Jaksa Agung Muda Bidang PiÂdana Khusus (Jampidsus) Andhi Nirwanto mengaku, empat terÂsangka itu belum ditahan karena bersikap kooperatif. “Penahanan belum mendesak,†katanya.
Para tersangka, menurut Andhi, seÂlama ini aktif menjalani pemeÂrikÂsaan dan dianggap bisa bekerÂjaÂsama dalam pengusutan kasus ini. “Kami masih terus meÂninÂdakÂlanÂjuti. Saat ini, Kejagung masih menÂdalami kerugian negara daÂlam proÂyek pengadaan tersebut,†ucapnya.
Dugaan penyelewengan yang ditangani Kejagung, kata dia, fokus pada proyek percontohan di lima daerah seperti Cirebon, PaÂdang, Bali, Makassar dan YogyaÂkarta. “Yang kami tangani adalah proyek percontohannya,†kata Jampidsus.
Namun, dia menggarisbawahi, kemungkinan ditemukan fakta baru yang melibatkan tersangka baru, bisa saja terjadi. “TerÂganÂtung pada temuan dalam penyiÂdiÂkan kami,†katanya.
Menurut Andhi, pihaknya maÂsih serius menangani dugaan pÂeÂnyeÂlewengan dalam proyek perÂconÂtohan pengadaan perangkat keras dan lunak, sistem dan blangÂko KTP dengan chip dalam ranÂgka penerapan awal KTP berbasis NIK secara nasional taÂhun 2009.
Pada tahun anggaran 2009, Ditjen Adminduk meÂlakÂsaÂnaÂkan pekerjaan pengadaan peÂrangÂkat keras, perangkat lunak, system dan blangko KTP yang diÂlengÂkapi dengan chip untuk peneÂraÂpan awal KTP berbasis NIK seÂcara nasional (Paket P.11) dengan pagu anggaran Rp 15,429 miliar.
Berdasarkan hasil pelaksanaan lelang, lanjutnya, ditentukan konÂsorsium PT Karsa Wisesa Utama dan PT Inzaya Raya sebagai peÂmenang lelang pengadaan KTP. Bahwa sesuai Kontrak Nomor 027/667/PD tanggal 16 NovemÂber 2009, nilai kontrak peÂngÂaÂdaÂan KTP Rp 9,241 miliar. Namun, daÂlam pelaksanaannya terjadi perÂbedaan antara barang yang terÂcantum dalam dokumen penaÂwaÂran dengan barang yang ada daÂlam aplikasi sistem terintegrasi.
Sistem terintegrasi semestinya berfungsi mengintegrasikan dataÂbase kependudukan, berupa bioÂdata dan foto, ke dalam sistem daÂtabase mesin personalisasi. Tapi, aplikasi sistem tersebut tidak daÂpat digunakan untuk memasukÂkan biodata, sidik jari dan foto baru. “Dugaan korupsinya tengah kami dalami,†kata Andhi.
Menurut Kapuspenkum KejaÂgung Noor Rochmad, kasus duÂgaan korupsi proyek KTP KeÂmendagri juga dikoordinasikan dengan KPK. Bergulirnya perÂkara dugaan korupsi pada proyek KTP elektronik di kepolisian dan KPK menjadi masukan bagi tim penyidik Jampidsus dalam meÂnyelesaikan kasus tersebut.
“Yang jelas, koordinasi deÂngan KPK dan kepolisian terus diÂlaÂkukan. Karena prinsipnya, perÂkaÂra ini terus berkembang,†ucapnya.
Dia pun menyangkal bahwa tidak ditahannya para tersangka merupakan bentuk perlakuan isÂtimewa. “Semua perkara menÂdaÂpat perlakuan yang sama. TiÂdak ada yang dapat perlakuan khuÂsus,†tegasnya.
Menurut Noor, keempat terÂsangÂka telah menjamin tidak akan melarikan diri atau mengÂhiÂlangÂkan barang bukti. Lagipula, tuturÂnya, hak untuk menahanan atau tidak menahan tersangka sepeÂÂnuhÂnya menjadi kewenaÂngan peÂnyidik kasus tersebut. Katanya, keÂputusan menahan tersangka atau tidak, dilakukan penyidik dengan pertimbangan yang matang.
Sebagaimana diketahui, DiÂrektur Pendaftaran Penduduk KeÂmendagri selaku Pejabat Pembuat Komitmen Irman, Ketua Panitia Pengadaan Barang Paket P11 Dwi Setyantono, Direktur PT Karsa Wira Utama Suhardjijo, dan Direktur Utama PT Inzaya Raya Indra Wijaya dijadikan tersangka oleh Kejagung sejak September 2010.
Sementara itu, menurut Kepala Humas KPK Johan Budi Sapto Prabowo, KPK telah memberikan enam rekomendasi terkait proyek e-KTP. Pertama, penyempurnaan grand design. Kedua, menyemÂpuÂrnakan aplikasi SIAK dan menÂdorong penggunaan SIAK di seluruh wilayah Indonesia. CaraÂnya, melakukan percepatan migÂrasi non SIAK ke SIAK. Ketiga, memastikan tersedianya jaringan pendukung komunikasi data on line atau semi on line antara kaÂbuÂpaten/kota dengan MDC di puÂsat agar proses konsolidasi dapat dilakukan secara efisien.
Keempat, melakukan pemberÂsiÂhan data kependudukan dan penggunaan biometrik sebagai media verifikasi untuk mengÂhaÂsilÂkan NIK tunggal. Kelima, melaksanakan e-KTP setelah basis database kependudukan berÂsih/NIK tunggal, tetapi sekaÂrang belum tunggal sudah meÂlakÂsanakan e-KTP.
Keenam, peÂngaÂdaan e-KTP harus dilakukan secara elektronik dan hendaknya dikawal ketat. “Itu rekomendasi KPK ke KeÂmenÂdagri. Sejauhmana rekomenÂdasi itu dilakukan, tentu akan diÂtanyakan dalam pertemuan deÂngan Mendagri,†ujarnya.
Menurutnya, dari situ, keÂmungÂkinan adanya pelanggaran atau dugaan korupsi bisa terlihat. “Kita tunggu saja agenda dan hasil klarifikasinya.â€
Reka Ulang
Surat Perintah Penyidikan 1 Juni 2010
Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Gamawan Fauzi meÂngaku, pihaknya mematuhi seÂmua prosedur hukum. Artinya, jika terdapat sinyalemen peÂlangÂgaran hukum yang dilakukan anak buahnya, Mendagri siap mengambil tindakan tegas.
“Kami tidak melihat besar kecil kerugian. Kalau salah, ya harus ditindak,†tegas bekas Gubernur SuÂmatera Barat ini beberapa wakÂtu lalu kepada Rakyat Merdeka.
Meski demikian, Gamawan meÂnyatakan, dalam perkara duÂgaÂan korupsi proyek e-KTP atau KTP berbasis Nomor Induk KeÂpendudukan (NIK) ini, jajarannya sudah mendapat laporan dari BaÂdan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP). Laporan BPKP menerangkan, tidak ada teÂmuan penyelewengan.
“Kami suÂdah kirim laporan audit itu ke keÂjaksaan. Kami juga telah meminta KPK melakukan pengawasan tiap tahapan proyek KTP berbasis NIK ini,†katanya.
Sebagai latar, kasus peÂnyeÂleÂweÂngan proyek ini diawali terÂbitÂnya surat Jaksa Agung Muda BiÂdang Pidana Khusus (Jampidsus) tanggal 7 Juli 2010. Surat berÂnoÂmor SPS-1593/F.2/Fd.1/07/2010 itu berisi pemanggilan saksi atas naÂma Dirjen Adminduk Kemendagri.
Dalam surat panggilan yang diÂtandatangani Direktur Penyidikan pada Jampidsus Kejagung ArÂminsyah ketika itu, diterangkan, DirÂjen Adminduk dipanggil seÂbaÂgai saksi perkara korupsi peÂngaÂdaÂan perangkat keras, perangkat lunak, sistem dan blangko KTP berbasis NIK secara nasional tahun 2009 atas rujukan empat surat perintah penyidikan yang diterbitkan Direktur Penyidikan Jampidsus sebelumnya.
Empat surat perintah penyidiÂkan sebelumnya masing-masing bernomor Print-69/F.2/Fd.1/06/2010 atas nama tersangka Ir, nomor Print-70/F.2/Fd.1/06/2010 atas nama tersangka DS, surat nomor Print-71/F.2/Fd.1/06/2010 atas nama tersangka Su dan surat nomor Print-72/F.2/Fd.1/06/2010 atas nama tersangka IW.
Keempat surat perintah penyiÂdikan itu diÂterÂbitÂkan berbarengan pada 21 Juni 2010 serta ditemÂbusÂkan pada Jaksa Agung dan Jaksa Agung Muda Pidana KhuÂsus (JAM Pidsus).
Lebih jauh menanggapi lapoÂran konsorsium Lintas Peruri SoÂlusi terhadap Ketua Panitia LeÂlang e-KTP, Drajat Wisnu dan KeÂtua Pejabat Pembuat KomitÂmen (PPK), Sugiarto ke Polda Metro Jaya soal dugaan penipuan dan penggelapan dalam lelang proÂyek KTP ini, Juru Bicara KeÂmendagri Reydonnyzar Moenek mengaku siap meladeni para peÂlapor jika tetap membawa kasus tersebut ke ranah hukum.
“Kita imbau pihak yang kalah tiÂdah usah membawa rumor-ruÂmor tidak benar. Saya tahu baÂnyak yang ingin menggagalkan proÂyek ini,†tegasnya, Rabu (14/9).
Menurut Moenek, laporan tersebut jelas hanya untuk menÂcari-cari kesalahan. Pasalnya, seÂmua pelaksanaan tender sudah berjalan sesuai prosedur. “Hasil audit Badan Pemeriksa KeÂuangan (BPK) dan Badan PeÂngaÂwaÂsan Keuangan dan PemÂbaÂngunan (BPKP) tidak meÂneÂmuÂkan adanya penyimpangan,†Sergahnya.
Bukan Sekadar Persoalan Hukum
M Taslim, Anggota Komisi III DPR
Polemik seputar penuntasan kasus dugaan korupsi proyek e-KTP perlu diwaspadai. Selain bisa merugikan keuangan neÂgara dalam jumlah besar, jika gaÂgal, proyek e-KTP juga meÂmicu kesalahan penghitungan angka penduduk. Penghitungan jumlah penduduk yang tidak tepat dapat menimbulkan berÂbagai masalah.
“Selain menyisakan polemik seputar dugaan tindak pidana koÂrupsi, proyek e-KTP yang saÂlah sasaran bisa berdampak beÂsar terhadap masa depan bangÂsa,†ujar anggota Komisi III DPR M Taslim.
Menurut dia, proyek e-KTP saat ini menjadi sorotan lemÂbaÂga penegak hukum. Tidak tangÂgung-tanggung, tiga lembaga huÂkum, yakni kepolisian, keÂjaksaan dan KPK ambil bagian dalam menelisik dugaan koÂrupÂsi dalam proyek ini.
Turun tangannya tiga lemÂbaÂga penegak hukum dalam meÂngÂidentifikasi dugaan korupsi pada proyek itu, menurut dia, jelas mengundang keprihatinan kalangan politisi. “Ada keÂmungÂkinan ketidakwajaran dalam proyek tersebut yang harus dituntaskan secepatnya oleh penegak hukum,†tandas politisi asal Sumbar tersebut.
Kader PAN ini juga menilai, lepas dari persoalan hukum yang melingkupi proyek e-KTP, carut-marutnya tender proyek ini mau tidak mau memÂpeÂngaÂruÂhi masalah penghitungan jumÂlah penduduk di masa menÂdaÂtang. “Berkaitan dengan jumÂlah penduduk, maka persoalan di sini menjadi kompleks,†ucapnya.
Kompleksitas persoalan, meÂnuÂrutnya, terkait dengan maÂsaÂlah stabilitas keamanan, politik dan ekonomi nasional. Soalnya, kata dia, penghitungan penÂduÂduk yang tepat akan memuÂdahÂkan pemerintah menyusun renÂcana pembangunan nasional, baik jangka panjang maupun jangka pendek.
“Program e-KTP ini pada prinÂsipnya memÂpunyai tujuan baik. Namun kenapa dalam perÂwujudannya justru menuai maÂsalah? Inilah yang harus segera dituntaskan,†tandasnya.
Taslim tidak memungkiri adaÂnya kelompok yang beÂruÂsaÂha menangguk keuntungan dari proyek ini. Untuk itu, ia meÂngiÂngatkan, kelompok-kelompok yang terbukti menyelewengkan proyek nasional tersebut harus ditindak sesuai aturan yang berlaku.
Pengusaha & Birokrat Punya Peran Vital
Andi W Syahputra, Koordinator LSM GOWA
Polri, Kejaksaan Agung dan KPK diminta bersinergi untuk meÂnuntaskan perkara dugaan koÂrupsi proyek Kartu Tanda PenÂduduk elektronik (e-KTP).
PeÂnetapan status tersangka terÂhadap empat orang yang telah dilakukan Kejagung bisa jadi pinÂtu masuk mengusut duÂgaan koÂrupsi pada proyek KeÂmenteÂrian Dalam Negeri (KeÂmenÂdagri) tersebut.
Menurut Koordinator LSM Government Watch Andi W SyahÂputra, perkara dugaan koÂrupsi proyek e-KTP sangat peÂlik. Soalnya, persoalan ini meÂnyangkut berbagai kelompok. “Perkara dugaan korupsi ini melibatkan kelompok penguÂsaÂha dan birokrat,†katanya.
Hubungan saling mengunÂtungÂkan antara birokrat dengan peÂngusaha, lanjut Andi, mÂeÂmiÂliÂki peran signifikan dalam peÂlakÂsanaan proyek ini. Dia pun meÂngiÂngatkan agar KeÂmenÂdagri meÂngambil peranan aktif untuk meÂnuntaskan berbagai tuduhan yang diÂalamatkan ke lembaga di baÂwah komando GaÂmawan Fauzi ini.
“Kementrian hendaknya terbuka dalam menyelesaikan persoalan ini. Informasi mauÂpun data seputar dugaan koÂrupÂsi harus disampaikan secara tranÂsparan pada lembaga peÂneÂgak hukum secara cepat,†katanya.
Selain menyoroti KemenÂdagri, dia meminta agar KejaÂgung mengambil tindakan tegas dalam menindaklanjuti peneÂtaÂpan status empat tersangka kaÂsus ini. Persoalannya menurut dia, penetapan status tersangka suÂdah dilakukan setahun, naÂmun belum diikuti penahanan.
Andi pun meminta institusi yang menerima laporan dugaan peÂnyimpangan proyek ini, seÂperti kepolisian, aktif meÂnguÂsutÂnya. Selanjutnya, dia meÂngaÂpreÂsiaÂsi langkah KPK yang telah meÂnelurkan sederet rekoÂmenÂdasi bagi Kemendagri unÂtuk meÂnyelesaikan persoalan ini. “IntiÂnya, harus ada koorÂdiÂnasi antar lemÂbaga penegak huÂkum yang ada, karena persoalan ini persoÂaÂlan besar. Jika diÂbiarÂkan berlarut-laÂrut bisa jadi bom waktu,†ingatnya.
Dia menyarankan, lembaga-lembaga yang saat ini meÂnaÂngaÂni kasus dugaan korupsi proyek e-KTP saling memberikan inÂformasi atau masukan dalam meÂnuntaskan masalah ini.
“TiÂdak jalan sendiri-sendiri. Atau jika dianggap perlu, KPK bisa mensupervisi dan meÂngamÂbil alih kasus yang diÂtaÂngani KejaÂgung maupun Polri agar peÂnaÂngaÂnannya tidak meÂngambang.†[rm]
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: