Ada Apa Nih, Tuntutan Untuk Bos Gayus Ditunda

Kasus Keberatan Pajak PT Surya Alam Tunggal

Selasa, 13 September 2011, 04:50 WIB
Ada Apa Nih, Tuntutan Untuk Bos Gayus Ditunda
Bambang Heru Ismiarso
RMOL.Sidang pembacaan tuntutan terhadap bekas Direktur Keberatan dan Banding Direktorat Jenderal Pajak Bambang Heru Ismiarso gagal dibacakan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, kemarin.

Pasalnya, jaksa penuntut umum (JPU) dari Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan belum merampungkan surat penuntutan. Alhasil, pembacaan tuntutan akan dilakukan pada hari ini pukul 10.00 WIB.

Namun, Kepala Pusat Pene­ra­ngan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung Noor Rochmad mengaku tidak mengetahui peris­tiwa tersebut. “Saya baru men­de­ngarnya dari Anda. Coba nanti saya cek dulu ke Kejari Jaksel me­ngenai masalah ini,” katanya ketika dihubungi Rakyat Mer­deka, kemarin.

Kendati begitu, Noor ber­pen­dapat, penundaan itu bukanlah sesuatu yang sengaja dirancang untuk mengundang pihak tertentu menegosiasikan lamanya tun­tu­tan. Menurutnya, JPU punya ala­san tersendiri mengenai pe­nun­daan pembacaan tuntutan ter­ha­dap bekas bos Gayus Tambunan di Ditjen Pajak itu.

“Tidak ada kongkalikong de­ngan pihak tertentu. Kami yakin, ini hanya sekadar belum ram­pungnya surat itu. Tapi, nanti akan saya cek dulu kepastiannya ke Kejari Jaksel,” katanya.  

Saat ditanya, apakah penun­da­an tersebut termasuk pelanggaran oleh jaksa, Kapuspenkum enggan berkomentar. Alasannya, dia ha­rus tahu persis kejadian yang se­benarnya terlebih dahulu. “Ma­ka­nya, saya harus cek dulu . Nanti saya kabari,” katanya.

 Sesuai kesepakatan pada si­dang sebelumnya, seharusnya JPU membacakan tuntutan terha­dap Bambang Heru Ismiarso di Pe­nga­dilan Tipikor, kemarin. Teta­pi, tiba-tiba saja JPU me­ru­sak jadwal yang telah disepakati bersama de­ngan majelis hakim dengan ala­san, surat penuntutan Bambang belum seratus persen selesai.

Adalah JPU dari Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan, Purnomo yang mengatakan di depan Ma­jelis Hakim Pengadilan Tipikor, bah­wa surat tuntutan terhadap Bambang belum tuntas.

“Pagi ini, kami belum bisa bacakan surat penuntutan karena kami belum merampungkan surat tersebut,” katanya di Pengadilan Tipikor, kemarin.

 Namun, Purnomo tidak men­jelaskan secara rinci apa penye­bab surat tuntutan itu belum ram­pung. Dia hanya meminta izin ke­pada majelis hakim untuk me­nunda pembacaan tuntutan terha­dap terdakwa yang diduga me­rugikan negara Rp 570 juta dalam penanganan keberatan pajak PT Surya Alam Tunggal (SAT) itu. “Kami mohon majelis hakim bisa mengabulkan penundaan pem­bacaan tuntutan,” ucapnya.

Majelis hakim yang diketuai Jupriadi mengabulkan permo­ho­nan penundaan itu dengan waktu yang singkat, yakni 24 jam. Artinya, hari ini JPU harus mem­bacakan tuntutan terhadap Bam­bang. Jupriadi berharap JPU tidak menunda lagi pembacaan tun­tutan terhadap Bambang.

“Karena ini permintaan jaksa, maka kami putuskan untuk me­nundanya. Sidang akan dilan­jut­kan Selasa 13 September 2011 pada pukul 10.00 WIB,” tan­das­nya.  Sebelum sidang tersebut ditu­tup, majelis hakim meminta jaksa supaya hadir tepat waktu dalam sidang hari ini.

Sekadar latar, Bambang didak­wa bersama-sama dengan Gayus Tambunan, Humala Setia Leo­nar­do Napitupulu, Maruli Pan­da­po­tan Manurung melakukan per­buatan melawan hukum serta mem­perkaya diri sendiri dan orang lain atau suatu korporasi yang telah merugikan keuangan negara sebesar Rp 570,952 juta pada penanganan keberatan pajak PT Surya Alam Tunggal.

Menurut JPU, Bambang didu­ga telah menyetujui hasil telaah yang dilakukan Gayus Tambunan saat menangani keberatan pajak PT SAT. Padahal, kata JPU, Bam­bang mengetahui bahwa Gayus bekerja secara asal-asalan alias tidak sesuai dengan prosedur yang berlaku.

Bambang yang mengenakan kemeja batik cokelat berlengan panjang, tampak santai mema­suki arena persidangan. Dia me­nya­takan siap mengikuti pem­ba­caan tuntutan yang dijadwalkan akan digelar pada hari ini.

“Ya kalau ditunda sampai Selasa, saya siap saja. Saya selalu siap meng­hadapi persidangan ini,” katanya saat keluar dari ruang sidang.

Reka Ulang

Didakwa Rugikan Negara Bersama Gayus

Bekas Direktur Keberatan dan Banding Ditjen Pajak, Bambang Heru Ismiarso dituding Jaksa Pe­nuntut Umum (JPU) telah mela­wan hukum karena tidak bertanya terlebih dahulu kepada pihak Kan­tor Pelayanan Pajak (KPP) Si­doar­jo, Jawa Timur, perihal per­mo­ho­nan keberatan yang diaju­kan PT Surya Alam Tunggal (PT SAT).

Padahal, dalam Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor SE-15/PJ.45/1996 disebutkan, we­we­nang penyelesaian keberatan di­atur KPP. Hal itu terekam dalam dakwaan terhadap Bambang Heru yang dibacakan JPU di Penga­di­lan Tipikor, Jakarta, Senin (6/6).

Jaksa Freddy Simandjuntak me­nyebutkan, PT SAT selaku wajib pajak mengajukan kebera­tan kepada Dirjen Pajak atas SKPKB PPN Pasal 16 D Nomor 00007/237/04/617/07 Tahun 2004. Atas dasar permohonan keb­eratan itu, selanjutnya KPP Sidoarjo meneruskan permo­ho­nan itu kepada Direktorat Ke­be­ratan dan Banding disertai doku­men pendukungnya.

Tapi, setelah surat keberatan itu sampai kepada Bambang, me­nu­rut JPU, Bambang tidak mena­nya­kan terlebih dahulu tentang uraian keberatan dari KPP atau Kanwil DJP setempat. Alhasil, pada 4 April 2007, Bambang langs­ung memberikan disposisi kepada Kasubdit Pengurangan dan Keberatan dengan perintah “Selesaikan.”

Selanjutnya, lembar disposisi dari Bambang itu diberikan lagi kepada Kepala Seksi Pengu­ra­ngan dan Keberatan IV dengan pe­tunjuk “teliti dan proses sesuai dengan ketentuan.” Kemudian, pada 12 April 2007, Kasi Pengu­ra­ngan dan Keberatan IV men­an­da­tangani surat itu untuk dibe­ri­kan kepada Gayus Tambunan de­ngan perintah “untuk diteliti formal dan buat resume awal.”

Menurut JPU, meski tak punya argumen dari Kanwil DJP Jawa Timur selaku pemerik­sa­nya, Bam­bang tetap menerbitkan surat tugas Nomor ST-1068/PJ.071/2007 tang­gal 9 Mei 2007. Surat itu ber­isi­kan perintah ke­pada Mar­janto (Kasubdit Pe­ngu­rangan dan Keberatan), Maruli Pan­da­potan (Kasi Pengurangan dan Kebe­ra­tan), Humala Napi­tu­pulu (Pe­ne­laah Keberatan) dan Gayus Tam­bu­nan selaku pelak­sana un­tuk me­la­kukan penelitian terha­dap per­mohonan keberatan dan pengha­pusan sanksi admi­nistrasi PT SAT.

Setelah surat itu terbit, maka pada 16 Juli 2007, Direktur Uta­ma PT SAT Hindarto Gunawan memberikan penjelasan kepada Gayus dan Humala yang ketera­ngannya dituangkan dalam Berita Acara Pembahasan Tim Kebe­ra­tan dengan PT SAT.

Pasca dilakukan pembahasan antara Gayus, Humala dan Hin­darto Gunawan, menurut JPU, Maruli memerintahkan kepada Gayus untuk menerima keberatan wajib pajak. Sehingga, tanpa me­la­kukan penelitian yang tepat dan menyeluruh terhadap PT SAT, Gayus membuat laporan yang dituangkan dalam laporan pene­litian Nomor: LAP-656/PJ.071/2007 tanggal 9 Agustus 2007 tentang laporan penelitian ke­be­ratan PT SAT.

Tidak hanya itu, Gayus juga membuat laporan Nomor: LAP-657/PJ.071/2007 tanggal 9 Agus­tus 2007 tentang laporan pene­li­tian atau penghapusan sanksi administrasi PT SAT. Menurut JPU, setelah laporan itu ditan­da­ngani Gayus, Humala, Maruli dan Jhony Marihot Tobing selaku Kasubdit Pengurangan dan Ke­beratan, selanjutnya laporan itu diserahkan kepada Bambang un­tuk dilakukan penelitian.

Tetapi, dakwa JPU, setelah menerima laporan itu, Bambang melawan hukum karena tidak melakukan kewajibannya yang tertuang dalam Surat Edaran Dir­jen Pajak Nomor: SE/68/PJ/1993 tentang petunjuk pelaksanaan pasal 16, pasal 26 dan pasal 36, yakni sebagai Direktur Keberatan dan Banding, harus memastikan kapan sebenarnya dilakukan penyerahan atas ikatan jual beli aset-aset yang diperoleh PT SAT.

Namun, menurut JPU, Bam­bang tidak melakukan hal itu, tapi langsung menyetujui konsep laporan yang dibuat Gayus secara asal-asalan. Hasilnya, Bambang menandatangani hasil penelitian tersebut. Artinya, pembayaran pajak yang telah dilakukan PT SAT sebesar Rp 429.200.000 dianggap sebagai pembayaran lebih dan harus dikembalikan kepada PT SAT.

Timbul Persepsi Kongkalingkong

Johnson Panjaitan, Direktur Advokasi AAI

Direktur Advokasi dan Bantuan Hukum Asosiasi Ad­vokat Indonesia (AAI) Johnson Panjaitan mengingatkan, mo­lor­nya pembacaan tuntutan ter­hadap bekas Direktur Kebe­ra­tan dan Banding Ditjen Pajak Bambang Heru Ismiarso jangan sampai karena praktik kong­ka­likong antara jaksa penuntut umum dengan pihak terdakwa.

Seharusnya, kata dia, jaksa pe­nuntut umum (JPU) bersikap profesional dengan mentaati jadwal persidangan yang telah disepakati. “Pasti pada persi­dangan sebelumnya, majelis ha­kim menanyakan dulu kepada jaksa perihal kesiapan pem­ba­ca­an tuntutan. Kalau sama-sama sudah sepakat, seharusnya tidak ada pengunduran waktu seperti ini,” katanya.

Seharusnya, lanjut Johnson, JPU menepati janjinya untuk membacakan tuntutan kemarin. “Penundaan ini bisa menim­bul­kan persepsi masyarakat bahwa ada kongkalingkong. Sebab, saat ini semua lembaga penegak hukum tengah terpuruk citra­nya,” tandas dia.

Sebagai bekas pengacara Humala Napitupulu yang juga terlibat dalam kasus Gayus, Johnson sangat berharap jaksa mampu mengungkap kasus lainnya yang lebih besar dari­pada kasus PT SAT. Sebab, kata dia, kejahatan perpajakan tak hanya kasus penanganan kebe­ratan pajak PT SAT.

“Makanya, ketika awal-awal saya selalu bilang kasus ini se­benarnya sudah dibonsai. Jadi, yang kena apes itu hanya Ga­yus dan kawan-kawan. Semen­tara yang lain masih bebas,” tandasnya.

 Karena itu, Johnson me­ngim­bau kepada aparat penegak hukum supaya bangkit dari keterpurukan saat ini. Terma­suk, kata dia, dengan tidak te­bang pilih dalam menangani suatu perkara.

“Saya minta se­luruh aparat penegak hukum ber­tindak be­rani dalam me­ngu­sut suatu per­kara. Tak peduli siapa pun yang dihadapinya, semua orang di­mata hukum itu sama dera­jat­nya,” ujarnya.

Menilai Hakim Terlalu Lemah

Achmad Basarah, Anggota Komisi III DPR

Anggota Komisi III DPR Achmad Basarah angkat bicara perihal molornya pembacaan tuntutan terhadap bekas atasan Gayus di Ditjen Pajak, Bam­bang Heru Ismiarso. Men­u­rut­nya, jaksa penuntut umum (JPU) yang menangani kasus ini tidak bekerja secara profe­sional serta tidak sensitif dalam menangani perkara tersebut.

“Ini namanya menge­ce­wa­kan publik. Kasus yang ada Ga­yus-nya itu sudah menjadi trend topic perbincangan masyarakat. Seharusnya, penanganannya juga harus cepat. Jangan diulur-ulur seperti ini,” katanya.

 Karena itu, Basarah men­de­sak Jaksa Agung Muda Penga­wa­san (Jamwas) Marwan Ef­fen­dy menurunkan tim pe­nga­was untuk memonitoring jalan­nya persidangan bekas Direktur Keberatan dan Banding Ditjen Pajak itu. Sebab, katanya, kasus ini sangat rawan untuk dimai­n­kan mafia hukum.

“Kalau bisa KPK pun jangan se­gan untuk turun tangan. Awasi saja jaksa yang mena­nga­ni perkara itu,” ujarnya politisi PDIP ini.

Dia bersikeras supaya KPK turut serta memantau persida­ngan karena khawatir di balik persidangan kasus ini ada lobi-lobi khusus antara pihak JPU de­ngan pihak terdakwa. “Bisa saja mundurnya penuntutan itu ada upaya lobi atau permu­faka­tan jahat lainnya. Kami di Komisi Hukum DPR sering mendapat laporan bahwa jaksa kerap menunda proses persida­ngan seperti itu,” tandasnya.

Seharusnya, lanjut dia, ha­kim Pengadilan Tipikor yang me­mimpin jalannya persid­a­ngan itu, jangan langsung me­ne­rima usulan jaksa yang me­minta pembacaan tuntutan di­undur. Sebab, katanya, hal itu sama dengan membatalkan sua­tu perjanjian yang telah di­se­pakati. “Harusnya hakim jangan terlalu lemah. Kok hakim lang­sung menerima permintaan jaksa,” katanya.

Selain masalah itu, Basarah menginginkan perkara Gayus Tambunan terbuka secara trans­paran di hadapan ma­sya­rakat. Dia menagih janji aparat pe­ne­gak hukum yang m­e­nga­ta­kan akan menyelesaikan per­kara itu secara objektif. “Tapi ha­silnya nihil. Seharusnya ka­sus ini bisa menjerat pejabat tinggi Ditjen Pajak. Kalau be­gini, rasanya sulit untuk mem­bongkar gurita mafia pajak,” ujarnya. [rm]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA