Di Kelas Mana TKI di Arab Saudi Berada?

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/aldi-gultom-1'>ALDI GULTOM</a>
LAPORAN: ALDI GULTOM
  • Sabtu, 25 Juni 2011, 11:50 WIB
<i>Di Kelas Mana TKI di Arab Saudi Berada?</i>
ilustrasi
RMOL. Tumpukan kasus penyiksaan, pemerkosaan, penelantaran dan hukuman mati terhadap TKI atau TKW di Arab Saudi tidak hanya melahirkan kritik pedas pada pemerintah, tapi juga menjadi isu yang merembes pada kebencian bernuansa SARA.

Seorang peneliti dari Universitas Indonesia, Sulistyowati Irianto yang juga Ketua Pusat Kajian Wanita dan Gender UI, terlibat dalam penelitian intensif mencari akar-akar masalah penyebab kerawanan pelanggaran hak asasi manusia para TKI yang bekerja jadi pekerja rumah tangga di Arab Saudi. Dia mencoba meluruskan pandangan yang lebih obyektif.

"Untuk jelaskan persoalan ini harus mendasar dan benar-benar mengerti bagaimana persoalannya dari perekrutan, penempatan dan samapai dia kembali ke rumah,"  ungkapnya saat berbicara dalam diskusi "Nasib Ruyati dan Harga Diri Negeri" di Warung Daun, Jakarta Pusat, Sabtu (25/6).
 
Dalam penelitiannya DR Sulis mengobservasi satu wilayah bernama Condet di Jakarta Timur yang didiami ratusan agensi pengerahan tenaga kerja beserta dengan segala supporting facilities atau semacam one stop training center bagi TKI ke Timur Tengah. Menariknya identitas para pemilik adalah keturunan Indonesia-Arab. Dan yang paling menentukan dalam proses perekrutan TKI, yang paling menentukan pergi atau tidak adalah para broker, yang tak lain para Ustad.

"Mereka pada Ustad ini yang menjanjikan surga kalau ke Arab. Dan para TKI yang saya teliti mengaku sangat terkejut setiba disana, bayangan mereka, harapan mereka buyar. Sampai disana 95 persen mengaku tidak boleh menjalankan shalat oleh majikannya karena majikannya tidak mau kehilangan 5 kali sekian menit karena sholat dalam sehari," papar Sulis.

Para TKI pun tidak hanya dipaksa menandatangani kontrak sebelum kepergian tetapi ketika sampai di Arab Saudi ada kontrak lain yang tidak melibatkan TKI atau TKW. Kontrak hanya diteken calon majikan dan agensi di Arab. Kontrak terakhir itulah yang berlaku selama TKI ada di Saudi. Parahnya, sering ditemukan bahwa kontrak mengatur gaji di bawa upah minimum negara tersebut.

Dia menjawab pertanyaan apakah memang budaya bangsa Arab memiliki ciri khas dalam memperlakukan pekerja rumah tangga dari luar negeri khususnya Indonesia.

"Ada kultur yang harus dipahami dan jadi pengetahuan sebelum mereka bekerja. Secara sosial dan kutural bahwa orang-orang disana sangat jelas pembagiannya, yang paling gampang berdasarkan tempatnya, atau Arab atau non-Arab. Arab sendiri dibedakan bangasawan atau kelas biasa. Non-Arab juga dibagi lagi beradasarkan pekerjaan," terangnya.

Menurutnya, warga Eropa dan Amerika Serikat mendapat prioritas dibanding warga Asia. Kecuali, warga Asi Selatan seperti India yang mendapat tempat kelas menengah karena tak lagi diperbolehkan pemerintahnya berkerja di sektor domestik oleh pemerintahnya.

"Nah posisi TKI kita berada di kelas paling bawah," sebutnya.
 
Karena itu, Sulis mengajak pemerintah Indonesia menempatkan diri secara politik atau harus berani sejajar dengan pemerintah Arab Saudi karena pemerintahan Raja Abdullah itu sangat tergantung pada Indonesia.

"Di satu sisi mereka tidak miliki tenaga kerja di segala sektor. Bahkan untuk mengisi pengadilan, hakim-hakimnya orang asing. Kita punya posisi tawar di sana," katanya.[ald]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA