Jaksa Penuntut Umum (JPU) menilai, Visca telah melanggar PaÂsal 6 ayat 1 huruf a,b,c,d,f UnÂdang-Undang Nomor 25 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana PenÂcucian Uang.
Dalam dakwaan JPU, Visca memiliki tabungan jenis tahapan BCA dengan nomor rekening 3191931198. Rekening itu dibuat Visca pada Bank BCA cabang City Tower, Thamrin, Jakarta. SeÂjak 24 Januari 2007 hingga 19 Oktober 2010, rekening Visca digunakan untuk menerima aliran duit pembobolan dana nasabah yang diduga dilakukan Inong Malinda alias Malinda Dee.
Menurut JPU yang diketuai Made Suwarjana, setelah dana tersebut masuk ke rekening Visca, atas perintah Malinda kemudian Visca mentransfer kembali uang tersebut ke rekening Malinda pada Bank Mega Cabang TenÂdeÂan, Jakarta dengan nomor reÂkeÂning 01.90.100.22.00.9098. VisÂca juga mentransfer duit tersebut ke rekening perusahaan milik MaÂlinda, PT Exclusive Jaya PerÂkasa dengan nomor rekening 4363008782 pada Bank BCA.
Dalam dakwaan, kejadian itu bermula pada 14 Juli 2008. Saat itu, menurut JPU, Malinda mÂeÂlaÂkukan transaksi transfer masuk dana dengan mengisi formulir CiÂtiÂbank bernomor AE 82440 dari reÂkening salah satu nasabah CitiÂbank yang bernama Suryati TeÂguh Budiman sebesar Rp 549 juta dengan berita “biaya reÂnovasi rumahâ€.
Kemudian, uang itu dimaÂsukÂkan ke rekening Visca di BCA. Selang dua hari kemudian, MaÂlinÂda menyuruh Visca menÂtransÂfer uang itu ke rekeningnya di Bank Mega sebesar Rp 544 juta deÂngan beban biaya transfer seÂbesar Rp 30 ribu.
Kemudian, tanggal 22 Oktober 2009, Malinda kembali melaÂkuÂkan transfer masuk dana dengan formulir transfer Citibank Nomor Seri AJ 85574. Kali ini, Malinda mendapatkannya dari salah seÂorang nasabah yang bernama Rohli bin Pateni dengan uang seÂbesar Rp 500 juta.
Menurut jaksa, uang tersebut kemudian ditransfer Malinda ke rekening Visca. Sehari kemudian, Malinda meminta Visca menÂtransÂfer uang itu ke rekeningnya di Bank Mega sebesar Rp 455 juta dengan biaya beban transfer sebesar Rp 30 ribu.
Jaksa kembali mengendus akal-akalan Malinda. Pada 9 NoÂvember 2009, Malinda kembali melancarkan aksinya. Nasabah yang bernama Rohli bin Pateni kembali menjadi korban. MeÂnurut JPU, Malinda mengambil duit Rohli sebesar Rp 272,5 juta.
Padahal, duit tersebut akan diÂguÂnakan Rohli sebagai pelunaan pembangunan ruko Tanjung Priok Indah miliknya. Tapi, MaÂlinda malah menÂtransfer duit itu ke rekening Visca di BCA. Sehari kemudian, MaÂlinÂda meminta Visca supaya menÂtransfer uang itu ke rekeningnya di Bank Mega sebesar Rp 227,5 juta dengan beÂban biaya transfer Rp 30 ribu.
Hal serupa kembali terjadi pada 20 April 2010. Menurut jaksa, Malinda kembali manÂtransfer uang milik nasabah CitiÂbank ke rekening Visca di BCA.
Kali ini, nasabah yang bernama Suryati Teguh Budiman kembali ketiban sial. Soalnya, duit sebesar Rp 449 juta yang akan digunakan sebagai pelunasan renovasi jalan Dr. Kusuma Atmaja itu, malah disalahgunakan Malinda dengan mentransfernya ke rekening Visca.
Sehari kemudian, Malinda kembali meminta Visca untuk meÂnyetor duit itu ke rekeningnya di Bank Mega sebesar Rp 444 juta dengan beban biaya transfer sebesar Rp 30.000.
Malinda kembali melakukan aksinya pada 27 Mei 2010. Kali ini, jaksa menuding Malinda mengibuli seorang nasabah Citibank yang bernama Susetyo Sutadji. Menurut jaksa, nasabah itu mengeluarkan duit sebesar Rp 93,2 juta. Tapi, lagi-lagi duit itu diserahkan Malinda ke rekenig Visca di BCA.
Kemudian, pada 31 Mei 2010, MaÂlinda meminta Visca menÂtransfer uang itu ke rekeningnya di Bank Mega sebesar Rp 56 juta. Kemudian, Malinda mentransfer uang tersebut ke rekning peruÂsaÂhaannya yang bernama PT ExÂcÂlusive Jaya Perkasa.
Pada 9 Juni 2010, menurut JPU, Malinda kembali melakuÂkan aksinya. Nasabah bernama Suryati Teguh Budiman kembali menjadi korban. Menurut jaksa, uang Suryati sebesar Rp 195 juta kembali hilang karena Malinda menyetorkannya ke rekening milik Visca di BCA. Setelah dana itu ditransfer, tanggal 10 Juni 2010 Malinda meÂminta Visca suÂpaya menyeÂtorÂkan uang terÂseÂbut ke rekeningnya di Bank Mega sebesar Rp 187,5 juta.
Jika ditotal, uang yang diÂtransfer Malinda kepada Visca jumlahnya Rp 2.063.723.000 (dua miliar enam puluh tiga juta tujuh ratus dua puluh tiga ribu ruÂpiah). Menurut jaksa, sebetulnya Visca mengetahui bahwa uang itu didapatkan Malinda dengan cara yang tidak benar. Tapi, Visca tiÂdak melakukan perlawanan daÂlam bentuk apapun atau meÂnoÂlakÂnya. Menurut jaksa, Visca justru menyetujui perbuatan Malinda.
Mendengar dakwaan itu dibacakan jaksa Made dan jaksa Arya Wicaksana di Pengadilan NeÂgeri Jakarta Selatan, Visca haÂnya diam. Sesekali ia menunÂdukÂkan wajahnya. Jaksa kemudian mengancam Visca dengan huÂkuÂman penjara selama 15 tahun. SeÂtelah dakwaan selesai dibacakan,
Hakim Mien Trisnawati meÂnunda persidangan hingga Rabu (21/9) dengan agenda tanggapan dari pihak terdakwa. Ketika siÂdang usai, Visca tak berkomentar apaÂpun mengenai isi dakwaan tersebut. Para pengacaranya juga enggan menanggapi.
Reka Ulang
Air Mata Tersangka Pembobol Duit Nasabah
Bekas Senior Relationship MaÂnager Citibank Malinda Dee resÂmi ditetapkan sebagai tersangka kasus pembobolan dana nasabah Citibank pada 23 Maret 2011.
PeÂnyidik Bareskrim Polri juga meÂneÂtapkan adik kandung MaÂlinda Dee, Visca Lovitasari seÂbaÂgai piÂhak yang terlibat kasus penÂcucian uang dan penggelapan dana naÂsabah itu. Visca diteÂtapkan seÂbaÂÂgai tersangka pada 24 April 2011.
Saat adik kandungnya diteÂtapÂkan sebagai tersangka, Malinda mengaku sangat sedih. Kuasa huÂkum Malinda, Halapancas SiÂmanÂjuntak mengatakan bahwa MaÂlinda sempat menitikkan air mata mendengar kejadian itu.
“Ibu Malinda prihatin dengan peÂnetapan adiknya sebagai terÂsangÂka. Ia sedih dan meneteskan air mata. Semua manusia kalau menÂdapat cobaan seperti ini pasti berÂsedih,†katanya.
Setelah ditetapkan sebagai terÂsangka, Visca resmi menjadi tahaÂnan rumah pada Senin 2 Mei 2011. Menurut Kepala Bagian Penerangan Umum Mabes Polri Kombes Boy Rafli Amar, penÂeÂtaÂpan status tahanan rumah dilaÂkukan lantaran Viska memiliki anak yang masih balita.
“Masih butuh perhatian orang tua,†ujarÂnya di Mabes Polri, Jakarta, (2/5). Meski begitu, kata dia, status tersebut mewajibkan Viska menjalani wajib lapor.
Pada 12 Juli lalu, Kejaksaan Agung menetapkan bahwa berÂkas Adik Malinda itu P21 alias lengkap. Hal itu diucapkan KeÂpala Pusat Penerangan Hukum KeÂjagung Noor Rochmad. “BerÂkas siap dilimpahkan,†katanya.
Menurut Noor, Surat PemÂbeÂritahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) untuk Visca diterima jakÂsa pada 2 Mei 2011. Dalam SPDP disebutkan bahwa Visca dijerat dengan Pasal 3 ayat (2) dan atau Pasal 6 UU Tindak Pidana PenÂcucian Uang dan atau Pasal 5 dan atau Pasal 10 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan PemÂberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.
Pada Rabu (14/9), Pengadilan NeÂgeri Jakarta Selatan mengÂgeÂlar siÂdang perdana untuk Adik kanÂdung Malinda itu. Wanita yang berÂnama lengkap Visca LoÂvitasri binti Siswowiratmo, terÂancam kuÂruÂngan penjara 15 taÂhun. Dia diÂjerat hukum setelah disangka membantu Malinda dengan meÂneÂrima aliran uang pembobolan ke rekeningnya.
Minta Kejagung Cepat Dakwa Malinda Dee
Didi Irawadi Syamsuddin, Anggota Komisi III DPR
Meski adik kandung Malinda Dee sudah menjalani persiÂdaÂngan perdana, anggota Komisi III DPR Didi Irawadi SyamÂsuddin tetap meminta KejakÂsaÂan Agung segera menyeÂleÂsaiÂkan berkas perkara tersangka utaÂma kasus pembobolan dana nasabah Citibank, Malinda Dee. Soalnya, yang menjadi puÂsat perhatian masyarakat saat ini ialah bekas Senior RelÂatinÂship Manager Citibank itu.
“Masyarakat sudah meÂnungÂgu lama untuk kasus ini. Saya haÂrap setelah Malinda diserahÂkan Polri ke kejaksaan, maka tiÂdak perlu mengulur waktu yang lebih lama lagi untuk meÂmasuki arena persidangan,†katanya.
Didi menuturkan, perkara Malinda menjadi perkara yang memilukan sekaligus meÂmaÂluÂkan bagi lembaga perbankan CiÂtibank. Soalnya, kata dia, selama ini Citibank dikenal seÂbagai lembaga perbankan asing yang mempunyai sistem pelaÂyanan yang mumpuni. “Tapi hal itu terbantahkan dengan kasus Malinda dan kasus kematian Irzen Okta yang diduga akibat dianiaya debt collector,†ujarnya.
Bahkan, politisi Demokrat ini menyatakan, lembaga perÂbanÂkan asing tidak memberikan keÂuntungan yang lebih untuk meÂmajukan Tanah Air.
“Negara sudah punya lemÂbaÂga perÂbanÂkan yang sistem peÂlaÂyanannya tak jauh beda deÂngan bank asing. Kenapa maÂsyaÂrakat masih ragu dengan bank milik negara sendiri,†tuturnya.
Didi meminta aparat penegak hukum menyikat bersih tindak pidana pencucian uang yang terjadi disuatu lembaga perbanÂkan. Caranya, lanjut dia, berÂkoordinasi rutin dengan Pusat Pelaporan dan Analisis TranÂsakÂsi Keuangan (PPATK).
“Sebab, PPATK pasti memÂpunyai sederet transaksi menÂcurigakan selain perkara MalinÂda Cs,†ucapnya.
Yang Membantu dan Pelaku Sama
Yenti Garnasih, Pengamat Hukum
Pengamat hukum dari UniÂversitas Trisakti Yenti Garnasih mendesak aparat penegak huÂkum memerangi tindak pidana pencucian uang yang marak terjadi di lembaga perbankan.
Pasalnya, jika tindak pidana seÂperti itu tidak dikurangi, keÂperÂcayaan nasabah terhadap lemÂbaga perbankan semakin berÂkurang dan akan menimÂbulÂkan keguncangan terhadap pemÂbagunan ekonomi masyarakat.
“Coba bayangkan bilamana maÂsyarakat tak percaya lagi keÂpada bank. Tentunya, pasar moÂdal di Tanah Air pun ikut terÂganggu. Satu orang saja meÂlaÂkuÂkan tindak pencucian uang, maka akibatnya berpengaruh pada jutaan orang,†katanya.
Jika dilihat dari kasus yang menjerat adik Malinda, Yenti meÂnilai Malinda telah mengÂguÂnaÂkan Visca Lovitasari sebagai orang ketiga untuk melakukan aksinya. Menurutnya, penÂcuÂcian uang seperti ini marak terÂjadi di seluruh dunia, bukan haÂnya di Indonesia. “Nah teoÂriÂnya, orang ketiga ini harus meÂruÂpakan orang kepercayaan yang bisa dikendalikan, dan huÂbungan dengan pelaku sangat deÂkat sehingga bisa berÂhuÂbuÂngan setiap saat,†ujarnya.
Selain itu, kata dia, terdapat pula cara lain seseorang meÂlaÂkuÂkan tindak pidana pencucian uang. Yakni, lanjutnya, dengan membuka usaha sederhana yang sumber dananya diambil dari hasil kejahatan atau koÂrupsi. “Niatnya apalagi kalau bukan untuk menghilangkan jejak. Jadi dengan usaha sederÂhana itu, para penjahat penÂcuÂcian uang mengelabui aparat penegak hukum,†tandasnya.
Yenti menyarankan, apabila tindak pidana pencucian uang yang seperti poin kedua itu terÂjadi, maka aparat penegak huÂkum perlu teliti betul darimana uang untuk mendirikan usaha itu diperoleh.
Menurut Yenti, adik Malinda sudah tepat dikategorikan jaksa melakukan tindak pidana penÂcucian uang. Meski hanya seÂkaÂdar menerima duit dari MaÂlinda. Soalnya, dalam tindak penÂcucian uang, pelaku dan yang ikut membantu dikenakan sanksi sama.
“Baik Malinda mauÂpun adik dan kerabat dekatnya harus diÂkenakan pasal pencucian uang. Dalam hal ini saya sependapat dengan jaksa,†ujarnya.
Yenti mengingatkan, tindak pidana pencucian uang terbagi menjadi tiga tahap, yakni plaÂceÂment, layering dan integÂraÂtion. Placement adalah bentuk dari uang hasil kejahatan yang harus dikonversi untuk meÂnyemÂbunyikan asal-usul yang tidak sah dari uang tersebut. [rm]
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: