Oleh pers, salah satu pasal dalam RUU Kamnas yang dipersoalkan adalah pasal 54 huruf e. Dalam penjelasan pasal itu disebutkan bahwa "Kuasa khusus yang dimiliki oleh unsur Keamanan Nasional berupa hak menyadap, memeriksa, menangkap dan melakukan tindakan paksa sah lainnya pengawasannya sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan." Dengan penjelasan pasal tersebut, kata Ketua Komisi Hukum dan Perundang-undangan Dewan Pers Wina Armada Sukardi, pers bisa saja bisa saja disadap dengan dalih mengancam keamanan nasional.
Komisi I DPR mengartikan suara Dewan Pers bukan berarti penolakan tapi bersifat perbaikan. Komisi I berjanji akan terus meminta kalangan pers mengkritisi draf RUU itu. Menurutnya, sesuai UU, DPR punya dua kali masa sidang untuk membahas RUU itu sebelum disahkan.
"Dalam banyak hal dari RUU ini yang ditakutkan terutama pelanggaran HAM dan pelangaran kebebasan pers, menurut Dewan Pers. Juga ada klausa yang menurut pers, masalah keamanan nasional diserahkan pada TNI dan BIN melulu yang kewenangannya terlalu luas seolah membangkitkan kembali Kopkamtib. Selain itu, yang mendapat kritik tajam adalah mengapa RUU masih mengacu UU Darurat tahun 1959," urai Wakil Ketua Komisi I DPR, Mayjen (Pur) TB Hasanuddin kepada
Rakyat Merdeka Online, Rabu (29/6).
DPR, kata TB, masih dalam tahap
hearing dari publik mengenai RUU ini dan belum menanggapi secara khusus draf yang dikirimkan pemerintah pada 16 Juni lalu.
"Saya secara umum sepakat dengan Dewan Pers. Tapi menurut saya UU Keamanan Nasional itu diperlukan hanya untuk berjaga-jaga kalau terjadi sesuatu," imbuhnya.
Dia menjelaskan, latar belakang situasi politik yang tidak menentu akhir-akhir ini menambah urgensi pembahasan RUU Keamanan Nasional. Dia berpendapat RUU Keamanan Nasional berbeda sekali dengan RUU Intelijen, RUU Rahasia Negara, dan RUU Komponen Cadangan Negara.
"Kalau RUU intelijen itu untuk mengatur atau membatasi wewenang intelijen agar tidak melanggar rambu-rambu. Tapi RUU Kamnas mengantisipasi, katakanlah, kalau terjadi chaos, kerusuhan massa dan kedaulatan negara terancam," jelasnya.
Memang kalau saat ini publik mempertanyakan perlu tidaknya UU Kamnas, tentu masih bisa diperdebatkan kalau ada yang menganggap belum saatnya.
"Tapi UU ini untuk mengantisipasi ancaman-ancaman yang mungkin terjadi seperti disebutkan tadi, ancaman kedaulatan negara, bisa jadi kerusuhan massa yang berlarut-larut. Saat itu butuh kita sebuah cara penanganan yang netral, yang tidak melanggar HAM dan juga tidak melanggar kebebasan pers. RUU ini mengatur lembaga-lembaga negara jika situasi itu tiba," tegasnya.
TB tidak khawatir kalau RUU ini akan molor dari jadwal pengesahan diakibatkan DPR juga tengah menggodok RUU Intelijen yang tenggatnya habis Juli esok. Menurutnya, DPR masih punya dua kali masa sidang untuk pembahasan RUU Kamnas.
[ald]
BERITA TERKAIT: