Penyidikan Kasus Korupsi Asuransi Menyimpang?

Di Balik Turun Tangannya Penyidik Mabes ke Polda Metro

Senin, 26 September 2011, 05:02 WIB
Penyidikan Kasus Korupsi Asuransi Menyimpang?
PT Asuransi Kredit Indonesia (Askrindo)
RMOL.Lambannya penyidikan kasus dugaan korupsi di PT Asuransi Kredit Indonesia (Askrindo) sebesar Rp 439 miliar oleh Polda Metro Jaya, membuat pihak Mabes Polri turun tangan. Apakah Mabes mencium aroma penyimpangan dalam penanganan kasus korupsi di perusahaan asuransi milik negara (BUMN) itu?

Namun, Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Kombes Ba­haruddin Djafar beralasan, turun tangannya penyidik Mabes meru­pakan hal yang biasa. Bukan ka­rena ada penyimpangan dalam penanganan kasus ini. Sedikitnya 27 personel Bareskrim Mabes di­turunkan untuk membantu mem­percepat penyidikan di Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Dit­res­krimsus) Polda Metro Jaya.

Menurut Baharuddin, pen­anga­nan kasus Askrindo perlu kehati-hatian ekstra, sehingga muncul kesan lamban. “Tapi, tidak ada penyimpangan penyelidikan dan penyidikan kasus ini,” katanya.

Alasan senada disampaikan Kepala Humas Polri Irjen Anton Bachrul Alam. Dia menyatakan, kasus Askrindo masuk kategori per­kara besar. Untuk itu, pe­na­nganan­nya harus hati-hati dan cermat.

Dia menambahkan, bisa saja Mabes Polri mengambil alih ka­sus tersebut dari Polda Metro Jaya. Namun, langkah tersebut ti­dak dilakukan. Pertimbangannya, kasus ini sudah berjalan di Polda Metro Jaya. “Kami tinggal mem­bantu me­ngawasi penanganan­nya agar bisa tuntas dengan ce­pat,” ujarnya.

Kembali ke Baharuddin. Me­nu­rut dia, tidak adanya penyim­pa­ngan penanganan kasus ini da­pat dilihat dari langkah Dit­res­krim­sus Polda Metro Jaya mene­tap­kan dan menahan dua tersang­ka kasus tersebut. Penetapan ter­sangka dan penahanan itu, ingat­nya, dilakukan sebelum penyidik dari Mabes turun tangan. Polda juga telah memeriksa 37 saksi.

Masing-masing saksi, 14 ber­asal dari Askrindo, 13 orang dari em­pat perusahaan manajemen in­ves­tasi, empat orang dari per­bankan, dua saksi ahli dari Badan Pengawas Pasar Modal dan Lem­baga Ke­uangan (Bapepam LK) dan sisanya berasal dari Custo­dian Efek Center.

“Tersangkanya masih ditahan di Polda,” tandas Baharuddin. Ters­angka itu adalah RS, Direktur Ke­uangan Askrindo periode 2002-2007 dan ZL, Direktur Keuangan Askrindo periode 2007-2011.

Menurut Baharuddin, kendala me­ngusut kasus ini semata mi­nim­nya jumlah penyidik, sehing­ga pemeriksaan dan penelitian ge­pokan barang bukti jadi lam­ban. Barang bukti yang sedang diteliti antara lain dokumen-do­kumen ripo saham, reksadana, rekening koran, pembayaran dan lembar perjanjian antara Askrin­do dengan empat perusahaan mana­jer investasi dan penerima dana.

Dari serangkaian penyidikan yang ditempuh, polisi baru bisa me­­nyita uang Rp 5 milair dari ta­ngan kedua tersangka. Jum­lah itu, lanjut dia, masih jauh dari no­mi­nal duga­an korupsi yang terjadi. “Kami ingin pengu­sutan kasus ini jadi le­bih cepat dan transparan,” ucapnya.  

Dia menambahkan, selain telah memeriksa 37 saksi, Polda Metro juga berkoordinasi dengan Pusat Pelaporan, Analisis dan Transaksi Keuangan (PPATK). Namun, saat disoal mengenai hasil koordinasi dengan PPATK, bekas Kabid­hu­mas Polda Sumatera Utara ini tak mau membeberkannya.

Kasubdit Tipikor Ditres­krim­sus Polda Metro Jaya AKBP Ajie Indra yang dimintai tanggapan, memberi pernyataan secara hati-hati. Data PPATK, menurutnya, menjadi salah satu masukan da­lam menelusuri aliran dana As­krin­do. Penyidik juga meng­him­pun data lewat koordinasi dengan Bank Indonesia (BI).

Dari situ, tan­dasnya, penyidik dapat me­ngidentifikasi adanya transfer Rp 500 miliar pada 2007. Transfer dari rekening deposito Askrindo di sebuah bank BUMN ke lima perusahaan manajemen investasi. Anehnya, menurut Ajie, tak lama kemudian dana tersebut kembali ditransfer ke rekening Askrindo. “Diduga ada pencu­cian uang,” tandasnya.

Temuan tersebut, tambah dia, su­dah ditanyakan ke pihak Bape­pam LK yang belakangan mela­porkan kasus tersebut. Kepada pe­nyidik, saksi ahli dari Biro Pe­ngelolaan Investasi dan dari Biro Transaksi Lembaga Efek Bape­pam menerangkan transaksi ter­se­but menyalahi aturan. “Kami mem­pertanyakan bagaimana pe­ran Bapepam dalam mengawasi  transaksi-transaksi tersebut.”

Jika hilangnya dana Askrindo di­picu kelalaian Bapepam, menu­rut­nya, kemungkinan bakal ada ter­sangka dari internal Bapepam. Du­gaan keterlibatan orang dalam Ba­pepam, jelasnya, didasari adanya pe­langgaran atas prinsip kekurang hati-hatian mengawasi pasar modal.  

“Diduga terjadi kesalahan di tingkat regulator, sehingga pro­duk itu masuk ke instrumen rek­sa­dana,” katanya seraya me­nam­bahkan, itu menyalahi peraturan Bapepam-LK Nomor IV.C.3.

Menurut Baharuddin Djafar, la­poran Bapepam ke kepolisian, se­jak awal menyebutkan adanya pe­nem­patan dana investasi yang ti­dak sesuai undang-undang pe­na­na­­man modal. Askrindo meng­him­­pun dana nasabah untuk di­in­vestasikan lagi ke perusahaan in­ves­tasi. Namun, bentuk in­ves­ta­si itu dilarang oleh peraturan yang ada.

Penyalahgunaan itu, katanya, dilatari penempatan in­ves­tasi da­lam bentuk repurchase ag­reement (repo), kontrak penge­lo­laan dana (KPD), obligasi dan reksadana. Pa­da­hal, menurutnya, jenis-jenis in­­vestasi tersebut ter­la­rang dima­suki Askrindo.

Investasi melalui KPD dilaku­kan Askrindo sejak 2005, se­dangkan repo sejak 2008. Kedua prak­tik investasi tersebut ter­iden­ti­fikasi Bapepam pada 2008-2010. Askrindo juga diketahui me­miliki investasi berupa obli­gasi dan reksadana berdasarkan laporan keuangan tahun 2010 yang telah diaudit. Namun, ber­dasarkan pemeriksaan Ba­pepam-LK pada awal 2011, Askrindo ti­dak dapat membuktikan ke­pe­mi­likan beberapa obligasi dan rek­sa­dana tersebut.

Reka Ulang

Pengawasan Terhadap Asuransi Dipertanyakan

Dalam rapat kerja dengan Ba­dan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Ba­pe­pam LK), DPR menyimpulkan per­lu­nya segera membentuk pa­nitia kerja (panja) perusaha­an asuransi.

Hal itu untuk mendalami pe­nga­wasan regulator terhadap industri asuransi. “DPR putuskan membentuk panja perusahaan asuransi pada masa sidang tahun ini. Ini sejalan dengan upaya kita membentuk Otoritas Jasa Ke­uangan,” kata pimpinan rapat Achsanul Qosasi.

Dalam rapat ini, pihak Ba­pe­pam mengaku kepada DPR telah melakukan pengawasan umum secara berkala terhadap Askrin­do se­jak 2004. Berda­sarkan pe­nga­wasan tersebut, Bapepam me­nilai kinerja ke­uangan As­krindo tidak pernah bermasalah.

Menurut Ketua Bapepam Nur­haida, hasil pengawasan umum sejak 2004 menunjukkan, A­s­krin­do memiliki tingkat solvabilitas di atas ketentuan minimal 120 persen. “Rasio perimbangan in­ves­tasi terhadap cadangan klaim ditambah utang klaim retensi masih di atas ketentuan minimal 100 persen.”

Nurhaida juga menyatakan, As­krindo memiliki program rea­suransi treaty dan jumlah retensi yang telah memenuhi ketentuan.

Setelah kasus Askrindo ter­en­dus, Nurhaida menambahkan, Ba­­pepam telah melakukan pe­ngawasan khusus secara intensif. Bapepam juga memerintahkan Askrindo untuk mengupayakan pe­ngembalian dana investasi ber­­ma­salah, dan melakukan pe­ne­litian lanjutan untuk menge­ta­hui kemungkinan adanya pihak-pi­hak yang diuntungkan dari tran­saksi bermasalah di perusahaan asuransi pelat merah ini.

“Ba­pe­pam juga me­me­rin­tah­kan Askrindo untuk me­nyem­pur­na­kan SOP terkait investasi, ter­ma­suk petunjuk pelaksanaannya, dengan memperhatikan temuan pemeriksaan,” katanya.

Kasus Askrindo yang diawali laporan Bapepam mengenai pe­nyelewengan penempatan dana di beberapa perusahaan mana­jemen investasi, membuat  se­jumlah di­reksi Askrindo dipecat dari ja­ba­tannya. Dua dia­n­ta­ranya di­nya­ta­kan sebagai ter­sangka dan telah ditahan ke­polisian.

Kabareskrim Polri Irjen Sutar­man menyebut­kan, kepolisian juga telah mem­blokir 11 rekening perusahaan manajer investasi yang diduga terkait kasus yang diduga meru­gi­kan keuangan negara Rp 439 miliar ini.

Tidak Mungkin Hanya Dilakukan Dua Tersangka

Andi Rio, Anggota Komisi III DPR

Anggota Komisi III DPR Andi Rio menilai, kasus ko­rup­si di tubuh Askrindo merupakan sa­lah satu perkara yang kom­pleks. Selain butuh keahlian khu­sus memahami prinsip-prin­sip keuangan, pelakunya juga tidak bekerja sendirian. Tidak ada salahnya jika Komisi Keuangan DPR menyatakan keinginan membentuk Panja Kasus Askrindo.

“Kejahatan ini dilakukan se­cara terorganisir. Tidak mung­kin dilakukan hanya oleh dua tersangka yang sudah ada se­karang ini,” tandas Andi Rio.

Menurut dia, keinginan Ko­misi Keuangan DPR me­m­ben­tuk Panja kasus Askrindo bisa  diterima akal sehat. Soalnya, du­gaan konspirasi dalam meng­gondol uang negara melalui Askrindo ini  sangat kental.

Teknik pembobolan berikut tata cara dan apa peran Ba­pe­pam sebagai lembaga penga­was, menurutnya, harus diung­kap secara gamblang.

“Ba­gai­mana dana Askrindo itu bisa bobol sejak tujuh tahun lalu?  Pengawasannya yang le­mah atau justru ada dugaan ke­terlibatan pejabat Bapepam se­perti kabar yang beredar be­lakangan?” tandasnya.

Dia meminta, Bapepam sela­ku pengawas lembaga ke­uangan juga intensif mengorek dugaan penyimpangan di ling­kungan internalnya. “Jika tidak ingin dinilai terlibat skandal As­krindo, Bapepam harus trans­pa­ran mengumumkan hasil pe­me­riksaan internalnya. Atau paling ti­dak, mereka aktif menyam­pai­kan data dan informasi terkait pe­nanganan kasus ini ke kepo­lisian,” katanya.

Politisi Partai Golkar ini me­nan­daskan, penambahan perso­nel Mabes Polri ke Polda Metro me­nunjukkan, kasus ini sa­ngat­lah penting. “Ada atensi Mabes Polri ke Polda Metro. Itu kan ber­arti penting. Diperlukan ke­cepatan dalam menangani kasus ini,” ucapnya.  

Dia meminta, kepolisian le­bih profesional menyikapi se­tiap perkembangan kasus ini. De­ngan kata lain, kata Andi, po­lisi hendaknya segera menindak siapa saja yang terlibat tanpa pandang bulu.  Alasannya, perkara ini sudah cukup lama ditangani Polda Metro. Setelah sekian lama berjalan, perkara ini tampaknya masih seperti jalan di tempat.

Jangan Stop Kasus Atau Tambah Kusut Penanganan Perkara

Bambang Widodo Umar, Pengamat Kepolisian

Penambahan personel ke­polisian untuk mengusut per­kara korupsi bukanlah hal tabu. Tapi, pengamat kepolisian Bam­bang Widodo Umar me­ngi­­ngatkan, penambahan per­sonel itu jangan sampai me­nam­bah kusut penanganan per­kara. Apalagi, sampai meng­hen­tikan proses penyidikan yang tengah berjalan intensif.

“Ini ada semacam asistensi dari Mabes Polri untuk mem­per­kuat penanganan kasus ko­rupsi besar atau extra ordinary,” ujar Bambang.

Dia pun mengingatkan, per­kara Askrindo ini mesti dita­ngani secara cermat dan cepat, mengingat dugaan kerugian negara dalam kasus ini sangat besar. Dugaan adanya kerugian negara dalam jumlah besar, sam­bun Bambang, menjadi to­lok ukur pimpinan Polri mener­junkan personel Mabes untuk membantu penyidik Polda.

Lazimnya, Polda melimpah­kan penanganan perkara korup­si besar ke Mabes Polri. Tapi, yang terjadi kali ini agak di luar ke­biasaan. Meski begitu, m­e­nu­rut Bambang, turun tangannya penyidik Mabes bukan sesuatu yang aneh.

“Ini menyangkut ma­salah koordinasi penanga­nan perkara saja,” kata Dosen Pasca Sarjana Fakultas Ilmu Ke­polisian Uni­verstas Indonesia ini.

Kendati begitu, lanjut Bam­bang, penanganan perkara yang dikawal dan dibantu personel Bareskrim juga bisa ditujukan untuk meminimalkan dugaan penyelewengan oleh penyidik.

Dia pun menilai,  sejauh ini ahli di bidang ekonomi, khu­sus­nya korupsi dan pencucian uang di kepolisian masih minim. Se­hingga, ada pula kemungkinan, penambahan personel tersebut untuk melancarkan pemahaman prinsip-prinsip pengelolaan ke­uangan oleh lembaga-lembaga keuangan.

“Kasus yang terjadi di As­krin­do ini, patut diduga meru­pa­kan kejahatan yang sangat terorganisir. Pelakunya adalah go­longan intelektual yang sa­ngat paham seluk-beluk per­eko­nomian. Mau tidak mau, untuk menemukan motif dan segala ma­cam hal yang mengung­ku­ngi­nya, diperlukan kecermatan yang dapat dilakukan lewat koordinasi antar tim gabungan tersebut,” katanya. [rm]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA