Besok, Suami Siri Malinda Disidang

Perkembangan Kasus Pembobolan Citibank

Minggu, 18 September 2011, 05:06 WIB
Besok, Suami Siri Malinda Disidang
Andhika Gumilang
RMOL.Kasus pembobolan dana nasabah Citibank mengalami perkembangan, meski lambat. Tersangka Malinda Dee dilimpahkan dari Mabes Polri ke Kejaksaan Agung. Adik kandung Malinda, Visca Lovitasari sudah menjalani sidang perdana di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Suami siri Malinda, Andhika Gumilang dan suami Visca, Ismail bin Janin akan menjalani sidang perdana pada Senin (19/9).

“Semuanya segera ditun­tas­kan di pengadilan,” kata Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan Masyhudi.

Namun, Masyhudi mengaku be­lum tahu pasti pukul berapa Andhika dan Ismail mulai disi­dang. “Saya kurang tahu kalau jam berapanya,” ujar dia pada Ju­mat lalu (16/9).

Masyhudi juga tak me­n­je­las­kan secara rinci apa saja yang akan didakwakan jaksa kepada ke­dua lelaki itu. Dia meminta su­paya permasalahan itu menjadi te­rang benderang ketika di per­sidangan nanti. Namun, dia me­mastikan bahwa berkas kedua lelaki itu sudah diserahkan ke PN Jaksel. “Sebaiknya dijelaskan di persidangan,” ujarnya.

Sementara itu, pasca menjalani operasi payudara, Inong Malinda Dee menunjukkan muka ke de­pan publik. Tersangka kasus pem­bobolan dana nasabah Citi­bank itu dikeluarkan dari ruang taha­nan Bareskrim Mabes Polri untuk diserahkan ke Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan, Rabu (14/9).

Malinda datang ke Kejari Jak­sel pukul 10.00 WIB, menum­pangi mobil Nissan Serena Silver bernopol B 1072 QH milik pe­nyi­dik Bareskrim Polri. Dia me­nge­nakan baju berlapis, busana pan­jang hitam dilapisi baju tahanan bertuliskan Bareskrim Mabes Pol­ri. Kepalanya ditutupi keru­dung hitam. Wajahnya dihiasi riasan tebal.

Dengan kawalan lima pe­nyi­dik, Malinda digiring menuju ruang Pidana Umum Kejari Jak­sel untuk menyelesaikan proses ad­ministrasi, juga menjalani pe­meriksaan jaksa dan men­co­cok­kan barang bukti. Dengan begitu, Malinda resmi berpindah tahanan dari tangan polisi ke kejaksaan untuk selanjutnya menjalani persidangan.

Ketua Tim JPU Tatang Sutarna menyatakan, barang bukti yang diserahkan penyidik Polri antara lain lima mobil yang masih ber­status leasing, yakni Fortuner, Hum­mer, Ferrari, dan dua Mercy. Mobil-mobil itu dititipkan di ru­mah harta sitaan negara di Jakarta Utara.  “Ini kerugiannya bukan Rp 16 miliar tapi Rp 30 miliar.  Itu total semuanya,” tandasnya.

Di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Rabu (14/9) digelar persidangan perdana dengan agenda pembacaan dakwaan ter­hadap Adik Malinda, Visca Lo­vitasari. Surat dakwaan itu di­ba­cakan bergantian oleh jaksa Arya Wicaksana dan I Made Su­war­jana. Sementara yang menjadi Ketua Majelis Hakim ialah Mien Trisnawati.

Dalam dakwaannya, jaksa Made menuding Malinda men­transfer dana dari rekening salah seorang nasabah Citibank tanpa sepengetahuan dan tanpa seizin pemiliknya ke rekening Visca se­b­esar Rp 7,4 miliar. Made me­ngatakan, Visca juga menerima dana transferan dari rekening Malinda sebesar Rp 101 juta dan suaminya yakni Ismail bin Janim sebesar Rp 417 juta.

Dalam dakwaannya, Ismail men­tranfer dana ke rekening Visca  setelah menerima dana dari rekening nasabah Citibank yang dibobol Malinda. “Sebab terdak­wa telah menerima trans­fer dana ke dalam rekeningnya di BCA se­cara berulang-ulang dalam waktu yang berdekatan dan berjumlah besar dari Inong Ma­linda Dee,” katanya.

Atas perbuatannya, kata jaksa, terdakwa yang dilahirkan di Me­dan tahun 1973 itu, terancam hu­kuman pidana maksimal 15 Ta­hun penjara. Menurut jaksa, hasil dari fee penampungan uang itu digunakan Visca untuk membeli mobil Mitshubisi Pajero Sport.

“Seharusnya terdakwa me­nge­tahui atau setidak-tidaknya patut menduga bahwa uang yang ma­suk ke rekeing terdakwa tersebut adalah berasal dari kejahatan yang dilakukan Inong Malinda Dee,” ucapnya.

Visca dijerat pasal berlapis, di­antaranya dalam dakwaan primer  dengan Pasal 6 ayat (1) huruf a,b,d,f Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2003 tentang perubahan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 tentang tindak pidana pencucian uang.

Setelah pemba­ca­an dakwaan, hakim Mien Tris­nawati lalu menunda persidangan hingga Rabu 21 September 2011 dengan agenda pembacaan eksepsi. Se­usai sidang, terdakwa Visca ter­lihat pasrah mendengarkan dak­waan jaksa. Visa tidak ber­ko­mentar apa-apa terkait dak­waan jaksa.

Reka Ulang

Uang Muka Mobil Seharga Rp 3,4 Miliar

Penyidik Bareskrim Polri me­netapkan Andhika Gumilang (22), model iklan, sebagai ter­sangka pen­cucian uang terkait ka­sus Ma­­lin­da Dee (48), bekas Relation­ship Manager Citibank. Andhika di­duga menerima aliran dana hasil pembobolan dana nasabah Citibank.

Andika ditangkap polisi di se­buah apartemen di kawasan Su­dirman, Jakarta, Selasa (26/4) ma­lam,  karena disangka terkait aliran dana yang diterimanya dari Malinda. “Dia sebagai tersangka tindak pidana pencucian uang,” kata Kepala Bareskrim Polri saat itu, Komjen Ito Sumardi melalui pesan singkat, Rabu (27/4/2011).

Kanit Money Laundring Di­rektorat II Ekonomi Khusus Ba­reskrim Polri Kombes Agung Setya mengatakan, Andhika Gu­milang ditangkap di sebuah apar­temen di Jakarta Selatan. “Dia kena Pasal 6 Undang-Undang Pen­cucian Uang,” katanya.

Agung mengatakan, pihaknya telah memiliki bukti kuat adanya aliran dana untuk menjerat Andhika. “Tidak mungkin kami tahan dia kalau kami tidak punya bukti dia terima,” ujarnya.

Sementara itu, Kepala Bagian Pe­nerangan Umum Mabes Polri, Kom­bes Boy Rafli Amar mene­rang­­kan, rekening itu dijadikan se­bagai penampungan duit Ma­linda hasil penggelapan dana na­sa­bah Gold City Bank. “Kemu­dian dibe­lanjakan oleh An­dhika,” katanya.

Boy me­ngatakan, duit yang di­transfer ke rekening Andhika se­besar Rp 311 juta. Duit ini diduga se­bagai uang muka pembelian mobil Hammer-3 seharga Rp 3,4 miliar. Mobil itu telah disita pe­nyi­dik sebagai barang bukti.

Tak hanya itu, Boy juga me­nga­takan bahwa Andhika memi­liki kartu identitas alias KTP pal­su sebanyak tujuh buah. Boy ya­kin KTP yang dimiliki Andhika di­duga kuat untuk membuka re­ke­ning dan menampung aliran dana yang dibobol Malinda. “Du­gaan kami saat ini masih me­nga­rah ke sana. Tapi nanti kami akan te­lusuri lebih lanjut lagi,” ucapnya.

Berikut ini ialah tujuh KTP Andhika Gumilang sebagaimana yang dilansir dari Mabes Polri. Per­tama, Nomor KTP 0953061811710158 atas nama Andhika Gumilang. Lahir di Me­dan 18 November 1971. Ala­mat Mam­pang Prapatan, Jakarta Selatan. Kedua, Nomor KTP 32031418118839746 atas nama Andhika Gumilang, lahir di Me­dan 18 November 1988. Alamat Cileungsi Bogor.

Ketiga, Nomor KTP  0953051811710104 atas nama Andhika Gumilang, lahir di Me­dan 18 November 1971. Alamat Mampang Prapatan, Jakarta Selatan. Keempat, Nomor KTP 3174091811880009 atas nama Andhika Gumilang, lahir di Medan 18 November 1988.

Alamat Tebet Timur, Jakarta Selatan. Kelima, Nomor KTP 0953071807750134 atas nama Juan Ferrero, lahir di Medan 18 Juli 1976. Alamat Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Nomor KTP 0953071811750128 atas nama Juan Ferrero, lahir di Me­dan 18 November 1975. Alamat Jl Hang Lekiu V no 6, RT 006 RW 004 Kelurahan Gunung, K­e­camatan Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Ketujuh, Nomor KTP 0953071811750128 atas nama Juan Ferrero, lahir di Medan 18 November 1975. Alamat Capital Residence Tower 3 no 30 B RT 5 RW I, Kelurahan Senayan, Keba­yo­ran Baru, Jaksel.

HAM Tak Berlaku Bagi yang Rugikan Orang Banyak

Ray Rangkuti, Direktur Eksekutif LSM LIMA

Direktur Lingkar Madani Indonesia (LIMA) Ray Rang­kuti berharap semua terdakwa yang terjerat kasus Malinda Dee dapat diberi hukuman se­be­rat mungkin.

Pasalnya, tin­dak pidana pen­cu­cian uang merupakan salah satu praktik kejahatan ke­uangan yang bisa menimbulkan kerugian negara yang besar, tapi membuat pelakunya hidup bermewah-mewahan.

“Bahkan, kalau perlu para pelaku tindak pidana itu diberi hu­k­uman penjara seumur hi­dup. Kita hanya melihat hu­ku­man yang lama dan berat itu berlaku hanya untuk para te­ro­ris, sementara para koruptor hanya sebentar,” katanya.

Ketika ditanya, apakah hu­kuman itu tidak berlebihan atau melanggar hak azasi manusia (HAM), Ray menjawab, hal itu ti­dak bertentangan dengan HAM, bahkan cenderung ke arah yang logis alias masuk akal. “Apakah seorang pelaku korupsi menjun­jung tinggi HAM ketika dia melancarkan aksinya. Menurut saya, HAM itu nggak berlaku bagi seorang yang merugikan orang banyak,” ucapnya.

Ray menambahkan, jika per­kara korupsi dan tindak pidana pencucian uang masih menga­tasnamakan HAM, maka hal itu tak ubahnya seperti melindungi para penjahat yang telah mem­bunuh ratusan nyawa manusia.

“Apa bedanya dengan hal itu. Selain mendaptkan hukuman, kita juga ingin membuat para pe­­laku lainnya jera. Jadi, korup­si dan sebagainya itu tak tum­buh subur di Indonesia,” tandasnya.

Karena itu, Ray meminta ma­jelis hakim dan jaksa penuntut umum tidak segan-segan dalam memberikan keputusannya saat persidangan suami siri dan adik ipar Malinda Dee nantinya. Dia berharap proses persidangan da­pat berjalan dengan lancar tanpa ada gangguan apapun.

“Hakim dan Jaksa harus betul-betul menguasai kasus ini. Sebab, pencucian uang itu lebih spesifik ketimbang korupsi,” tuturnya.

JPU dan Hakim Jangan Gegabah

Andi Rio Idris Padjalangi, Anggota Komisi III DPR

Anggota Komisi III DPR Andi Rio Idris Padjalangi ber­harap majelis hakim dan jaksa penuntut umum (JPU) dapat me­nyelenggarakan sidang per­kara pembobolan dana nasabah Citibank yang menjerat Andhi­ka Gumilang dan Ismail bin Ja­nim secara objektif dan trsans­paran. Andi tidak mau jika ha­kim dan JPU tampil arogan da­lam menyidangkan suami dan adik ipar Malinda Dee itu.

“Dilihat dulu perkaranya. Apa­kah memang pantas dibe­ri­kan hukuman berat atau tidak. Pokoknya, jangan gegabah dalam menyidangkan perkara tersebut,” katanya.

Andi menambahkan, besar ke­cilnya hukuman yang dib­e­ri­kan kepada Andhika Gumilang dan Ismail merupakan kewe­na­ngan dari hakim yang me­nyi­dangkan perkara ini. Menu­rut­nya, jika dakwaan jaksa seratus persen terbukti, maka sudah se­wa­jarnya untuk diberikan hu­kuman yang paling berat. “Tapi, jika dakwaan jaksa ada yang belum terbukti, sebaiknya ha­kim pikir ulang untuk mem­be­ri­kan hukuman berat,” ujarnya.

Politisi Golkar ini meminta masyarakat jangan ambil sikap emosi yang berlebihan dalam per­kara ini. Menurutnya, Indo­nesia sangat menghormati azas praduga tak bersalah. Sehingga, bagaimanapun tuduhan seorang jaksa, yang bersangkutan masih mempunyai kesempatan untuk membela diri. “Tapi jika hakim tetap menyatakan bersalah. Se­sungguhnya keputusan hakim itu ialah mutlak dan tidak bisa diganggu gugat,” tandasnya.    

Andi mengakui bahwa ma­syarakat saat ini tengah berada dalam keadaan yang menge­de­pan­kan emosi. Tapi, katanya, emosi selalu bisa dikendalikan dengan pikiran yang jernih be­bas dari tekanan apapun.

“Intinya, pikirannya dulu yang harus tenang. Kalau te­nang, saya yakin semua ma­sa­lah bisa diatasi sebaik mung­kin,” ucapnya.

Karena itu, Andi tidak ingin ma­jelis hakim dan JPU menge­de­pankan emosi dalam me­nyi­dangkan perkara ini. Tapi, ka­tanya, tidak pula terlalu lembek apalagi sampai lemah dalam menyidangkan perkara ini. “Pokoknya transparan dan ob­jek­tif itu merupakan modal yang paling baik bagi sebuah per­sidangan,” katanya. [rm]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA