Ironis, seorang presiden sampai demikian dipusingkan ulah seorang koruptor muda. Sangkin tidak percayanya rakyat pada kesaktian Nazaruddin, ada anggapan bahwa isu Nazaruddin adalah permainan Kawanbin (SBY) sendiri untuk tujuan politik tertentu. Entah benar atau tidak, yang pasti hingga kini kasus Nazaruddin dan semua tuduhan fatalnya, termasuk ke arah Ketua Umum Demokrat Anas Urbaningrum dan Wakil Ketua KPK, Chandra Hamzah, masih kabur.
Di mata awam, itulah bukti bahwa SBY terbukti tidak mampu mengontrol kader sendiri. Masih banyak perkara dugaan korupsi yang menghantam kader-kadernya, di samping juga pelanggaran etika yang berbau ranah privasi, seperti pemalsuan dokumen pernikahan.
Pada 12 Juni lalu, Lingkaran Survei Indonesia (LSI) pimpinan Denny J. A merilis hasil risetnya yang menyimpulkan, kasus suap dan korupsi di Kemenpora yang diduga melibatkan sejumlah petinggi Partai Demokrat adalah aib besar. Menurut Denny, sebanyak 41 persen pemilih Indonesia mendengar kasus korupsi di Kemenpora. Tak kurang dari 45,3 persen percaya petinggi Demokrat terlibat. Untuk pertama kali sejak 2009, tingkat kepercayaan publik ke Partai Demokrat melorot ke angka 15,5 persen.
Tapi semua keterpurukan itu tidak membuat SBY goyah untuk tetap berkuasa di dalam partai, meskipun citranya ikut melorot bersamaan "terjun bebas-nya" Demokrat. Bahkan, Gurubesar Universitas Indonesia, Indria Samego, dalam diskusi Evaluasi Reformasi Indonesia di Gallery Cafe, Taman Ismail Marzuki, Cikini, Jakarta (Minggu, 24/7), berani menyimpulkan hasrat kekuaaan SBY melebihi penguasa Orde Baru, Soeharto.
"Di Demokrat saja dia menjadi Ketua Dewan Pembina, Ketua Dewan Kehormatan dan Ketua Majelis Tinggi," kata Indria Samego, sambil membandingkan dengan Soeharto yang cuma menyandang posisi Ketua Dewan Pembina Golkar.
Demikianlah kekecewaan demi kekecewaan pada SBY menggunung sampai muncul dorongan agar SBY meninggalkan Demokrat. Bukan kepentingan politik yang mendasari usul, tapi sebagai kepala negara dan pemerintah, SBY sewajibnya bisa mengaplikasikan skala prioritas. Lebih penting mana? NKRI atau Demokrat? Kesetiaan pada partai seharusnya berhenti manakala kesetiaan pada negara diperlukan mengingat segudang pekerjaan rumah yang tidak remeh temeh harus diselesaikan SBY sebelum seluruh elit kekuasaan dan menteri asal partai sibuk mengurus persiapan untuk 2014.
Sebelumnya, poling
Rakyat Merdeka Online dengan pertanyaan
"Setujukah Anda bila Presiden SBY meninggalkan Partai Demokrat agar fokus memimpin Kabinet Indonesia Bersatu (KIB) II?", menghasilkan 89.2 persen yang menyerukan SBY meninggalkan segala urusan kepartaian.
Namun, pembaca boleh kecewa . Saat membuka Rakornas Demokrat 2011 Sabtu kemarin (23/7), SBY menegaskan sikapnya dan sekaligus menjawab tuntutan mundur dari Demokrat.
"Menghadapi badai politik ini, saya akan berdiri di depan dan bersama saudara semua untuk atasi ujian dan cobaan ini. Untuk luruskan kembali prinsip dan garis perjuangan partai, tingkatkan pengabdian kita pada bangsa dan negara," tegasnya.
Pertanyaannya, apakah dengan SBY tetap di dalam Demokrat, itu bisa membantu Demokrat menuju pesta demokrasi 2014? Faktanya, partai itu sudah begitu buruk di mata rakyat. Lain hal kalau SBY masih dipercaya rakyat. Berdasarkan survei LSI akhir Juni lalu, kita tahu bahwa citra Presiden SBY merosot ke angka 47,2 persen, pertama kali di bawah angka 50 persen sejak terpilih dalam Pilpres 2009. Dan salah satunya disebabkan oleh kasus Muhammad Nazaruddin.
Dengan kenyataan bahwa SBY tetap ingin berkuasa di Demokrat dan berjanji berdiri paling di depan, relevanlah pertanyaan poling terbaru Rakyat Merdeka Online yang diluncurkan sejak Jumat (22/7). Apa yang akan terjadi pada Partai Demokrat bila Presiden SBY tetap menjadi Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat?
Sementara ini, gambaran pendapat pembaca menunjukkan lebih banyak pesimisme. Sampai laporan ini diturunkan, 46,7 persen pemilih yakin Demokrat akan bubar bersamaan dengan ketetapan hati SBY bercokol di kepemimpinan partai. 29, 3 persen pembaca yakin Demokrat kalah pemilu 2014. Sementara, ada 20 persen yang optimis Demokrat tetap memenangkan pemilu seperti halnya di dua pemilu terakhir. Dan, 4 persen yang menjawab tidak tahu.
Poling ini menggunakan metode
one IP one vote, dan gambaran dari sementara pembaca setia yang berpartisipasi, bukan sikap masyarakat umum.
[ald]
BERITA TERKAIT: