Adik Malinda Bantu Bobol Duit Suryati, Rohli & Susetyo

Bedah Dakwaan Kasus Dana Nasabah Citibank

Sabtu, 17 September 2011, 05:22 WIB
Adik Malinda Bantu Bobol Duit Suryati, Rohli & Susetyo
Malinda Dee
RMOL.Salah seorang tersangka kasus pembobolan dana nasabah Citibank sudah menjadi terdakwa. Dia adalah Visca Lovitasari, adik kandung bekas Senior Relationship Manager Citibank, Malinda Dee. Visca dituding terlibat lantaran rekening miliknya menjadi tempat menerima duit hasil pembobolan. Kronologinya tertuang secara rinci dalam dakwaan jaksa berikut ini.

Jaksa Penuntut Umum (JPU) menilai, Visca telah melanggar Pa­sal 6 ayat 1 huruf a,b,c,d,f Un­dang-Undang Nomor 25 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Pen­cucian Uang.

Dalam dakwaan JPU, Visca memiliki tabungan jenis tahapan BCA dengan nomor rekening 3191931198. Rekening itu dibuat Visca pada Bank BCA cabang City Tower, Thamrin, Jakarta. Se­jak 24 Januari 2007 hingga 19 Oktober 2010, rekening Visca digunakan untuk menerima aliran duit pembobolan dana nasabah yang diduga dilakukan Inong Malinda alias Malinda Dee.

Menurut JPU yang diketuai Made Suwarjana, setelah dana tersebut masuk ke rekening Visca, atas perintah Malinda kemudian Visca mentransfer kembali uang tersebut ke rekening Malinda pada Bank Mega Cabang Ten­de­an, Jakarta dengan nomor re­ke­ning 01.90.100.22.00.9098.  Vis­ca juga mentransfer duit tersebut ke rekening perusahaan milik Ma­linda, PT Exclusive Jaya Per­kasa dengan nomor rekening 4363008782 pada Bank BCA.

Dalam dakwaan, kejadian itu bermula pada 14 Juli 2008. Saat itu, menurut JPU, Malinda m­e­la­kukan transaksi transfer masuk dana dengan mengisi formulir Ci­ti­bank bernomor AE 82440 dari re­kening salah satu nasabah Citi­bank yang bernama Suryati Te­guh Budiman sebesar Rp 549 juta dengan berita “biaya re­novasi rumah”.

Kemudian, uang itu dima­suk­kan ke rekening Visca di BCA. Selang dua hari kemudian, Ma­lin­da menyuruh Visca men­trans­fer uang itu ke rekeningnya di Bank Mega sebesar Rp 544 juta de­ngan beban biaya transfer se­besar Rp 30 ribu.

Kemudian, tanggal 22 Oktober 2009, Malinda kembali mela­ku­kan transfer masuk dana dengan formulir transfer Citibank Nomor Seri AJ 85574. Kali ini, Malinda mendapatkannya dari salah se­orang nasabah yang bernama Rohli bin Pateni dengan uang se­besar Rp 500 juta.

Menurut jaksa, uang tersebut kemudian ditransfer Malinda ke rekening Visca. Sehari kemudian, Malinda meminta Visca men­trans­fer uang itu ke rekeningnya di Bank Mega sebesar Rp 455 juta dengan biaya beban transfer sebesar Rp 30 ribu.

Jaksa kembali mengendus akal-akalan Malinda. Pada 9 No­vember 2009, Malinda kembali melancarkan aksinya. Nasabah yang bernama Rohli bin Pateni kembali menjadi korban. Me­nurut JPU, Malinda mengambil duit Rohli sebesar Rp 272,5 juta.

Padahal, duit tersebut akan di­gu­nakan Rohli sebagai pelunaan pembangunan ruko Tanjung Priok Indah miliknya. Tapi, Ma­linda malah men­transfer duit itu ke rekening Visca di BCA. Sehari kemudian, Ma­lin­da meminta Visca supaya men­transfer uang itu ke rekeningnya di Bank Mega sebesar Rp 227,5 juta dengan be­ban biaya transfer Rp 30 ribu.

 Hal serupa kembali terjadi pada 20 April 2010. Menurut jaksa, Malinda kembali man­transfer uang milik nasabah Citi­bank ke rekening Visca di BCA.

Kali ini, nasabah yang bernama Suryati Teguh Budiman kembali ketiban sial. Soalnya, duit sebesar Rp 449 juta yang akan digunakan sebagai pelunasan renovasi jalan Dr. Kusuma Atmaja itu, malah disalahgunakan Malinda dengan mentransfernya ke rekening Visca.

Sehari kemudian, Malinda kembali meminta Visca untuk me­nyetor duit itu ke rekeningnya di Bank Mega sebesar Rp 444 juta dengan beban biaya transfer sebesar Rp 30.000.

Malinda kembali melakukan aksinya pada 27 Mei 2010. Kali ini, jaksa menuding Malinda mengibuli seorang nasabah Citibank yang bernama Susetyo Sutadji. Menurut jaksa, nasabah itu mengeluarkan duit sebesar Rp 93,2 juta. Tapi, lagi-lagi duit itu diserahkan Malinda ke rekenig Visca di BCA.

Kemudian, pada 31 Mei 2010, Ma­linda meminta Visca men­transfer uang itu ke rekeningnya di Bank Mega sebesar Rp 56 juta. Kemudian, Malinda mentransfer uang tersebut ke rekning peru­sa­haannya yang bernama PT Ex­c­lusive Jaya Perkasa.

Pada 9 Juni 2010, menurut JPU, Malinda kembali melaku­kan aksinya. Nasabah bernama Suryati Teguh Budiman kembali menjadi korban. Menurut jaksa, uang Suryati sebesar Rp 195 juta kembali hilang karena Malinda menyetorkannya ke rekening milik Visca di BCA. Setelah dana itu ditransfer, tanggal 10 Juni 2010 Malinda me­minta Visca su­paya menye­tor­kan uang ter­se­but ke rekeningnya di Bank Mega sebesar Rp 187,5 juta.

Jika ditotal, uang yang di­transfer Malinda kepada Visca jumlahnya Rp 2.063.723.000 (dua miliar enam puluh tiga juta tujuh ratus dua puluh tiga ribu ru­piah). Menurut jaksa, sebetulnya Visca mengetahui bahwa uang itu didapatkan Malinda dengan cara yang tidak benar. Tapi, Visca ti­dak melakukan perlawanan da­lam bentuk apapun atau me­no­lak­nya. Menurut jaksa, Visca justru menyetujui perbuatan Malinda.  

Mendengar dakwaan itu dibacakan jaksa Made dan jaksa Arya Wicaksana di Pengadilan Ne­geri Jakarta Selatan, Visca ha­nya diam. Sesekali ia menun­duk­kan wajahnya. Jaksa kemudian mengancam Visca dengan hu­ku­man penjara selama 15 tahun. Se­telah dakwaan selesai dibacakan,

Hakim Mien Trisnawati me­nunda persidangan hingga Rabu (21/9) dengan agenda tanggapan dari pihak terdakwa. Ketika si­dang usai, Visca tak berkomentar apa­pun mengenai isi dakwaan tersebut. Para pengacaranya juga enggan menanggapi.

Reka Ulang

Air Mata Tersangka Pembobol Duit Nasabah

Bekas Senior Relationship Ma­nager Citibank Malinda Dee res­mi ditetapkan sebagai tersangka kasus pembobolan dana nasabah Citibank pada 23 Maret 2011.

Pe­nyidik Bareskrim Polri juga me­ne­tapkan adik kandung Ma­linda Dee, Visca Lovitasari se­ba­gai pi­hak yang terlibat kasus pen­cucian uang dan penggelapan dana na­sabah itu. Visca dite­tapkan se­ba­­gai tersangka pada 24 April 2011.

Saat adik kandungnya dite­tap­kan sebagai tersangka, Malinda mengaku sangat sedih. Kuasa hu­kum Malinda, Halapancas Si­man­juntak mengatakan bahwa Ma­linda sempat menitikkan air mata mendengar kejadian itu.

“Ibu Malinda prihatin dengan pe­netapan adiknya sebagai ter­sang­ka. Ia sedih dan meneteskan air mata. Semua manusia kalau men­dapat cobaan seperti ini pasti ber­sedih,” katanya.

Setelah ditetapkan sebagai ter­sangka, Visca resmi menjadi taha­nan rumah pada Senin 2 Mei 2011. Menurut Kepala Bagian Penerangan Umum Mabes Polri Kombes Boy Rafli Amar, pen­e­ta­pan status tahanan rumah dila­kukan lantaran Viska memiliki anak yang masih balita.

“Masih butuh perhatian orang tua,” ujar­nya di Mabes Polri, Jakarta, (2/5). Meski begitu, kata dia, status tersebut mewajibkan Viska menjalani wajib lapor.

Pada 12 Juli lalu, Kejaksaan Agung menetapkan bahwa ber­kas Adik Malinda itu P21 alias lengkap. Hal itu diucapkan Ke­pala Pusat Penerangan Hukum Ke­jagung Noor Rochmad. “Ber­kas siap dilimpahkan,” katanya.

Menurut Noor, Surat Pem­be­ritahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) untuk Visca diterima jak­sa pada 2 Mei 2011. Dalam SPDP disebutkan bahwa Visca dijerat dengan Pasal 3 ayat (2) dan atau Pasal 6 UU Tindak Pidana Pen­cucian Uang dan atau Pasal 5 dan atau Pasal 10 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pem­berantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.

Pada Rabu (14/9), Pengadilan Ne­geri Jakarta Selatan meng­ge­lar si­dang perdana untuk Adik kan­dung Malinda itu. Wanita yang ber­nama lengkap Visca Lo­vitasri binti Siswowiratmo, ter­ancam ku­ru­ngan penjara 15 ta­hun. Dia di­jerat hukum setelah disangka membantu Malinda dengan me­ne­rima aliran uang pembobolan ke rekeningnya.

Minta Kejagung  Cepat Dakwa Malinda Dee

Didi Irawadi Syamsuddin, Anggota Komisi III DPR

Meski adik kandung Malinda Dee sudah menjalani persi­da­ngan perdana, anggota Komisi III DPR Didi Irawadi Syam­suddin tetap meminta Kejak­sa­an Agung segera menye­le­sai­kan berkas perkara tersangka uta­ma kasus pembobolan dana nasabah Citibank, Malinda Dee. Soalnya, yang menjadi pu­sat perhatian masyarakat saat ini ialah bekas Senior Rel­atin­ship Manager Citibank itu.

“Masyarakat sudah me­nung­gu lama untuk kasus ini. Saya ha­rap setelah Malinda diserah­kan Polri ke kejaksaan, maka ti­dak perlu mengulur waktu yang lebih lama lagi untuk me­masuki arena persidangan,” katanya.

Didi menuturkan, perkara Malinda menjadi perkara yang memilukan sekaligus me­ma­lu­kan bagi lembaga perbankan Ci­tibank. Soalnya, kata dia, selama ini Citibank dikenal se­bagai lembaga perbankan asing yang mempunyai sistem pela­yanan yang mumpuni. “Tapi hal itu terbantahkan dengan kasus Malinda dan kasus kematian Irzen Okta yang diduga akibat dianiaya debt collector,” ujarnya.

Bahkan, politisi Demokrat ini menyatakan, lembaga per­ban­kan asing tidak memberikan ke­untungan yang lebih untuk me­majukan Tanah Air.

“Negara sudah punya lem­ba­ga per­ban­kan yang sistem pe­la­yanannya tak jauh beda de­ngan bank asing. Kenapa ma­sya­rakat masih ragu dengan bank milik negara sendiri,” tuturnya.

Didi meminta aparat penegak hukum menyikat bersih tindak pidana pencucian uang yang terjadi disuatu lembaga perban­kan. Caranya, lanjut dia,  ber­koordinasi rutin dengan Pusat Pelaporan dan Analisis Tran­sak­si Keuangan (PPATK).

“Sebab, PPATK pasti mem­punyai sederet transaksi men­curigakan selain perkara Malin­da Cs,” ucapnya.

Yang Membantu dan Pelaku Sama

Yenti Garnasih, Pengamat Hukum

Pengamat hukum dari Uni­versitas Trisakti Yenti Garnasih mendesak aparat penegak hu­kum memerangi tindak pidana pencucian uang yang marak terjadi di lembaga perbankan.

Pasalnya, jika tindak pidana se­perti itu tidak dikurangi, ke­per­cayaan nasabah terhadap lem­baga perbankan semakin ber­kurang dan akan menim­bul­kan keguncangan terhadap pem­bagunan ekonomi masyarakat.

“Coba bayangkan bilamana ma­syarakat tak percaya lagi ke­pada bank. Tentunya, pasar mo­dal di Tanah Air pun ikut ter­ganggu. Satu orang saja me­la­ku­kan tindak pencucian uang, maka akibatnya berpengaruh pada jutaan orang,” katanya.

Jika dilihat dari kasus yang menjerat adik Malinda, Yenti me­nilai Malinda telah meng­gu­na­kan Visca Lovitasari sebagai orang ketiga untuk melakukan aksinya. Menurutnya, pen­cu­cian uang seperti ini marak ter­jadi di seluruh dunia, bukan ha­nya di Indonesia. “Nah teo­ri­nya, orang ketiga ini harus me­ru­pakan orang kepercayaan yang bisa dikendalikan, dan hu­bungan dengan pelaku sangat de­kat sehingga bisa ber­hu­bu­ngan setiap saat,” ujarnya.

Selain itu, kata dia, terdapat pula cara lain seseorang me­la­ku­kan tindak pidana pencucian uang. Yakni, lanjutnya, dengan membuka usaha sederhana yang sumber dananya diambil dari hasil kejahatan atau ko­rupsi. “Niatnya apalagi kalau bukan untuk menghilangkan jejak. Jadi dengan usaha seder­hana itu, para penjahat pen­cu­cian uang mengelabui aparat penegak hukum,” tandasnya.

Yenti menyarankan, apabila tindak pidana pencucian uang yang seperti poin kedua itu ter­jadi, maka aparat penegak hu­kum perlu teliti betul darimana uang untuk mendirikan usaha itu diperoleh.

Menurut Yenti, adik Malinda sudah tepat dikategorikan jaksa melakukan tindak pidana pen­cucian uang. Meski hanya se­ka­dar menerima duit dari Ma­linda. Soalnya, dalam tindak pen­cucian uang, pelaku dan yang ikut membantu dikenakan sanksi sama.

“Baik Malinda mau­pun adik dan kerabat dekatnya harus di­kenakan pasal pencucian uang. Dalam hal ini saya sependapat dengan jaksa,” ujarnya.

Yenti mengingatkan, tindak pidana pencucian uang terbagi menjadi tiga tahap, yakni pla­ce­ment, layering dan integ­ra­tion. Placement adalah bentuk dari uang hasil kejahatan yang harus dikonversi untuk me­nyem­bunyikan asal-usul yang tidak sah dari uang tersebut. [rm]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA