hal terÂsebut, menurut dia, mengÂinÂdiÂkaÂsikan masih lemahnya peÂngawasan terhadap para terÂsangka, terdakwa maupun terpiÂdana sehingga bisa kabur ke luar negeri. “Ada celah yang seÂlalu bisa dimanfaatkan para peÂlaku kejahatan untuk melarikan diri ke luar negeri,†tandasnya.
Jika ditelaah secara cermat, kata Eva, modus yang dipakai untuk kabur ke luar negeri terÂsebut memiliki kesamaan. “Ada kesamaan pola yang ditempuh para pelaku kejahatan untuk meÂlarikan diri ke luar negeri. Anehnya, hal itu bisa terjadi berulang kali,†tandas dia.
Eva menambahkan, keleÂmaÂhan mengawasi para tersangka yang akhirnya dinyatakan seÂbaÂgai buronan, tidak sepenuhnya menjadi kesalahan salah satu pihak. Dia menyebut, kesalahan substansial dilakukan semua lembaga yang menangani perÂsoalan hukum di Tanah Air.
Adanya ketidaksinkronan anÂtar lembaga serta lambatnya meÂÂnetapkan status cegah, memÂbuat pelaku kejahatan beÂgitu muÂdahnya melarikan diri ke luar negeri.
Intinya, dia meÂminÂta agar koorÂdinasi antar lemÂbaÂga, khuÂsusnya kepolisian, keÂjakÂsaan, KPK dan Ditjen ImigÂrasi diÂinÂtensifkan untuk meÂngaÂwasi dan menindak setiap orang yang teÂlah menyandang status terÂsangÂka, terdakwa ataupun terpidana. “Jangan sampai setelah meÂreka melarikan diri ke luar neÂgeri, baru kita di sini ribut mencari-cari.
Lagi-lagi upaya perburuan itu gaÂgal karena belum adanya perjanjian ekstradisi antar negaÂra. Preseden yang terus berÂulang ini, tentu menjadi contoh buruk penegakan hukum di sini,†katanya.
Tegas ke Bawah Lembek ke Atas
Marwan Batubara, Koordinator LSM KPKN
Koordinator LSM KomiÂte Penyelamat Kekayaan NeÂgara (KPKN) Marwan BatuÂbara berpendapat, ketidakÂberÂhaÂsilan membawa pulang 59 buÂronan ke Indonesia, termasuk Neneng Sri Wahyuni, meÂnunÂjukÂkan bahwa hukum masih kaÂlah oleh kepentingan segelintir orang.
Untuk itu, dia mengingatkan, pemberantasan korupsi tidak boleh hanya tegas di kelas baÂwah, sementara lembek ketika berhadapan dengan orang yang memiliki atau dekat dengan kekuasaan. “Prinsip hukum tidak pandang bulu itu harus benar-benar bisa ditegakkan,†tandas Marwan.
Dia menggarisbawahi, seÂbaÂgai negara yang berlandaskan huÂkum, sudah semestinya huÂkum menjadi panglima yang tidak boleh kalah oleh kekuatan apapun. Proses penegakan huÂkum itu, sambungnya, berlaku sama terhadap seluruh warga negara. Artinya, siapa pun waÂjib patuh dan taat hukum.
Marwan pun mengingatkan, kaburnya sederet pelaku keÂjaÂhatan ke luar negeri meÂnunÂjukÂkan, komitmen penegakan huÂkum aparat masih lemah. “MaÂsih seringkali kecolongan oleh peÂlaku kejahatan yang nota beÂne berasal dari tingkat atas atau keÂrah putih. Ini sangat memÂpriÂhaÂtinÂkan kita tentunya,†tandasnya.
Dia menambahkan, perÂbuÂruÂan terhadap para buronan ke luar negeri juga perlu diÂtingÂkatÂkan. Jangan sampai belum adaÂnya perjanjian ekstradisi jadi alaÂsan. Apalagi, tutur dia, dijaÂdiÂkan sebagai alasan untuk tiÂdak mengambil langkah konÂkret. Kepiawaian aparat Polri, kejaksaan, KPK, Ditjen ImigÂrasi berikut partisipasi aktif jaÂjaran Kementerian Luar Negeri dalam membina lobi-lobi tingÂkat tinggi dengan pejabat negara lain, sangat dibutuhkan.
“Saya yakin, selain lewat jaÂlur hukum, lobi-lobi memÂbaÂngun hubungan yang sifatnya saÂling menguntungkan antar neÂgara, akan membantu proses peÂmulangan para buronan terÂseÂbut,†ujar bekas anggota Dewan PerÂwaÂkilan Daerah (DPD) ini. [rm]
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: