Namun, Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Kombes BaÂharuddin Djafar beralasan, turun tangannya penyidik Mabes meruÂpakan hal yang biasa. Bukan kaÂrena ada penyimpangan dalam penanganan kasus ini. Sedikitnya 27 personel Bareskrim Mabes diÂturunkan untuk membantu memÂpercepat penyidikan di Direktorat Reserse Kriminal Khusus (DitÂresÂkrimsus) Polda Metro Jaya.
Menurut Baharuddin, penÂangaÂnan kasus Askrindo perlu kehati-hatian ekstra, sehingga muncul kesan lamban. “Tapi, tidak ada penyimpangan penyelidikan dan penyidikan kasus ini,†katanya.
Alasan senada disampaikan Kepala Humas Polri Irjen Anton Bachrul Alam. Dia menyatakan, kasus Askrindo masuk kategori perÂkara besar. Untuk itu, peÂnaÂngananÂnya harus hati-hati dan cermat.
Dia menambahkan, bisa saja Mabes Polri mengambil alih kaÂsus tersebut dari Polda Metro Jaya. Namun, langkah tersebut tiÂdak dilakukan. Pertimbangannya, kasus ini sudah berjalan di Polda Metro Jaya. “Kami tinggal memÂbantu meÂngawasi penangananÂnya agar bisa tuntas dengan ceÂpat,†ujarnya.
Kembali ke Baharuddin. MeÂnuÂrut dia, tidak adanya penyimÂpaÂngan penanganan kasus ini daÂpat dilihat dari langkah DitÂresÂkrimÂsus Polda Metro Jaya meneÂtapÂkan dan menahan dua tersangÂka kasus tersebut. Penetapan terÂsangka dan penahanan itu, ingatÂnya, dilakukan sebelum penyidik dari Mabes turun tangan. Polda juga telah memeriksa 37 saksi.
Masing-masing saksi, 14 berÂasal dari Askrindo, 13 orang dari emÂpat perusahaan manajemen inÂvesÂtasi, empat orang dari perÂbankan, dua saksi ahli dari Badan Pengawas Pasar Modal dan LemÂbaga KeÂuangan (Bapepam LK) dan sisanya berasal dari CustoÂdian Efek Center.
“Tersangkanya masih ditahan di Polda,†tandas Baharuddin. TersÂangka itu adalah RS, Direktur KeÂuangan Askrindo periode 2002-2007 dan ZL, Direktur Keuangan Askrindo periode 2007-2011.
Menurut Baharuddin, kendala meÂngusut kasus ini semata miÂnimÂnya jumlah penyidik, sehingÂga pemeriksaan dan penelitian geÂpokan barang bukti jadi lamÂban. Barang bukti yang sedang diteliti antara lain dokumen-doÂkumen ripo saham, reksadana, rekening koran, pembayaran dan lembar perjanjian antara AskrinÂdo dengan empat perusahaan manaÂjer investasi dan penerima dana.
Dari serangkaian penyidikan yang ditempuh, polisi baru bisa meÂÂnyita uang Rp 5 milair dari taÂngan kedua tersangka. JumÂlah itu, lanjut dia, masih jauh dari noÂmiÂnal dugaÂan korupsi yang terjadi. “Kami ingin penguÂsutan kasus ini jadi leÂbih cepat dan transparan,†ucapnya.
Dia menambahkan, selain telah memeriksa 37 saksi, Polda Metro juga berkoordinasi dengan Pusat Pelaporan, Analisis dan Transaksi Keuangan (PPATK). Namun, saat disoal mengenai hasil koordinasi dengan PPATK, bekas KabidÂhuÂmas Polda Sumatera Utara ini tak mau membeberkannya.
Kasubdit Tipikor DitresÂkrimÂsus Polda Metro Jaya AKBP Ajie Indra yang dimintai tanggapan, memberi pernyataan secara hati-hati. Data PPATK, menurutnya, menjadi salah satu masukan daÂlam menelusuri aliran dana AsÂkrinÂdo. Penyidik juga mengÂhimÂpun data lewat koordinasi dengan Bank Indonesia (BI).
Dari situ, tanÂdasnya, penyidik dapat meÂngidentifikasi adanya transfer Rp 500 miliar pada 2007. Transfer dari rekening deposito Askrindo di sebuah bank BUMN ke lima perusahaan manajemen investasi. Anehnya, menurut Ajie, tak lama kemudian dana tersebut kembali ditransfer ke rekening Askrindo. “Diduga ada pencuÂcian uang,†tandasnya.
Temuan tersebut, tambah dia, suÂdah ditanyakan ke pihak BapeÂpam LK yang belakangan melaÂporkan kasus tersebut. Kepada peÂnyidik, saksi ahli dari Biro PeÂngelolaan Investasi dan dari Biro Transaksi Lembaga Efek BapeÂpam menerangkan transaksi terÂseÂbut menyalahi aturan. “Kami memÂpertanyakan bagaimana peÂran Bapepam dalam mengawasi transaksi-transaksi tersebut.â€
Jika hilangnya dana Askrindo diÂpicu kelalaian Bapepam, menuÂrutÂnya, kemungkinan bakal ada terÂsangka dari internal Bapepam. DuÂgaan keterlibatan orang dalam BaÂpepam, jelasnya, didasari adanya peÂlanggaran atas prinsip kekurang hati-hatian mengawasi pasar modal.
“Diduga terjadi kesalahan di tingkat regulator, sehingga proÂduk itu masuk ke instrumen rekÂsaÂdana,†katanya seraya meÂnamÂbahkan, itu menyalahi peraturan Bapepam-LK Nomor IV.C.3.
Menurut Baharuddin Djafar, laÂporan Bapepam ke kepolisian, seÂjak awal menyebutkan adanya peÂnemÂpatan dana investasi yang tiÂdak sesuai undang-undang peÂnaÂnaÂÂman modal. Askrindo mengÂhimÂÂpun dana nasabah untuk diÂinÂvestasikan lagi ke perusahaan inÂvesÂtasi. Namun, bentuk inÂvesÂtaÂsi itu dilarang oleh peraturan yang ada.
Penyalahgunaan itu, katanya, dilatari penempatan inÂvesÂtasi daÂlam bentuk repurchase agÂreement (repo), kontrak pengeÂloÂlaan dana (KPD), obligasi dan reksadana. PaÂdaÂhal, menurutnya, jenis-jenis inÂÂvestasi tersebut terÂlaÂrang dimaÂsuki Askrindo.
Investasi melalui KPD dilakuÂkan Askrindo sejak 2005, seÂdangkan repo sejak 2008. Kedua prakÂtik investasi tersebut terÂidenÂtiÂfikasi Bapepam pada 2008-2010. Askrindo juga diketahui meÂmiliki investasi berupa obliÂgasi dan reksadana berdasarkan laporan keuangan tahun 2010 yang telah diaudit. Namun, berÂdasarkan pemeriksaan BaÂpepam-LK pada awal 2011, Askrindo tiÂdak dapat membuktikan keÂpeÂmiÂlikan beberapa obligasi dan rekÂsaÂdana tersebut.
Reka Ulang
Pengawasan Terhadap Asuransi Dipertanyakan
Dalam rapat kerja dengan BaÂdan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (BaÂpeÂpam LK), DPR menyimpulkan perÂluÂnya segera membentuk paÂnitia kerja (panja) perusahaÂan asuransi.
Hal itu untuk mendalami peÂngaÂwasan regulator terhadap industri asuransi. “DPR putuskan membentuk panja perusahaan asuransi pada masa sidang tahun ini. Ini sejalan dengan upaya kita membentuk Otoritas Jasa KeÂuangan,†kata pimpinan rapat Achsanul Qosasi.
Dalam rapat ini, pihak BaÂpeÂpam mengaku kepada DPR telah melakukan pengawasan umum secara berkala terhadap AskrinÂdo seÂjak 2004. BerdaÂsarkan peÂngaÂwasan tersebut, Bapepam meÂnilai kinerja keÂuangan AsÂkrindo tidak pernah bermasalah.
Menurut Ketua Bapepam NurÂhaida, hasil pengawasan umum sejak 2004 menunjukkan, AÂsÂkrinÂdo memiliki tingkat solvabilitas di atas ketentuan minimal 120 persen. “Rasio perimbangan inÂvesÂtasi terhadap cadangan klaim ditambah utang klaim retensi masih di atas ketentuan minimal 100 persen.â€
Nurhaida juga menyatakan, AsÂkrindo memiliki program reaÂsuransi treaty dan jumlah retensi yang telah memenuhi ketentuan.
Setelah kasus Askrindo terÂenÂdus, Nurhaida menambahkan, BaÂÂpepam telah melakukan peÂngawasan khusus secara intensif. Bapepam juga memerintahkan Askrindo untuk mengupayakan peÂngembalian dana investasi berÂÂmaÂsalah, dan melakukan peÂneÂlitian lanjutan untuk mengeÂtaÂhui kemungkinan adanya pihak-piÂhak yang diuntungkan dari tranÂsaksi bermasalah di perusahaan asuransi pelat merah ini.
“BaÂpeÂpam juga meÂmeÂrinÂtahÂkan Askrindo untuk meÂnyemÂpurÂnaÂkan SOP terkait investasi, terÂmaÂsuk petunjuk pelaksanaannya, dengan memperhatikan temuan pemeriksaan,†katanya.
Kasus Askrindo yang diawali laporan Bapepam mengenai peÂnyelewengan penempatan dana di beberapa perusahaan manaÂjemen investasi, membuat seÂjumlah diÂreksi Askrindo dipecat dari jaÂbaÂtannya. Dua diaÂnÂtaÂranya diÂnyaÂtaÂkan sebagai terÂsangka dan telah ditahan keÂpolisian.
Kabareskrim Polri Irjen SutarÂman menyebutÂkan, kepolisian juga telah memÂblokir 11 rekening perusahaan manajer investasi yang diduga terkait kasus yang diduga meruÂgiÂkan keuangan negara Rp 439 miliar ini.
Tidak Mungkin Hanya Dilakukan Dua Tersangka
Andi Rio, Anggota Komisi III DPR
Anggota Komisi III DPR Andi Rio menilai, kasus koÂrupÂsi di tubuh Askrindo merupakan saÂlah satu perkara yang komÂpleks. Selain butuh keahlian khuÂsus memahami prinsip-prinÂsip keuangan, pelakunya juga tidak bekerja sendirian. Tidak ada salahnya jika Komisi Keuangan DPR menyatakan keinginan membentuk Panja Kasus Askrindo.
“Kejahatan ini dilakukan seÂcara terorganisir. Tidak mungÂkin dilakukan hanya oleh dua tersangka yang sudah ada seÂkarang ini,†tandas Andi Rio.
Menurut dia, keinginan KoÂmisi Keuangan DPR meÂmÂbenÂtuk Panja kasus Askrindo bisa diterima akal sehat. Soalnya, duÂgaan konspirasi dalam mengÂgondol uang negara melalui Askrindo ini sangat kental.
Teknik pembobolan berikut tata cara dan apa peran BaÂpeÂpam sebagai lembaga pengaÂwas, menurutnya, harus diungÂkap secara gamblang.
“BaÂgaiÂmana dana Askrindo itu bisa bobol sejak tujuh tahun lalu? Pengawasannya yang leÂmah atau justru ada dugaan keÂterlibatan pejabat Bapepam seÂperti kabar yang beredar beÂlakangan?†tandasnya.
Dia meminta, Bapepam selaÂku pengawas lembaga keÂuangan juga intensif mengorek dugaan penyimpangan di lingÂkungan internalnya. “Jika tidak ingin dinilai terlibat skandal AsÂkrindo, Bapepam harus transÂpaÂran mengumumkan hasil peÂmeÂriksaan internalnya. Atau paling tiÂdak, mereka aktif menyamÂpaiÂkan data dan informasi terkait peÂnanganan kasus ini ke kepoÂlisian,†katanya.
Politisi Partai Golkar ini meÂnanÂdaskan, penambahan persoÂnel Mabes Polri ke Polda Metro meÂnunjukkan, kasus ini saÂngatÂlah penting. “Ada atensi Mabes Polri ke Polda Metro. Itu kan berÂarti penting. Diperlukan keÂcepatan dalam menangani kasus ini,†ucapnya.
Dia meminta, kepolisian leÂbih profesional menyikapi seÂtiap perkembangan kasus ini. DeÂngan kata lain, kata Andi, poÂlisi hendaknya segera menindak siapa saja yang terlibat tanpa pandang bulu. Alasannya, perkara ini sudah cukup lama ditangani Polda Metro. Setelah sekian lama berjalan, perkara ini tampaknya masih seperti jalan di tempat.
Jangan Stop Kasus Atau Tambah Kusut Penanganan Perkara
Bambang Widodo Umar, Pengamat Kepolisian
Penambahan personel keÂpolisian untuk mengusut perÂkara korupsi bukanlah hal tabu. Tapi, pengamat kepolisian BamÂbang Widodo Umar meÂngiÂÂngatkan, penambahan perÂsonel itu jangan sampai meÂnamÂbah kusut penanganan perÂkara. Apalagi, sampai mengÂhenÂtikan proses penyidikan yang tengah berjalan intensif.
“Ini ada semacam asistensi dari Mabes Polri untuk memÂperÂkuat penanganan kasus koÂrupsi besar atau extra ordinary,†ujar Bambang.
Dia pun mengingatkan, perÂkara Askrindo ini mesti ditaÂngani secara cermat dan cepat, mengingat dugaan kerugian negara dalam kasus ini sangat besar. Dugaan adanya kerugian negara dalam jumlah besar, samÂbun Bambang, menjadi toÂlok ukur pimpinan Polri menerÂjunkan personel Mabes untuk membantu penyidik Polda.
Lazimnya, Polda melimpahÂkan penanganan perkara korupÂsi besar ke Mabes Polri. Tapi, yang terjadi kali ini agak di luar keÂbiasaan. Meski begitu, mÂeÂnuÂrut Bambang, turun tangannya penyidik Mabes bukan sesuatu yang aneh.
“Ini menyangkut maÂsalah koordinasi penangaÂnan perkara saja,†kata Dosen Pasca Sarjana Fakultas Ilmu KeÂpolisian UniÂverstas Indonesia ini.
Kendati begitu, lanjut BamÂbang, penanganan perkara yang dikawal dan dibantu personel Bareskrim juga bisa ditujukan untuk meminimalkan dugaan penyelewengan oleh penyidik.
Dia pun menilai, sejauh ini ahli di bidang ekonomi, khuÂsusÂnya korupsi dan pencucian uang di kepolisian masih minim. SeÂhingga, ada pula kemungkinan, penambahan personel tersebut untuk melancarkan pemahaman prinsip-prinsip pengelolaan keÂuangan oleh lembaga-lembaga keuangan.
“Kasus yang terjadi di AsÂkrinÂdo ini, patut diduga meruÂpaÂkan kejahatan yang sangat terorganisir. Pelakunya adalah goÂlongan intelektual yang saÂngat paham seluk-beluk perÂekoÂnomian. Mau tidak mau, untuk menemukan motif dan segala maÂcam hal yang mengungÂkuÂngiÂnya, diperlukan kecermatan yang dapat dilakukan lewat koordinasi antar tim gabungan tersebut,†katanya. [rm]
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: