Komisi I: RUU Intelijen Minus Kompromi dan Studi Banding

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/aldi-gultom-1'>ALDI GULTOM</a>
LAPORAN: ALDI GULTOM
  • Selasa, 28 Juni 2011, 13:52 WIB
RMOL. Rapat Panitia Kerja RUU Intelijen hari ini (Selasa, 28/6) menyepakati rapat konsinyering internal Komisi I dilakukan pekan depan sebelum membahasnya bersama pemerintah.

"Juga disepakati dalam membahas RUU ini tidak perlu melakukan studi banding ke luar negeri," kata Wakil Ketua Komisi I, TB Hasanuddin, kepada Rakyat Merdeka Online, sesaat lalu.

Dia membantah tudingan yang menyebut DPR membuka politik transaksional jelang pengesahan draf RUU Intelijen antara Pemerintah dengan DPR. Meski demikian, dia akui rapat internal Komisi I pekan depan kemungkinan besar tertutup, walau soal itu belum disepakati tadi.

"Harusnya minta terbuka saat pembahasan dengan pemerintah, kira-kira dua pekan lagi. Kalau di Komisi I tidak masalah diminta terbuka pada publik. Kan sering kita rapat terbuka," ungkapnya.

TB juga menanggapi kritik koalisi LSM yang menilai, pembahasan RUU Intelijen Negara oleh DPR semakin tertutup. Sifat tertutup mengakibatkan spekulasi adanya transaksi-transaksi politik di balik pembahasan RUU.

"Tidak ada kompromi dengan pemerintah. Apa yang sudah disampaikan ke publik itulah sikap Komisi I. Kita juga tidak setuju kok soal penangkapan oleh aparat intelijen," tegasnya

Publik memandang, tuntutan terbesar dalam proses pembahasan RUU Intelijen adalah penyelenggaran intelijen yang professional, akuntabel dan tidak berlawanan dengan HAM.

Beberapa waktu lalu, TB juga sempat mengungkapkan kemungkinan molornya pembahasan draf RUU Intelijen antara Pemerintah dan DPR. Menurutnya, daripada ketika sudah menetas lalu dianulir Mahkamah Konstitusi (MK) atau ditolak rakyat, lebih baik target penyelesaian RUU ini diundur dari target Juli 2011.

Ada beberapa pokok perdebatan antara pemerintah dan DPR tentang RUU Intelijen. Misalnya, wewenang pemeriksaan intensif 7x24 jam oleh intelijen dan otoritas penyadapan oleh intelijen. DPR dan pemerintah juga beda pendapat soal pembentukan lembaga koordinasi intelijen negara (LKIN). DPR menganggap kordinasi sebaiknya diserahkan kepada badan intelijen negara (BIN) dengan penyiapan UU sebagai payung hukum.[ald]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA